JAKARTA—Kapal penangkap ikan Geumseongsusan 135 tenggelam di perairan sekitar Pulau Jeju, Korea Selatan. Dalam insiden tersebut, dua anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal tersebut hingga kini belum ditemukan.
Kapal dengan berat 129 ton itu tenggelam sekitar 24 kilometer dari barat laut Pulau Biyangdo pada Jumat lalu, seperti yang dilaporkan Kementerian Luar Negeri Indonesia.
Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Judha Nugraha, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Seoul telah menerima informasi resmi dari patroli laut Korea Selatan.
Sebagaimana dilansir VOA Indonesia, Kapal yang berawak 27 orang tersebut terdiri dari 16 warga Korea Selatan dan 11 warga Indonesia. Sebanyak 12 ABK, termasuk dua dari Indonesia, dilaporkan hilang. Sementara itu, 14 ABK berhasil diselamatkan, sembilan di antaranya warga Indonesia.
Tindakan Pemerintah Indonesia
Setelah menerima laporan, KBRI di Seoul langsung bergerak untuk berkoordinasi dengan otoritas setempat. Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Seoul telah bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Keamanan Dalam Negeri Korea Selatan, serta pejabat pemerintah di Jeju untuk membahas langkah-langkah penyelamatan dan pencarian korban hilang.
Saat ini, KBRI juga terus memantau kondisi sembilan ABK Indonesia yang selamat, yang dilaporkan dalam keadaan sehat.
Operasi Pencarian dan Penyelamatan
Pihak Korea Selatan telah mengerahkan berbagai aset pencarian, termasuk 13 kapal patroli, lima helikopter, dan beberapa kapal penangkap ikan yang berada di sekitar lokasi kecelakaan.
Proses pencarian dijadwalkan berlangsung selama tiga hari sesuai standar prosedur pencarian di Korea Selatan. Jenazah satu ABK Korea Selatan telah ditemukan di kapal yang tenggelam, dan upaya untuk mengangkat bangkai kapal dari kedalaman 90 meter sedang berlangsung.
Judha berharap bahwa kedua ABK Indonesia serta sembilan ABK Korea Selatan yang masih hilang dapat ditemukan dalam kondisi selamat.
Risiko dan Tantangan ABK di Kapal Penangkap Ikan
Koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, menjelaskan bahwa bekerja di kapal penangkap ikan merupakan pekerjaan dengan risiko tinggi. Lokasi pekerjaan yang jauh dari daratan, akses komunikasi terbatas, serta kondisi cuaca yang tidak menentu di laut menjadi tantangan bagi para ABK.
Abdi menambahkan bahwa kapal seharusnya dilengkapi dengan sarana keselamatan kerja, seperti pelampung, sarana komunikasi, dan perahu karet untuk evakuasi. Namun, belum dapat dipastikan apakah fasilitas ini tersedia di kapal Geumseongsusan 135. Investigasi lebih lanjut oleh otoritas Korea Selatan akan menentukan apakah kapal tersebut memenuhi standar keselamatan kerja.
Ia juga menyebutkan bahwa umumnya, ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan di Korea Selatan direkrut secara legal melalui proses seleksi ketat. Mereka harus memiliki pengalaman dan keterampilan teknis yang memadai serta kemampuan bahasa Korea dasar.
Sebagian besar ABK Indonesia yang bekerja di kapal-kapal Korea Selatan berasal dari wilayah pesisir utara Jawa, yang memang memiliki banyak tenaga kerja berpengalaman di sektor perikanan.
Kondisi Kapal Saat Insiden Terjadi
Berdasarkan informasi awal, kapal Geumseongsusan 135 tenggelam akibat gelombang tinggi saat sedang melakukan pemindahan ikan hasil tangkapan ke kapal lain di tengah laut. (*)