Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Dirgahayu TNI ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Ormas Keagamaan dalam Lingkaran Kekuasaan

352
×

Ormas Keagamaan dalam Lingkaran Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
Ormas Keagamaan dalam Lingkaran Kekuasaan
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)
  • Pemprov Sulsel
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Kebijakan terkait izin tambang organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 menuai banyak polemik. Di tengah beragam problem akibat dampak liberalisasi aktivitas penambangan di negeri ini, pemerintah kini mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversi. Publik pun menduga kuat ada aroma bagi-bagi kue kekuasaan dalam PP ini.

Ada beberapa hal yang perlu dikritisi terkait PP izin tambang ormas keagamaan ini. Pasalnya, ormas memiliki aturan main tersendiri dalam organisasi. Selain itu, fungsi check and balance di tengah-tengah masyarakat harus berjalan secara independen.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Jika ormas disibukkan dalam segala hal terkait penambangan, maka disinyalir fungsi keormasan tidak akan berjalan dengan baik atau terjadi disfungsi dalam tubuh ormas itu sendiri.

Indonesia sebagai negara yang sangat kaya akan sumber daya alam (SDA), termasuk tambang mineral dan batubara, menjadikannya bagai hidangan yang sangat menggiurkan. Sangat wajar jika semua mata memandang ke Nusantara ini, tersebab potensi kekayaan yang sangat luar biasa dalam semua dimensi; darat, laut, dan udara. Sungguh sebuah anugerah yang harusnya disyukuri dengan memanfaatkan sesuai kehendak pencipta-Nya.

Misal potensi Batu Bara Indonesia yang menempati urutan ketiga terbesar di dunia, dengan volume produksi 725 juta ton atau 8,3% dari total produksi global. Pun untuk mineral yang lain, seperti nikel. Indonesia menjadi negara dengan produksi nikel nomor satu di dunia.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, dari 2,67 juta ton produksi nikel di seluruh dunia pada 2019, Indonesia telah memproduksi 800.000 ton. (cnbcindonesia.com, 8/2/2024)

Seperti dilansir dari laman https://ekonomi.uma.ac.id/2024/03/16/potensi-sumber-daya-alam-dan-tantangan-pembangunan-di-indonesia/ bahwa Indonesia juga kaya akan sumber daya mineral dan bahan bakar fosil. Mulai dari batu bara, minyak, gas, hingga bijih tambang seperti timah dan nikel, negara ini memiliki cadangan yang signifikan.

Potensi ini menjadi pendorong utama ekspansi sektor pertambangan dan energi. Lalu, apakah PP tentang izin tambang ormas keagamaan ini adalah upaya pemerintah untuk pemerataan distribusi pengelolaan tambang? Ataukah ada aspek politik lainnya?

Perlu dikaji secara mendalam terkait PP ini. Pasalnya, ormas keagamaan secara fungsi tidak berkaitan dengan tetek bengek pengelolaan tambang. Terlebih problem penambangan di negeri ini cukup banyak dan menambah kesengsaraan rakyat.

Beraneka permasalahan hadir akibat salah kelola dari hulu ke hilir. Kasus ganti rugi lahan, kerusakan lingkungan yang sangat parah, adanya transaksi ribawi lewat pintu investasi berbasis utang, dan banyak lagi lainnya.

Realitas membuktikan bahwa pertambangan batubara, baik legal maupun ilegal, telah membahayakan dan merugikan warga sekitar. Ribuan lubang bekas tambang yang dibiarkan menganga, menyebabkan banyak korban meninggal karena terperosok atau tenggelam. Ketersediaan air bersih juga terancam akibat pencemaran pertambangan. Kondisi ini bukan saja mengancam manusia, tetapi juga ternak dan tanaman.

Bahkan hidup mereka semakin sulit karena terdampak kerusakan lingkungan. Riset Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menunjukkan 80 persen dari seluruh wilayah tambang di Indonesia berisiko terhadap ketahanan pangan dan berujung pada kemiskinan. Hanya para pemilik pertambangan yang diuntungkan dengan bisnis mereka plus pihak-pihak yang berkepentingan.

Jika dianalisis karut marutnya problem pertambangan di negeri ini, dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Pertama, negeri ini menerapkan sistem ekonomi kapitalis liberalis. Dimana semua kebijakan yang ditempuh penguasa, sesuai arahan atau kepentingan pemilik modal (kapitalis). Plus ditopang oleh sistem pemerintahan demokrasi dengan empat pilar kebebasan yang dianut.

Salah satunya adalah kebebasan kepemilikan, termasuk potensi SDA yang melimpah. Inilah yang menyebabkan semua pengelolaan di negeri ini seolah hanya demi kepentingan segelintir orang. Wajar jika publik menduga kuat terjadi perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha.

Kedua, digunakannya sekularisme sebagai asas dari sistem Kapitalisme yang diemban negeri ini. Sebuah paham yang meminimalkan peran agama (baca: Islam) dalam mengatur kehidupan. Agama hanya ditempatkan di sudut-sudut dan mimbar-mimbar masjid. Bahkan jika tahun-tahun politik, agama bermetamorfosis menjadi politik identitas.

Penguasa menjadikan agama sebagai alat untuk menarik suara rakyat. Sungguh miris! Namun, inilah konsekuensi dari penerapan asas sekularisme. Rakyat harus membayar mahal atas semua pilihannya ini.

Ketiga, ormas seolah terjangkiti virus pragmatisme. Sebuah sikap yang tidak mampu melihat permasalahan secara jernih dan benar. Akhirnya solusi yang ditawarkan pun tidak menyolusi hingga ke akarnya.

Sangat wajar jika problem pertambangan di negeri ini semakin hari semakin beragam. Tersebab solusi yang diambil adalah solusi tambal sulam. Solusi yang tidak bersumber dari akidah/asas yang benar.

Inilah beberapa dalih yang menjadi kekhawatiran banyak orang jika ormas keagamaan terlibat dalam aktivitas penambangan. Fungsi utama sebagai penyampai kebenaran dan mengoreksi kesalahan (amar makruf nahi mungkar) akan sulit dilakukan. Kekhawatiran publik akan eksistensi ormas yang disinyalir akan dijadikan alat bagi penguasa untuk melegitimasi kezaliman yang terus berulang. Naudzubillah!

Jika demikian rusaknya pengelolaan SDA dalam sistem Kapitalisme, lalu bagaimana seharusnya pengelolaan barang tambang yang mampu menyejahterakan seluruh rakyat termasuk ormas keagamaan?

Mari simak bagaimana Islam dengan kesempurnaan aturannya mampu menjadikan seluruh kekayaan alam (termasuk tambang), menciptakan kesejahteraan tanpa batas.

Tambang dalam Pandangan Syariat

Hukum Islam terkait pengelolaan tambang sangat jelas dan detail. Negara diamanahi oleh syariat untuk mengelola tambang, dimana terkategori sebagai salah satu kepemilikan umum. Syariah telah mengatur semua SDA yang menjadi hajat hidup publik adalah milik umum yang harus dikelola sebaik-baiknya oleh negara dan diperuntukkan untuk kemaslahatan (kesejahteraan) rakyat.

Nabi saw. bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار

Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu: padang rumput, air, dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad).”

Nabi saw. pernah menarik kembali konsesi tambang garam yang sempat diberikan kepada Abyadh bin Hammal, setelah tahu depositnya berjumlah besar. Hal ini menjadi dasar hukum bahwa tambang-tambang yang memiliki deposit yang besar adalah terkategori kepemilikan umum.

Haram hukumnya diserahkan kepada swasta, baik perusahaan maupun ormas. Negara harus mengelolanya dengan cara mandiri dan independen sesuai syariat Islam. Tidak ada space bagi pihak/negara lain untuk mengintervensi kebijakan penguasa (khalifah).

Instrumen negara dalam mengelola tambang, diantaranya melibatkan para ahli di bidangnya. Mengupayakan semua potensi yang ada pada negara untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin. Misal dengan menggunakan peralatan yang canggih untuk eksplorasi.

Hasilnya akan dikembalikan ke seluruh rakyat, baik secara langsung maupun dalam bentuk pelayanan. Inilah periayahan paripurna dalam sistem Islam kaffah, yakni mengembalikan seluruh pengelolaan kepemilikan sesuai syariat-Nya.

Terkait ormas keagamaan (dalam hal ini para ulama), yang merupakan bagian dari masyarakat, memiliki fungsi amar makruf nahi mungkar. Peran ini sangat urgen dalam menjadikan segala aktivitas seluruh rakyat, termasuk penguasa berjalan di atas koridor syariat. Sehingga, ormas dalam Islam sangat jelas fungsinya. Tersebab syariat sudah mengatur dengan pengaturan yang sangat sempurna.

Oleh karena itu, petaka bagi umat jika para ulama malah menjadi stempel kebijakan zalim penguasa atau malah menjadi bemper penguasa untuk menghadapi umat. Rasulullah saw. mengingatkan bahwa golongan yang menjadi penyebab terbesar kerusakan umat adalah para ulama yang menjadi fasik.

Sabda beliau saw.:

Kerusakan umatku adalah oleh ulama yang jahat dan orang bodoh yang beribadah (tanpa ilmu). Seburuk-buruknya kejahatan adalah kejahatan ulama (HR. Ahmad).

Semoga ini menjadi bahan renungan bersama bahwa seluruh aktivitas kita di dunia ini harus disandarkan pada syariat-Nya, termasuk dalam mengelola tambang. Hanya dengan penerapan seluruh aturan Sang Pencipta, kesejahteraan bisa diraih dan dirasakan oleh semua makhluk. Bahagia di dunia dan selamat di akhirat, insyaallah!. Wallahualam bis Showab. (*)

 

Penulis:
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Dosen dan Pemerhati Sosial)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

 

Simak Juga:

error: Content is protected !!