Advertisement - Scroll ke atas
  • Bapenda Makassar
  • Pemkot Makassar
  • Pemkot Makassar
  • Stunting
  • Universitas Diponegoro
Opini

Katanya Telah Merdeka, Mengapa Asing Masih Berkuasa?

301
×

Katanya Telah Merdeka, Mengapa Asing Masih Berkuasa?

Sebarkan artikel ini
Katanya Telah Merdeka, Mengapa Asing Masih Berkuasa?
Magfirah Abdullah (Mahasiswi Pascasarjana UMI)
  • KPU Sulsel
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar
  • Banner DPRD Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Tepat 17 Agustus diperingati sebagai hari kemerdekaan Republik Indonesia. Merdeka atas penjajahan yang sebelumnya membelenggu. Tetapi nyatanya, hari ini kita belum benar-benar merdeka.

Jika dahulu sumber daya alam kita dikeruk paksa oleh para penjajah, hari ini sumber daya alam kita masih saja dirampok oleh negara luar, dengan dalih ‘investasi’. Sulawesi Selatan (Sulsel) sendiri menjadi salah satu provinsi yang memiliki sumber daya alam melimpah, maka wajar para investor berusaha untuk mencari kesempatan menanamkan modalnya di daerah-daerah yang ada di Sulsel.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Salah satu yang menarik para investor adalah investasi pengembangan industri baterai di Kabupaten Bantaeng, Sulsel. Ketertarikan ini sudah diumumkan Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia pada tahun 2023 lalu. Pengurusan izin kawasan tersebut bahkan masih terus diproses hingga saat ini.

Lebih lanjut, Try Mallobasi selaku Kepala Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Sulsel menargetkan IUKI (Izin Usaha Kawasan Industri) Bantaeng bisa keluar di tahun ini. Jika sudah mendapatkan IUKI, tiga negara yakni Inggris, Swiss, dan Belgia telah siap mengucurkan investasi di kawasan tersebut.

Sepanjang tahun 2024, Sulsel memang mendapat banyak investasi di berbagai sektor. DPM-PTSP Sulsel mencatat realisasi investasi di Sulsel mencapai Rp2,507 triliun pada Triwulan I (Januari-Maret) 2024 dan pada triwulan II (April-Juni) tahun 2024 mencapai Rp3,483 triliun.

Dilansir dari media detik.com, 14/05/2024, pada Triwulan I, sektor pertambangan memberi kontribusi paling besar mencapai Rp 468 miliar (18,68%), lalu menyusul sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp 439 miliar (17,53%), sektor industri makanan Rp 301 miliar (12,03%). Sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi Rp 294 miliar (11,75%) dan jasa lainnya Rp 268 miliar (10,72%).

Lalu, pada Triwulan II, dilansir dari laman PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Sulsel pada 8 Agustus 2024, sektor usaha dengan nilai realisasi terbesar masih dipegang pertambangan yang mencapai Rp691 Milliar.

Selanjutnya sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin, dan perlatannya Rp637 Milliar, sektor transportasi, gudang, dan telekomunikasi Rp543 Milliar. Kemudian pada sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp342 Milliar, dan sektor perdagangan dan reparasi Rp289 Milliar.

Sistem Kapitalisme Hanya Menguntungkan Para Kapitalis

Dengan melihat persentase angka investasi di atas, tentu masyarakat memiliki harapan yang sangat besar untuk peningkatan kualitas kehidupan, khususnya di Sulsel. Namun, pada faktanya, banyaknya investasi tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat kebanyakan.

Sangat disayangkan, justru ketimpangan sosial yang terjadi. Terlihat yang diuntungkan hanya segelintir elit kapitalis yang menanamkan modalnya. Mereka menggunakan sumber daya alam Indonesia untuk memperoleh banyak keuntungan. Di sisi lain, dominan masyarakatnya semakin terpuruk.

Meskipun investasi asing sering kali diikuti dengan janji untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih besar, tetapi pada faktanya tidak selalu demikian. Beberapa investasi asing justru memanfaatkan tenaga kerja murah dan tidak memberikan jaminan perlindungan yang cukup bagi pekerja. Maka, wajar saja jika banyaknya investasi tidak menjamin kesejahteraan pada suatu wilayah.

Begitu pula yang terjadi di Sulsel, menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang merilis jumlah penduduk miskin se-Sulawesi hingga Maret 2024. Ternyata, jumlah penduduk miskin terbanyak berada di Sulsel dengan jumlah 736.480 orang.

Data di atas memperlihatkan bahwa sistem ekonomi kapitalisme yang digunakan hari ini, tidak mampu memberikan kesejahteraan yang merata pada rakyat. Namun, hanya menguntungkan elit kapitalis. Sehingga, yang akan terus terjadi hanya ketimpangan ekonomi. Sebab, perekonomian dalam sistem ini, hanya berputar pada orang-orang yang telah menguasai perekonomian.

Sistem Islam dan Kemandirian Mengelola Sumber Daya Alam

Di dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam (SDA) diserahkan kepada negara. Negara/Daulah Islam, tidak hanya sebagai regulator, tetapi sebagai perisai atau pelindung dan pengurus rakyat. Mengelola dan mendistribusikan sumber daya alam untuk menjamin keamanan dan kesejahteraan rakyat.

Negara mengelola sumber daya alamnya secara mandiri tanpa dikuasai oleh negera lain. Kalau pun negara kekurangan tenaga maupun teknologi untuk mengelolanya, maka boleh bekerja sama dengan swasta, tetapi hanya sebatas kontrak ijarah atau sewa jasa. Paling penting tidak ada pelanggaran hukum syarak di dalamnya.

Selanjutnya SDA yang sifatnya tidak terbatas terkategori kepemilikan umum. Artinya, selamanya adalah milik rakyat dan kepemilikannya tidak boleh dipindahkan kepada individu, swasta, apalagi kepada swasta asing. Pemanfaatan dari SDA ini digunakan untuk kemakmuran rakyat secara umum, baik diberikan secara langsung maupun dalam bentuk pelayanan.

Di dalam hadits riwayat Tirmidzi dari Abidh bin Hamal al-Mazani, sesungguhnya dia bermaksud meminta tambang garam kepada Rasulullah maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang berada di dalam majelis: “Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana memberikan air yang mengalir.”

Akhirnya Rasulullah bersabda “Kalau begitu tarik kembali darinya”. Syekh Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Awal fi Daulah Khilafah menjelaskan tindakan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang meminta kembali tambang garam yang telah diberikan kepada Abid bin Hamal, dilakukan setelah mengetahui bahwa tambang garam tersebut jumlah depositnya sangat banyak dan tidak terbatas.

Demikianlah sistem yang diterapkan oleh daulah Islam. Kesejahteraan rakyat dapat diperoleh secara merata dan tidak ada jalan bagi swasta apalagi asing/aseng untuk menguasainya. Sehingga sangat wajar jika pada abad pertengahan, ketika Islam dijadikan sebagai aturan kehidupan, mampu mencapai puncak peradaban dengan kegemilangan yang luar biasa dalam berbagai sektor kehidupan.

Maka, satu-satunya solusi yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi dan pengelolaan sumber daya alam saat ini adalah dengan kembali menerapkan aturan dari Sang Pencipta, yang telah terbukti dapat memecahkan beragam permasalahan. Wallahu a’lam bishawab. (*)

 

 

Penulis: Magfirah Abdullah (Mahasiswi Pascasarjana UMI)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

  • DPPKB Kota Makassar
error: Content is protected !!