OPINI—Masa pelajar adalah masa transisi yang penuh dinamika dan tantangan, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Di Indonesia, tantangan yang dihadapi generasi muda, khususnya pelajar, semakin kompleks.
Fakta menunjukkan bahwa problematika remaja kini semakin mengarah pada dekadensi moral yang memprihatinkan. Perundungan, perilaku seks bebas, aborsi, narkoba, dan kriminalitas hanyalah beberapa contoh dari manifestasi krisis moral yang dihadapi oleh generasi saat ini.
Kejadian-kejadian seperti dekadensi moral tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga semakin banyak ditemukan di desa-desa yang sebelumnya dianggap jauh dari masalah tersebut.
Ditambah dengan penggunaan media sosial yang tanpa batas, semua orang, termasuk remaja bisa dengan mudah mengakses konten yang tidak pantas dan informasi negatif.
Kurangnya penyaringan di media sosial membuat banyak remaja terpapar hal-hal yang tidak mendidik, sehingga mereka terbiasa dengan lingkungan yang buruk dan perilaku yang menyimpang.
Di tengah kemerosotan moral ini, muncul pertanyaan mendasar: apakah upaya pemerintah dalam menangani masalah remaja ini? Apakah sudah sesuai dengan akar persoalan yang sebenarnya?
Dalam meresponsnya, pemerintah telah mengupayakan berbagai hal untuk mengatasi krisis moral tersebut. Seperti mengeluarkan kebijakan pemantauan dan sensor terhadap konten negatif, yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, sejalan dengan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Watimpres.go.id).
Membuat program pendidikan karakter di sekolah-sekolah yang diharapkan dapat mengatasi krisis moral, kurikulum yang mencakup nilai-nilai moral dan etika harus diberikan supaya siswa memiliki pemahaman yang baik perihal pentingnya integritas dan kejujuran (Kompasiana.com).
Selain itu, untuk membentuk karakter remaja, pemerintah juga membuat program moderasi beragama melalui Kementrian Agama dengan menjangkau generasi muda di kalangan pelajar.
Program moderasi beragama yang dijalankan Kementerian Agama ini bertujuan menanamkan nilai-nilai moderasi sejak dini yang diharapkan dapat membentuk para pelajar yang cinta damai dan toleran.
Selain itu, terdapat empat sikap moderasi beragama yang perlu disosialisasikan kepada para pelajar, yakni komitmen kebangsaan, antikekerasan, sikap toleransi, dan penerimaan terhadap tradisi lokal (detikhikmah, 11/09/24).
Namun, pada faktanya moderasi beragama ini bertujuan untuk menangkal radikalisme di kalangan pelajar. Program ini didorong oleh kekhawatiran atas berkembangnya ideologi-ideologi ekstrem yang dianggap dapat mengancam stabilitas negara.
Program tersebut memunculkan kritik yang kuat dari beberapa kalangan. Mereka menilai bahwa langkah ini bukanlah solusi yang menyentuh akar persoalan yang dihadapi oleh remaja saat ini.
Pada program moderasi dikalangan pelajar diberikan untuk menjaga agar generasi muda tidak beralih pada pemikiran ekstrim, pemikiran ekstrim itu adalah pemahaman Islam yang lebih mendasar, yang dianggap sebagai ancaman bagi ideologi dominan, yaitu kapitalisme.
Negara-negara Barat yang mendukung penyebaran pemikiran moderasi beragama, khawatir dengan kebangkitan kembali ideologi yang mengancam sistem kapitalisme di Indonesia.
Bagaimana mungkin masalah remaja seperti perundungan, seks bebas, narkoba, tawuran, dan kriminalitas lainnya dapat diselesaikan dengan moderasi beragama, padahal keduanya adalah hal yang berbeda?
Moderasi beragama lebih berfokus pada penanaman sikap toleransi dan pencegahan radikalisme, sementara akar masalah remaja tersebut lebih bersifat sosial, moral, dan psikologis.
Solusi yang ditawarkan pemerintah, seperti moderasi beragama, tampaknya belum secara langsung menyentuh akar masalah dekadensi moral dan perilaku menyimpang yang kerap terjadi di kalangan remaja.
Maka dapat disimpulkan bahwa sebenarnya permasalah yang terjadi di kalangan pelajar dan solusi yang ditawarkan oleh pemerintah sendiri tidak menyentuh akar permasalah di kalangan pelajar itu sendiri. Sehingga dalam benak kita akan muncul pertanyaan, solusi dari mana dan yang seperti apa yang baik untuk kalangan pelajar Indonesia saat ini?
Islam memiliki solusi yang menyeluruh dan menyentuh akar persoalan. Islam bukan sekadar agama dalam arti ritual dan peribadatan, tetapi juga merupakan ideologi yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk pendidikan, moral, dan sosial.
Dalam pandangan Islam, krisis moral yang dialami oleh pelajar tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan yang setengah-setengah.
Dibutuhkan sistem yang komprehensif yang dapat mencetak generasi yang berakhlak mulia, tangguh, produktif, dan siap membangun peradaban yang lebih baik.
Sistem pendidikan Islam berperan penting dalam mencetak generasi semacam ini, di mana kurikulum pendidikan tidak hanya difokuskan pada pencapaian akademik, tetapi juga pada pembentukan akhlak dan kepribadian Islam yang kokoh.
Sistem pendidikan dalam negara Islam (Khilafah) tidak akan terkontaminasi oleh pemikiran Barat yang sering kali mengaburkan nilai-nilai Islam. Sebaliknya, negara akan memastikan bahwa pendidikan yang diberikan kepada generasi muda adalah pendidikan yang murni berdasarkan ajaran Islam.
Dengan demikian, remaja tidak hanya disiapkan untuk menjadi individu yang sukses secara materi, tetapi juga individu yang memiliki integritas moral dan spiritual yang kuat.
Pada akhirnya, pembentukan generasi muslim yang tangguh, produktif, dan berakhlak mulia hanya bisa dicapai dengan penerapan Islam secara kafah. Tanpa sistem yang jelas dan tegas, remaja akan terus berada dalam kebingungan moral dan terombang-ambing oleh berbagai pemikiran yang bertentangan dengan Islam.
Khilafah adalah solusi yang menawarkan harapan bagi generasi masa depan, bukan hanya sebagai penjaga moralitas, tetapi juga sebagai sistem yang membangun peradaban yang mulia di bawah naungan syariat Islam. (*)
Penulis: Muslimah Nur Irfan (Alumni Universitas Hasanuddin)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.