Advertisement - Scroll ke atas
  • Media Sulsel
  • Universitas Dipa Makassar
Opini

Pendidikan yang Merata Bagi Seluruh Rakyat, Mungkinkah?

1066
×

Pendidikan yang Merata Bagi Seluruh Rakyat, Mungkinkah?

Sebarkan artikel ini
Pendidikan yang Merata Bagi Seluruh Rakyat, Mungkinkah?
Fitri Suryani, S.Pd (Guru & Penulis Asal Konawe)
  • Pascasarjana Undipa Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Tanggal 2 Mei biasa diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Hari tersebut pun bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara, pahlawan nasional yang dihormati sebagai bapak pendidikan nasional di Indonesia.

Ki Hadjar Dewantara lahir dari keluarga kaya Indonesia selama era kolonialisme Belanda, ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu, yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda, dan ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa setelah kembali ke Indonesia (Wikipedia)

Peringatan Hari Pendidikan tersebut pun memiliki arti medalam bagi bangsa Indonesia saat ini. Mengingat pendidikan saat ini tak seperti pada masa kolonial Belanda dulu di mana hanya orang dari kalangan tertentu atau keluarga kaya raya saja yang mampu memperoleh pendidikan. Lalu bagaimana dengan pendidikan saat ini? Apakah semua rakyat telah mendapatkan pendidikan secara merata?

Sebagaimana Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka putus sekolah di Indonesia meningkat pada 2022 sejak 2019. Kondisi tersebut terjadi di seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD)/Sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP)/ Sederajat, hingga Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Sederajat.

Secara rinci, angka putus sekolah di jenjang SMA mencapai 1,38% pada 2022. Sedangkan angka putus sekolah di jenjang SMP tercatat sebesar 1,06% pada 2022. Terakhir, angka putus sekolah di jenjang SD juga masih terbilang sebesar 0,13%.

Angka tersebut akan semakin tinggi seiring dengan semakin tinggi jenjang Pendidikan yang ditempuh. Jika jumlah tersebut terus dipertahankan, maka timbullah berbagai permasalahan baru seperti meningkatnya pengangguran, kriminalitas, kemiskinan dan kenakalan remaja (cnbcindonesia.com, 28/11/2022).

Selain itu, melansir buku bertajuk Pendidikan untuk Pembangunan Nasional karya Mohammad Ali, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa mayoritas (76%) keluarga menyatakan penyebab utama anak mereka putus sekolah adalah karena alasan ekonomi.

Sebagian besar (67,0%) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, sementara sisanya (8,7%) harus mencari nafkah. Data tersebut menjelaskan bahwa faktor ekonomi dianggap sebagai penyebab utama meningkatnya angka putus sekolah (Detik.com, 02/09/2022).

Hal tersebut tentu sangat disayangkan. Bagaimana tidak, pendidikan murah dan berkualitas seolah masih menjadi barang mewah, khususnya bagi mereka yang berada pada kelas ekonomi menengah ke bawah.

error: Content is protected !!