JAKARTA—Selama tiga hari, dari Jum’at, 21 hingga Minggu, 23 Maret 2025, Aula Pendidikan Kader Ulama (PKU) Masjid Istiqlal, Jakarta, menjadi saksi berlangsungnya Pesantren Kilat (Sanlat) yang menggabungkan nilai-nilai keagamaan dengan wawasan ekonomi dan kebangsaan.
Kegiatan yang diinisias The Nusa Institut ini menggandeng berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama Republik Indonesia, Badan Pengelola Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar Office, dan Istiqlal Global Fund.
Sanlat ini dibuka Direktur The Nusa Institut, Dr. Saifuddin Zuhri, M.A., yang menekankan pentingnya kolaborasi antara literasi keagamaan dan kebangsaan.
“Sinergi ini diperlukan untuk mencetak generasi muda yang cerdas, beretika, dan berdaya saing,” ujarnya dalam sambutan pembukaan.
Salah satu momen istimewa dalam Sanlat ini adalah sesi yang dibawakan oleh Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, mengenai “Pengenalan Jenis-jenis Uang.”
Dalam presentasinya, Destry mengupas sejarah dan evolusi uang dari bentuk fisik seperti logam dan kertas hingga era uang digital yang kini berkembang pesat. Ia juga menyoroti peran Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai mata uang di tengah tantangan ekonomi global.
“Pemahaman tentang uang tidak hanya relevan dari sisi ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan prinsip syariah. Generasi muda harus melek finansial untuk menghadapi era ekonomi digital,” ungkap Destry.
Sesi ini diikuti dengan antusias oleh para peserta, yang mengajukan beragam pertanyaan, mulai dari cara mengenali keaslian uang hingga prospek uang digital berbasis syariah.
Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., turut hadir memberikan ceramah inspiratif tentang moderasi beragama dan peran ulama dalam menghadapi tantangan modernitas.
Ia menegaskan bahwa kegiatan seperti ini mampu memadukan pemahaman agama yang mendalam dengan wawasan kebangsaan yang kokoh.
“Sanlat ini adalah contoh nyata Islam wasathiyah yang menjawab kebutuhan zaman,” ujarnya.
Selain Destry dan Nasaruddin Umar, beberapa tokoh nasional juga mengisi rangkaian Sanlat dengan materi tentang akhlak, kepemimpinan, dan peran ulama dalam menjaga persatuan bangsa.
Peserta, yang berjumlah 39 orang dari berbagai daerah, dipilih melalui seleksi ketat untuk memastikan dedikasi mereka dalam mengikuti program ini.
Kegiatan tidak hanya terbatas pada sesi kelas. Para peserta juga mengikuti diskusi kelompok, simulasi kepemimpinan, dan ibadah bersama, menciptakan pengalaman holistik yang menggabungkan kecerdasan intelektual, spiritual, dan sosial.
Dr. Saifuddin Zuhri berharap Sanlat ini menjadi program tahunan yang berkelanjutan.
“Kami ingin mencetak ulama dan pemimpin muda yang mampu menjadi agen perubahan, tidak hanya dalam keagamaan tetapi juga di bidang ekonomi dan keuangan,” ujarnya.
Sanlat ditutup dengan penyerahan sertifikat kepada peserta dan penandatanganan komitmen bersama untuk mengembangkan literasi keagamaan dan ekonomi.
Dengan kolaborasi lintas institusi, kegiatan ini menjadi bukti bahwa sinergi antara agama dan negara dapat menghasilkan generasi unggul yang siap menghadapi tantangan masa depan. (Ag4ys)