OPINI—Program Sekolah Rakyat kini mulai menunjukkan eksistensinya. Sebanyak 20 ribu siswa telah menjalani masa orientasi di 63 titik di berbagai kota di Indonesia pada 14 Juli 2025. Sebagaimana diketahui program sekolah rakyat ini bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan.
Namun di tengah perjalanannya, Beberapa sekolah yang sudah berdiri sejak lama justru menjadi korban. Dilansir dari (Pikiran Rakyat 20/07/25) Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran Bandung menghadapi tantangan serius di awal tahun ajaran baru. Ruang belajar mereka berkurang dari empat menjadi tiga ruangan, akibat digunakan oleh Sekolah Rakyat, program dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak signifikan pada kualitas pembelajaran siswa, mengingat karakteristik siswa di sana yang merupakan difabel. Bagi siswa yang mengalami tunanetra misalnya, mereka sangat mengandalkan pendengaran saat belajar. Saat ruang kelas berkurang, pengurus terpaksa memadatkan siswa di kelas yang tersisa. Sehingga, dalam satu kelas, ada dua guru yang mengajar.
Hal serupa juga dialami oleh SMK Pertanian Pembangunan Negeri di Kota Padangsidimpuan. Siswa siswi dan alumni melakukan aksi demonstrasi di Kantor Gubernur Sumatera Utara karena bangunan tempat belajar mereka digusur demi pembangunan Sekolah Rakyat. Mengapa ini bisa terjadi?
Populis Ambisius
Sekolah rakyat tak ubahnya program populis ambisius yang digalakkan demi menaikkan citra rezim. Begitu nampak dari pengimplementasiannya terkesan diburu waktu hingga kesiapannya menjadi pertanyaan bahkan demi menggolkan program ini beberapa sekolah mesti menjadi korban.
Bila serius ingin mengentaskan kemiskinan, mestinya pemerintah menyelami persoalan hingga ke akarnya. Bahwa kemiskinan yang menimpa rakyat merupakan problem sistemik yang tidak bisa diselesaikan dengan solusi tambal sulam.
Kita tidak boleh lupa pada persoalan PHK dimana-mana, harga berbagai komoditas yang melangit, berbagai pajak yang mencekik dan serentetan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.
Menjumpai problem tak berkesudahan adalah keniscayaan dalam sistem kapitalisme yang menjadi pijakan negeri ini. Sistem yang berlandaskan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) dengan profit sebagai target di bidang apapun. Mirisnya, profit yang dimaksud hanya dinikmati segelintir pihak, dan seringkali mengorbankan pihak lain.
Pandangan Khas Islam tentang Kehidupan
Islam memandang politik adalah mengurusi persoalan umat. Jabatan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Dalam hal kemiskinan, negara akan memastikan seluruh kebutuhan sandang pangan dan papan warga terpenuhi melalui lapangan pekerjaan yang memadai bagi para pencari nafkah.
Tidak hanya itu, negara memastikan warganya mengakses pendidikan yang berkualitas yang tidak hanya gratis tetapi juga benar benar mencetak generasi berkepribadian Islam yang prestatif dan kontributif di tengah tengah umat.
Semua ini tak lepas dari pandangan Islam dalam kehidupan bahwa rakyat adalah amanah yang harus diurusi, bukan sapi perah. Sehingga, untuk keluar dari kemiskinan struktural, maka menempuh solusi sistemik adalah keharusan.
Sistem alternatif yang mampu menyolusi berbagai kekacauan di negeri ini hanyalah Islam. Agama sekaligus mabda yang berasal dari Sang Khalik wa Mudabbir. Aturan Islam yang sempurna lagi paripurna hanya dapat diterapkan secara total melalui negara yakni daulah Islam, sehingga mewujudkan daulah Islam menjadi keharusan.
Namun, langkah pertama yang harus ditempuh adalah mengenali Islam dengan mengkajinya agar kesadaran itu tumbuh dan tertanam dalam diri bahwa Allah telah menciptakan kehidupan lengkap dengan aturannya. Bahwa Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual saja, tetapi juga mengatur seluruh aspek, seperti pendidikan, ekonomi, sosial dan yang lainnya. Islam ialah paket sempurna, lengkap tanpa catat dari Sang Maha Raja, Allah Al Malik.
Tidakkah kita rindu dengan tentramnya peradaban dunia yang dipimpin oleh Islam selama empat belas abad lamanya? Wallahu a’lam. (*)
Penulis: Nurhidayah Gani (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















