Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Bencana Sumatra, Bukti Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme

103
×

Bencana Sumatra, Bukti Bahaya Perusakan Alam dalam Sistem Kapitalisme

Sebarkan artikel ini
St Naisah (Ummu Naura)
St Naisah (Ummu Naura)

OPINI—Indonesia kembali berduka, bencana longsor hingga banjir bandang menerjang sebagian wilayah Sumatra Barat, Sumatra Utara, Aceh, dan beberapa lainnya. Membuka mata kita semua bahwa penyebabnya tidak hanya karena faktor alam dan curah hujan yang sampai pada puncaknya banjir bandang terlihat sangat parah.

Namun lebih kepada kerusakan lingkungan yang sudah berlangsung lama yang telah dilakukan oleh pengusaha dan penguasa itu sendiri demi kepentingan mereka. Tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada warga yang ada di sekitar wilayah tersebut.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Dampak dari akibat bencana ini, yaitu rusaknya infrastruktur dan memakan banyak korban jiwa. Adapun info baru baru ini, update data sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Sabtu (6-12-2025) menyebutkan bahwa korban komeninggal dunia bertambah menjadi 867 orang, 521 orang hilang, 2.600 luka luka, 3,3 juta orang warga terdampak di 50 kabupaten/kita, dan 849.133 tinggal di pengungsian.

Sementara itu bangunan dan infrastruktur yang rusak tercatat 3.600 rumah rusakberat, 2.100 rusak sedang, 3.700 rusak ringan, 299 buah jembatan, 9 fasilitas kesehatan, 333 fasilitas pendidikan, dan lain lain.

Meski bencana ini telah memakan banyak korban, namun pemerintah tidak menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional. Selain pemerintah tidak menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional, Pemerintah juga melakukan penurunan alokasi dari sekitar Rp 2 triliun menjadi Rp 491 miliar.

Isu penurunan anggaran ini sebelumnya sempat memicu perhatian publik, terutama di tengah besarnya kebutuhan untuk menangani dampak banjir dan longsor yang terjadi secara masif di berbagai provinsi.

Adapun bencana yang terjadi saat ini bukan karena faktor alam atau sekadar ujian semata, tapi dampak kejahatan lingkungan yang telah berlangsung lama dan dilegitimasi kebijakan penguasa (pemberian hak konsesi lahan, obral izin perusahaan sawit, izin tambang terbuka, tambang untuk ormas, uu minerba, uu ciptaker, dll).

Sikap penguasa seperti ini sangat wajar dalam sistem sekuler demokrasi kapitalisme, yang dalam menentukan prioritas pembangunan tidak kenal konsep halal dan haram, sangat pro kepentingan modal, membuka ruang kongkalikong penguasa dan pengusaha untuk menjarah hak milik rakyat a.n pembangunan dan jauh dari paradigma perlindungan rakyat.

Musibah banjir dan longsor di Sumatra memperlihatkan bahaya nyata akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa mempertimbangkan daya dukung alam. Ketika hutan ditebang, tanah digali tanpa kendali, dan ruang resapan air digantikan oleh konsesi raksasa hingga menyebabkan bencana saat ini.

Salah satunya tampak dari pernyataan Presiden Prabowo saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) RPJMN di kantor Kementerian PPN/Bappenas (30 Desember 2024) lalu. Kala itu, Presiden justru menekankan soal urgensi menambah penanaman kelapa sawit tanpa rasa takut dengan isu deforestasi.

Ia mengatakan bahwa kelapa sawit juga merupakan pohon yang punya daun, mengeluarkan oksigen, dan menyerap karbon dioksida dan lainnya. Seakan ia ingin menyatakan bahwa pembukaan hutan untuk sawit tidak membahayakan dan bukan penyebab bencana alam.

Inilah bukti nyata penerapan sistem yang rusak yang melahirkan penguasa zalim dan efek dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya.

Islam dalam Al-Qur’an telah mengingatkan sebagaimana dalam QS. Ar-Rum (30) ayat 41 “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ayat ini memperingatkan bahwa tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap alam menyebabkan konsekuensi buruk, dan bencana alam yang terjadi adalah bagian dari cara Allah membuat manusia sadar dan kembali ke jalan yang benar. Menjaga lingkungan adalah bagian dari keimanan, dan larangan membuat kerusakan merupakan prinsip utama dalam Islam.

Negara dalam sistem Islam harus menggunakan hukum Allah dalam mengurusi semua urusannya, termasuk tanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar, serta memastikan semuanya berjalan tanpa merusak atau menzalimi rakyat.

Negara Islam tidak hanya fokus pada penanggulangan bencana, tetapi mengutamakan pencegahan berdasarkan kajian ilmiah para ahli. Setiap kebijakan—dari pembukaan lahan hingga pembangunan infrastruktur—harus mempertimbangkan keberlanjutan ekosistem.

Kemudian Negara juga siap mengeluarkan biaya untuk antisipasi pencegahan banjir dan longsor, melalui pendapat para ahli lingkungan. Dalam Islam, anggaran untuk menjaga nyawa rakyat adalah prioritas karena kembali lagi bahwa kepala negara bertindak sebagai ra’in (pengurus) bukan sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Hanya dengan hukum Allah, negara dapat meminimalisir terjadinya banjir dan longsor yang menyengsarakan rakyat. Pemimpin sebagai pemegang mandat dari Allah akan fokus setiap kebijakannya mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar.

Pemimpin akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah.

Oleh karena itu, kembalinya negara kepada hukum Allah adalah satu satunya solusi yang paling benar dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) dan penerapan Islam secara menyeluruh dapat membangun negeri yang aman, sejahtera dan lestari. Wallahu a’lam. (*)


Penulis:
St. Naisah
(Aktivis Muslimah)

Disclaimer:
Setiap opini, artikel, informasi, maupun berupa teks, gambar, suara, video, dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab masing-masing individu, dan bukan tanggung jawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!