Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkab Sidrap
  • Pemkab Sidrap
  • Pemkab Maros
  • Universitas Dipa Makassar
  • Media Sulsel
Opini

Dampak Efisiensi Anggaran, Mudik Lebaran Kian Tak Nyaman

497
×

Dampak Efisiensi Anggaran, Mudik Lebaran Kian Tak Nyaman

Sebarkan artikel ini
Dampak Efisiensi Anggaran, Mudik Lebaran Kian Tak Nyaman
Sri Wahyuni, S.Pd (Penulis)
  • DPRD Kota Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • Pascasarjana Undipa Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Persoalan sarana transportasi telah menjadi cerita tahunan mudik lebaran, mulai dari jalanan berlubang hingga minimnya penerangan. Namun tahun ini kondisinya akan semakin parah imbas adanya efisiensi anggaran. Kementerian Pekerjaan Umum (PU) misalnya, tidak akan mengalokasikan anggaran untuk perbaikan jalan rusak. Namun hanya akan menganggarkan untuk perawatan jalan. Itupun hanya untuk menutup lubang, bukan melapisi dengan aspal baru.

Selain itu, efek efisiensi tersebut Ditjen Perhubungan Darat memberlakukan kebijakan baru pada mudik tahun ini. Program mudik berkualitas berkeselamatan yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah pemudik menggunakan sepeda motor, karena 70 persen-80 persen kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Namun, tahun ini hanya menyediakan 520 unit bus untuk 21.536 penumpang serta 10 unit truk untuk mengangkut 300 sepeda motor. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan tahun 2024 dengan kuota 700 bus untuk 30.088 penumpang, serta 300 truk untuk 900 unit sepeda motor.

Ditjen Perhubungan Darat menyatakan anggaran program mudik gratis menurun menjadi Rp 17 miliar, dari tahun sebelumnya sebesar Rp 20 miliar. Mudik Motor Gratis (Motis) menggunakan kapal laut PELNI pada Lebaran 2025 tidak tersedia.

Sementara pada mudik tahun 2024 terdapat 4.800 unit sepeda motor. Motis dengan kereta api tahun 2025 turun menjadi 7.424 unit motor dari tahun 2024 sebanyak 12.180 unit motor.

Selanjutnya terkait fasilitas tiket penumpang pada periode Motis Lebaran 2025, tiketnya untuk peserta adalah gratis. Berkurangnya petugas yang menjaga perlintasan kereta api (PJL) selama Lebaran karena takut ada temuan larangan merekrut tenaga honorer baru sesuai UU 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Sementara selama ini mayoritas pegawai penjaga pintu perlintasan yang direkrut oleh Pemerintah Daerah adalah honorer, contohnya Pemkab Jember. (Kompas.com, 20 maret 2025)

Sarana transportasi merupakan kebutuhan primer masyarakat. Karena itu semestinya dibangun dengan layak agar keselamatan pengguna terjamin. Bahkan harusnya terdapat anggaran khusus bukan hanya untuk perawatan namun juga perbaikan serta pemerataan pembangunan terlebih di daerah.

Namun keterlibatan swasta dalam tata kelola transportasi mengakibatkan banyak sarana transportasi yang justru berbayar mahal. Dampaknya, untuk bisa menikmati jalanan yang mulus pengguna jalan harus membayar dengan mahal.

Jalan Tol misalnya, untuk bisa mengaksesnya ada tarif yang harus dibayar. Tarif tol tersebut bervariasi tergantung pada rute dan jenis kendaraan. Juga setiap jalan tol memiliki tarif yang ditentukan oleh pihak pengelola tol berdasarkan panjang jalan tol dan golongan kendaraan.

Bukan hanya jalan tetapi angkutan umum baik di jalur darat, laut maupun udara banyak yang dikelola oleh swasta. Tentu saja dengan mekanisme demikian harganya menjadi lebih mahal. Tak jarang masyarakat cenderung menggunakan kendaraan pribadi seperti motor, bahkan ada yang menjadi penumpang ilegal kapal demi harga yang lebih murah.

Swasta adalah pengusaha, mindset pengelolaan sarana transportasi tentu adalah untuk kepentingan profit. Sehingga menyerahkan mekanisme transportasi sepenuhnya pada investor merupakan langkah yang tidak tepat. Hal ini akan mengakibatkan tarif transportasi berada dalam kendali swasta.

Sebaliknya Negara adalah pihak yang sepenuhnya menjamin penyediaan sarana transportasi yang terjangkau, aman dan nyaman. Karenanya tidak boleh melibatkan swasta dengan dalih mengurangi beban anggaran untuk subsidi dan pemeliharaan infrastruktur transportasi, serta dapat lebih fokus pada pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Apalagi jika hal tersebut dimaksudkan untuk menarik investor.

Islam dalam hal ini telah memberikan mekanisme yang sangat jelas dan tegas Bagaimana peran sebuah negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pertama mindset seorang pemimpin dalam Islam adalah sebagaimana hadist: “Imam (Khalifah) itu pengurus urusan rakyat dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus” (HR.Al-Bukhari dan Ahmad).

Dengan perannya tersebut maka seorang pemimpin akan totalitas mengurus hajat hidup rakyat karena merupakan kewajiban bagi seorang pemimpin yang kelak akan dihisab.

Dalam pengelolaan sarana transportasi Islam telah menetapkan sejumlah mekanisme. Pertama, tidak boleh mengkomersialkan fasilitas publik. Dalam hal ini termasuk jalan dan seluruh sarana transportasi terkait. Meski demikian swasta tetap boleh bergerak di bidang transportasi publik namun harus dengan kualitas yang sama baiknya dengan yang dimiliki oleh negara.

Kedua, penyediaan anggaran yang bersifat mutlak karena sarana transportasi merupakan kebutuhan publik.

Ketiga, pembangunan infrastruktur membutuhkan biaya yang sangat mahal oleh karena itu Islam memiliki sejumlah pos pemasukan seperti dari hasil pengelolaan SDA, yang diantaranya akan dialokasikan untuk kebutuhan sarana transportasi.

Dengan mekanisme yang demikian, sarana transportasi yang aman dan terjangkau bukan hanya bisa dirasakan pada saat kondisi tertentu.

Penulis: Sri Wahyuni, S.Pd

***

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!