Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Generasi dalam Pusaran Arus Moderasi Beragama

944
×

Generasi dalam Pusaran Arus Moderasi Beragama

Sebarkan artikel ini
Generasi dalam Pusaran Arus Moderasi Beragama
Nurhidayah Rahman, S.Si. (Guru dan Pemerhati Generasi)

OPINI—Pengarusutamaan gagasan Islam moderat di kalangan generasi telah gencar dijalankan pemerintah beberapa waktu terakhir ini. Berbagai program dijalankan, mulai dari pemanfaatan media sosial untuk berbagai kampanye moderasi beragama, kegiatan-kegiatan seremonial, agenda-agenda supercamp, perlombaan-perlombaan, webinar, hingga perubahan kurikulum.

Terkait perubahan kurikulum, merespon kehebohan pengangkatan guru CPNS nonmuslim pada salah satu Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Tana Toraja, Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kemenag, Muhammad Zain menjelaskan bahwa pengangkatan guru nonmuslim sebagai tenaga pengajar di madrasah sesuai regulasi. (banyumas.tribunnews.com, 03/02/2021).

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Kebijakan penempatan guru beragama Kristen di madrasah, seperti dikemukakan Analis Kepegawaian Kemenag Sulsel, Andi Syaifullah, sejalan dengan Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia tentang Pengangkatan guru madrasah khususnya pada Bab VI pasal 30. (sulsel.suara.com, 30/1/2021).

Madrasah, selama ini diketahui merupakan institusi sekolah khusus untuk peserta didik muslim. Pendidikan yang diberikan kental dengan Islam. Di dalamnya ada tsaqofah (pengetahuan) Islam yang khusus dikaji.

Maka di dalamnya target pembentukan karakter sebagai seorang muslim pun dibangun. Tanggung jawab pembentukan karakter ini ada pada sekolah dengan sistem dan kurikulum yang diterapkan, dan tentu saja guru sebagai pendidik.

Maka memberikan jalan bagi masuknya guru nonmuslim ke madrasah meski sebagai pengajar mata pelajaran umum, tentu membuat kita bertanya, karakter Islam seperti apa yang hendak dibangun? Bukankah guru saat memberikan materi pelajaran juga membuat target pembentukan karakter?

Kiranya jelas, bahwa madrasah secara khusus sedang diupayakan penanaman nilai moderasi beragama salah satunya dengan pendekatan kurikulumnya. Targetnya adalah hadirnya generasi yang ramah terhadap nilai-nilai Barat, yang mewujud dalam tampilan Islam yang ramah, toleran, dan terbuka atas perbedaan. Berikutnya diharapkan sikap radikal akan jauh dari diri generasi.

Padahal jika dicermati, berbagai persoalan generasi yang semakin hari semakin menyesakkan, terjadi bukan karena dekatnya mereka dengan agama. Bukan karena adanya karakter generasi Islam dalam diri mereka.

Kita menyaksikan bagaimana jati diri generasi hari ini justeru tergerus arus deras liberalisasi dan sekulerisasi. Akibatnya, berbagai perilaku rusak dan menyimpang pun senantiasa tersaji dalam kehidupan kebanyakan generasi milenial. Pergaulan bebas, kekerasan, narkoba, hingga penyimpangan seksual yang menjijikkan.

Moderasi Islam sesungguhnya adalah racun bagi generasi. Racun ini, akan menghilangkan pertahanan dan ketahanan ideologis mereka sebagai umat mulia. Mereka menjadi lebih toleran terhadap ide-ide rusak, seperti LGBT, pergaulan bebas, hingga akan makin menjauhkan umat ini dari kebangkitan, mudah dipecah belah, dan akhirnya visi sebagai khoiru ummah pun menjadi mimpi yang takkan pernah diraih.

Harapan mewujudkan bangsa yang besar dan berperadaban sesungguhnya tak lepas dari betapa pentingnya menghadirkan generasi cemerlang berkualitas pemimpin. Generasi yang tak hanya menguasai ilmu sains dan teknologi, namun juga berkepribadian yang khas.

Kepribadian yang khas ini salah satu yang berperan dalam pembentukannya adalah guru. Jika karakter yang diharapkan pada diri generasi adalah kepribadian Islam, maka itu harus dimulai dari guru yang memiliki kepribadian Islam, yakni pemikiran maupun tingkah lakunya dibangun berdasarkan akidah Islam.

Guru, dalam proses interaksi dengan peserta didik akan memberikan keteladanan yang khas, sesuai dengan kepribadian yang dimilikinya. Guru mengajar secara sistematis, membangun pola pikir, senantiasa memotivasi untuk meraih prestasi melakukan amal terbaik.

Selain itu, hadirnya guru berkualitas yang berkepribadian Islam harus didukung oleh kurikulum yang benar sesuai akidah Islam, dukungan keluarga dan masyarakat, dan tentu saja tatanan sistem pendidikan yang tepat.

Jika sistem pendidikan berasaskan sekulerisme telah nyata menghasilkan generasi dengan karakter liberal, hedonis, dan minim visi kepemimpinan selain untuk kepentingan pribadi dan golongan, sangat berbeda dengan sistem pendidikan Islam.

Pendidikan berbasis akidah Islam tercermin pada penetapan arah pendidikan, penyusunan kurikulum, dan silabi serta menjadi dasar dalam kegiatan pembelajaran. Pendidikan diarahkan untuk membentuk kepribadian Islam peserta didik, membina mereka untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemikiran Islam.

Maka, semestinya yang mulai dilakukan adalah membangun kesadaran umat termasuk generasi akan Islam kaffah. Kesadaran ini akan menjadi modal melawan arus moderasi Islam hingga Islam mewujud dalam kehidupan tidak hanya secara substansi namun secara sistemik. Wallahu a’lam. (*)

Penulis: Nurhidayah Rahman, S.Si. (Guru dan Pemerhati Generasi)
error: Content is protected !!