Advertisement - Scroll ke atas
Opini

India Tawarkan Investasi Akan Menguntungkan? Aca atau Nehi?

537
×

India Tawarkan Investasi Akan Menguntungkan? Aca atau Nehi?

Sebarkan artikel ini
India Tawarkan Investasi Akan Menguntungkan? Aca atau Nehi?

OPINI—“Chori chori chupke-chupke” Judul film ini mungkin tidak asing lagi bagi generasi 90-an. Kalimat ini berarti “Diam-diam mencuri”. Artinya mungkin saja terdengar sarkas. Namun, seperti itulah faktanya, berbicara soal perampasan, mungkin hal yang paling merugikan adalah perampasan kekayaan negara apalagi dilegalkan oleh kebijakan atas nama investasi. Mirisnya, pihak asing maupun swasta berbondong-bondong melakukan teken kontrak dan kerja sama.

Beberapa waktu yang lalu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) menawarkan kerja sama industri sutera ketika Konsulat Jenderal (Konjen) India untuk Bali Shashank Vikram berkunjung ke provinsi itu, Selasa.(Makassar.antaranews.com, Rabu 8 Mei 2024).

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Usut punya usut Pada kunjungan tersebut sempat dibahas sejumlah potensi atau peluang kerja sama yang dapat dibangun oleh Pemerintah India dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, di antaranya, terkait industri pertanian, pariwisata, pendidikan, dan berbagai sektor lainnya.

Investasi kerap dilakukan dengan dalih perataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Berdasarkan data LKPM, realisasi investasi Sulsel di triwulan pertama berada di angka Rp2,5 triliun. 46,8% bersumber dari investasi Kota Makassar.

Meskipun angka investasi sudah tinggi, rupanya persoalan kemiskinan di Makassar belum juga tuntas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Makassar, jumlah penduduk miskin di Kota Makassar pada tahun 2023 mencapai angka 80,32 ribu jiwa.

Nyatanya, investasi yang tinggi ini belum mampu menyelesaikan persoalan kemiskinan di Kota Makassar. Inilah dampak dari penerapan ekonomi kapitalis yang merugikan rakyat. Hal tersebab sistem kapitalis menerapkan asas manfaat. Manfaat dalam hal ini adalah dari korporasi, untuk korporasi dan oleh korporasi.

Sebagai contoh dalam bidang maritim. Reklamasi hanya dinikmati oleh rakyat kelas menengah atas dan dikelola oleh korporasi ataupun asing. Rakyat kecil hanya menjadi pelaku UMKM kelas remah-remah. Dalam bidang lahan dan agraria, tanah dan hutan dikelola oleh korporasi demi kebutuhan ekspor yang nantinya diolah dan hasilnya dijual kemasyarakat dengan harga yg mahal.

Dalam bidang pendidikan, mahalnya SPP sekolah dan UKT perguruan tinggi menjadi biang kerok kandasnya mimpi anak bangsa dalam mengenyam Pendidikan. Belum lagi, stunting dan pengangguran di Makassar belum terurai.

Inilah wajah politik ekonomi dalam sistem kapitalis Dimana kesejahteraan itu hanya dimiliki para pemilik modal. Berbeda halnya dengan Islam dalam mengatur kesejahteraan rakyat.

Sementara dalam Islam, kepemilikan harta dikelompokkan dalam tiga aspek, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan negara. Dalam hal kepemilikan umum, negara dilarang memperjualbelikannya kepada individu atau swasta.

Satu-satunya yang berhak memelihara harta milik umum adalah negara. Hasil pengelolaannya wajib dikembalikan kepada rakyat. Karena pemilik kekayaan milik umum sejatinya adalah rakyat.

Hal ini berdasarkan pada hadis yang berbunyi, ”Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang gembalaan dan api (HR. Abu Dawud).

Sehingga, semua kekayaan alam seharusnya dikelola penuh oleh negara, bukan diserahkan kepada korporat. Demikian halnya dalam hal pendidikan, kesehatan, dan bidang lainnya.

Tak hanya itu, pemasukan negara dikelola oleh Baitul Mal dengan pemasukan yang memiliki 12 pos penerimaan, salah satunya adalah dengan melakukan optimasi penerimaan dari sumber daya alam yang berasal dari hutan, laut, dan mineral; lalu sumber daya kapital melalui industri yang negara miliki, serta sumber daya informasi seperti penemuan dan karya cipta. Tidak seperti saat ini dimana anggaran pembangunan bergantung pada modal investasi

Tampak jelas bahwa pembangunan dalam sistem Islam diarahkan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat. Tidak ada kesempatan bagi oligarki untuk mengambil keuntungan atas kebijakan yang ditetapkan. Oleh karenanya, sudah saatnya aturan Islam diupayakan untuk tegak demi terwujudnya kebahagiaan dunia akhirat. Wallahualam. (*)

 

Penulis:

Sri Wahyuni
(Aktivis Dakwah Kampus)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!