OPINI—Praktik kecurangan dalam perdagangan beras, baik dari sisi timbangan maupun kualitas, kembali mencuat ke permukaan. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa beras oplosan bahkan sudah beredar di rak-rak minimarket dan supermarket. Dikemas seolah-olah berlabel premium, padahal kualitas dan kuantitasnya menipu.
Temuan ini merupakan hasil investigasi Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan. Hasilnya mencengangkan: sebanyak 212 merek beras tidak memenuhi standar mutu, mulai dari ketidaksesuaian berat kemasan, manipulasi komposisi, hingga label kualitas palsu. Beberapa di antaranya mencantumkan label “5 kilogram” padahal isinya hanya 4,5 kg. Banyak pula yang mengklaim sebagai beras premium, padahal kualitasnya biasa saja (Kompas.com, 13 Juli 2025).
Bukti Lemahnya Regulasi
Kecurangan dalam sistem sekuler-kapitalis bukanlah hal yang mengagetkan. Dalam sistem yang menjadikan keuntungan sebagai orientasi utama, praktik manipulatif sering kali dianggap lumrah. Bahkan yang haram pun bisa dianggap sah, selama menguntungkan secara materi.
Persoalan beras oplosan bukan satu-satunya ironi. Harga beras tetap mahal meski stok melimpah, distribusi beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) pun kerap tidak tepat sasaran. Fakta bahwa kecurangan ini terjadi di 10 provinsi dan menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99 triliun jelas menunjukkan lemahnya regulasi dan pengawasan. Tak tertutup kemungkinan, kasus serupa juga tersebar di wilayah lain.
Dalam negara yang menganut sistem kapitalisme demokratis, peran pemerintah cenderung terbatas sebagai regulator dan fasilitator. Sementara pengelolaan pangan sepenuhnya diserahkan pada korporasi dan pedagang swasta.
Akibatnya, kepentingan rakyat mudah terpinggirkan. Bisnis pangan dikuasai para pemilik modal yang berorientasi pada keuntungan semata. Mafia pangan tumbuh subur dan sulit diberantas karena lemahnya komitmen negara dalam menjamin keadilan distribusi dan perlindungan konsumen.
Islam Punya Solusi
Islam menawarkan sistem yang sangat berbeda. Seluruh aturan dalam Islam bersumber dari wahyu Allah SWT, bebas dari kepentingan manusia, dan menjamin keadilan serta kesejahteraan. Dalam pandangan Islam, negara berkewajiban menjadi ra’in (pelayan) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya.
Pemerintah bertanggung jawab penuh dalam menjamin ketersediaan dan distribusi pangan. Negara tidak boleh hanya menjadi pengatur, tetapi harus terlibat aktif dari hulu ke hilir. Setiap individu rakyat harus dijamin aksesnya terhadap pangan yang halal, tayyib (baik), dan terjangkau.
Pengawasan pun dilakukan secara menyeluruh. Rasulullah SAW sendiri memberi contoh tegas soal ini. Dalam sebuah riwayat, beliau menegur seorang pedagang yang menumpuk gandum basah di bawah gandum yang kering agar tampak bagus dari luar. Rasulullah bersabda, “Barang siapa menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim).
Tak hanya itu, dalam sistem Khilafah, negara mengangkat muhtasib—pejabat yang bertugas mengawasi pasar secara langsung. Mereka bertugas memantau, menindak kecurangan, dan menjaga agar praktik dagang tetap jujur. Pengawasan ini bukan hanya kuratif tetapi juga preventif, mencegah kezaliman sebelum terjadi.
Saatnya Kembali pada Sistem Islam
Islam menetapkan mekanisme distribusi dan stabilisasi harga yang adil. Negara bukan hanya pelindung, tetapi juga pengelola sumber daya strategis termasuk pangan. Hukum ditegakkan dengan tegas terhadap siapa pun yang melakukan penipuan seperti oplosan, penimbunan, hingga penggelembungan harga. Tujuannya jelas: mencegah distorsi pasar dan melindungi hak rakyat.
Sudah saatnya kita berpikir lebih mendalam: mengapa kasus-kasus seperti ini terus berulang? Jawabannya ada pada sistem. Selama sistem kapitalisme masih menjadi fondasi, maka praktik curang akan tetap tumbuh dan berkembang.
Hanya dengan kembali kepada sistem Islam, seluruh problem ini bisa diselesaikan sampai ke akar-akarnya. Sistem yang menempatkan amanah dan ketakwaan di atas segalanya. (*)
Wallahu a’lam bis-shawab.
Penulis: Ulfiah (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

















