MAKASSAR—Kepala Dinas Pertanahan (Distan) Kota Makassar membuka kegiatan Bimbingan Teknis (bimtek) Penanganan Konflik Lahan, Fasum-Fasos bagi RT/RW se-Kota Makassar Angkatan I di Hotel M Rebency Makassar, Rabu (15/11/2023).
Kegiatan yang terlaksana kerjasama Dinas Pertanahan Kota Makassar dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Universitas Fajar (Unifa) Makassar ini diikuti 50 orang peserta yang berasal dari 38 kelurahan yang ada di 3 kecamatan yakni Kecamatan Tallo, Rappocini dan Bontoala dan akan dilaksanakan dari tanggal 15-17 November 2023.
Dalam sambutannya saat membuka kegiatan, Kepala Dinas Pertanahan Kota Makassar, Dra. Hj. Sri Sulsilawati, M.Si menjelaskan, bahwa konflik pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum atau lembaga yang mempunyai kecendrungan atau sudah berdampak luas.
“Secara mudahnya telah dimaksud dalam sengketa dimana hak kepemilikannya dipermasalahkan oleh kedua belah pihak, dan saat ini telah terjadi peningkatan kasus tanah yang disebabkan oleh beberapa hal,” jelas Sri Sulsilawati.
Menurut Sri Sulsilawati dinas pertanahan dalam melaksanakan tugas membantu Wali Kota Makassar terbagi dalam 2 bidang yaitu bidang pengadaan dan pemanfaatan tanah serta bidang penanganan masalah dan pengamanan tanah.
“2 bidang ini melakukan tugas dan fungsi yang bersentuhan pada penanganan konflik pertanahan khususnya konflik pertanahan lahan fasum dan fasos berupa penertiban dan pengosongan lahan barang milik daerah yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak lain tampa melalui proses sesuai ketentuan yang berlaku padahal barang tersebut tercatat sebagai aset pemerintah kota dimana jika ada yang memanfaatkan harus melaui prosedur yang jelas sesuai ketentukan peraturan yang berlaku,” tambah Kadistan.
Lebih lanjut mantan Kadis Koperasi dan UKM Kota Makassar ini menjelaskan, bahwa Pemerintah Kota Makassar memiliki aset sebanyak 4.642 bidang tanah, dimana aset tanah non jalan sebesar 1.374 bidang (29,59%) dan aset tanah jalan sebesar 3.26 bidang (70,41%) dan dari 1.374 aset tanah non jalan yang sudah bersertifikat 357 bidang atau 26 %, dan yang belum bersertifikat sebesar 1.017 atau 74%.
Sedangkan aset tanah jalan sebesar 3.268 yang belum bersertifikat 3.303 bidang atau 99% dan yang sudah bersertifikat baru 42 bidang atau 1%. Dari sisi pemagaran kurang lebih 15 bidang setiap tahunnya, pemasangan batas tanah melalui pematokan 50 titik, serta pemasangan papan bicara kurang 58 setiap tahunnya.
“Dari data yang ada memperlihatkan bahwa upaya pengamanan lahan apakah dalam bentuk pensertifikatan, pemasangan patok dan papan bicara atau pemagaran masih sangat terbatas. Dengan demikian akan rentan untuk dikuasai oleh pihak lain dan rentan untuk dimasuki oleh mafia tanah, sehingga dibutuhkan kerjasama dan sinergitas dari semua stakeholder untuk mendukung upaya pengamanan asset pemerintah kota melalui pelibatan tokoh masyarakat khususnya RT/RW sebagai garda terdepan,” tukas Sri. (*/4dv)