Advertisement - Scroll ke atas
  • Bapenda Makassar
  • Selama Tahun Baru 2025
  • Universitas Diponegoro
  • Media Sulsel
Opini

Pajak Naik Kok Bangga, Jelas Rakyat Terzolimi

503
×

Pajak Naik Kok Bangga, Jelas Rakyat Terzolimi

Sebarkan artikel ini
Sri Dewi Kusuma, S.Si
Sri Dewi Kusuma, S.Si.
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Baru-baru ini ramai mengenai wacana naiknya tarif pajak, pemerintah memastikan akan menerapkan kebijakan baru perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2025. Kebijakan baru itu adalah kenaikan tarif PPN menjadi 12% per 1 Januari.

Menteri koordinasi bidang perekonomian Airlangga Hartanto menyebutkan kenaikan tarif PPN ini merupakan amanat dari undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menurut dia Pelaksanaan tarif PPN baru ini dilanjutkan karena masyarakat sudah memilih pemerintah baru dengan program keberlanjutan dari persiden Joko Widodo.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Pertama tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan, tentu kalau keberlanjutan program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN, kata Airlangga di kantornya, Jakarta, dikutip pada senin (18/3/2024)

Pelaksanaan tariff baru PPN tersebut akan merujuk pada UU HPP yang telah disahkan pada oktober 2021. Berdasarkan UU HPP pasal 7 ayat UU HPP, tarip yang sebelumnnya sebesar 10% diubah menjadi 11 % pada 1 April 2022. Lalu kembali dinaikan menjadi 12 % paling lambat 1 januari 2025.

Penerapan tarif baru ini tentu akan berdampak pada cara penghitungan PPN nantinya. Tarif baru ini juga akan mempengaruhi masyarakat karena konsumen menjadi pihak yang menanngung kenaikan tersebut.

Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut ini merupakan penjelasan mengenai apa itu PPN, pengertian PPN dikutif dari kementerian keuangan learning center, pajak pertambahan nilai (PPN) merupakan pajak atas komsumsi barang dan jasa di dalam daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur produksi dan distribusi.

PPN merupakan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Diktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. PPN berbeda dengan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, seperti pembelian makanan di restoran, hotel atau jasa sewa tempat parker dan tempat hiburan. (Jakarta, CNBC Indonesia)

Pada peringatan hari pajak 14 Juli lalu, Menkeu Sri Mulyani mengatakan bahwa pajak merupakan tulang punggung dan instrument penting bagi bangsa dan negara menjadi maju. (kompas,2024). Dengan bangga juga disampaikan bahwa penerimaan negara yang berasal dari pajak meningkat setiap masa.

Ia mengatakan, pada 1983, penerimaan pajak hanya sebesar Rp13 triliun, kemudian merangkak naik pada masa repormasi (1999-2000) sebesar Rp400 triliun. Lalu hingga saat ini, penerimaan pajak terus meningkat dan ditargetkan dapat menyentuh Rp1.988,9 triliun pada 2024 (kompas, 2024)

Negara memungut pajak dari penghasilan badan usaha ataupun perorangan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah.

Berbanding jauh jika sumber-sumber ekonomi yang ada dikelola langsung oleh negara sebagai milik umum, meskipun negara ini terkenal kaya dengan sumber danyanya yang banyak, namun pemerintah belum perna mampu mensejahterkan rakyatnya, sebab sumber daya yang kita miliki tidak dikelola langsung justru sebagai bahan rebutan pengusaha yang berkolaborasi dengan para penguasa.

Andai saja sumber daya ini dikelola oleh Negara maka rakyat akan terjamin kesejahteraanya, tapi sayangnya Negara masih menganut sistem kapitalis.

Diberlakukannya pajak saat ini, karena Negara yang menerapkan sistem kapitalis yang tidak mengenal pengaturan tentang kepemilikan (kepemilikan yang seharusnya bisa menjadi sumber pendapatan Negara), sehinnga pemasukan Negara sistem kapitalis bertumpu hanya pada pajak, Negara sistem kapitalisme juga hanya berlaku sebagai fasilitator dan regulator saja sehingga urusan untuk pembangun dan kesehjateraan rakyat maka rakyat sendirilah yang berusaha dengan membayar pajak

Dengan adanya wacana kenaikan tarif pajak, jelas ini bukan merupakan suatu kebanggaan justru rakyat akan terzolimi dengan wacana tersebut.

Andai saja negara mau mengelola sumber daya yang ada maka rakyat akan merasakan kesehjateraan, tapi justru perekonomian kita dikelolah oleh asing contoh tambang emas dikelolah oleh PT Freeport, timah, batu bara , minyak dan lain sebagainya semua di kelolah oleh asing, seharusnya seluruh sumber daya alam dan kekayaan bangsa ini harus dikembalikan pada rakyat untuk kepentingan kesehjateraan.

Negara kita Negara yang kaya dan seluruh SDA ada di negara kita namun sayangnya masih banyak rakyat yang miskin dan menderita padahal kita hidup di Negara yang kaya, andai saja sumber daya ini di kuasai sepenuhnya oleh bangsa pasti rakyat tidak ada yang sengsara atau miskin, Sampai kapanpun jika sistem kapitalis ini masih digunakan maka kita akan tetap terzolimi.

Dalam sistem islam ada banyak sumber penerimaan negara dengan jumlah besar, hal ini sejalan dengan sistem kepemilikan yang ditetapkan oleh islam dengan pengelolaannya yang sesuai dengan system ekonomi islam

Dalam hadis dikatakan, ”kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Maksudnya adalah segala kekayaan alam, baik padang rumput, hutan, sungai, laut, barang tambang, gas alam ataupun minyak bumi adalah milik rakyat dan negara wajib mengelola dan memberi hasil pengelolaan kepada masyarakat secara merata.

Haram membiarkan pengelolaan sumber daya alam ke pihak swasta maupun individu. Selain dari pengelolaan SDA, islam juga mengatur pemasukan dari berbagai sektor. Misalnya jizyah, fai, kharaj dan ghanimah. Semua pemasukan itu akan membuat kas negara (baitul mal) terisi dan bisa digunakan negara untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya.

Pajak yang diberlakukan dalam baitul mal sangat berbeda dengan sistem pajak hari ini, baik ditinjau dari aspek subjek pajak, objek pajak, maupun tata cara pemungutannya. Kalaupun ada persamaan penggunaan istilah “pajak”, ini semata karena sama-sama dipungut dari Negara.

Adapun pajak dalam sistem islam dekenal dengan istilah dharibah yang artinya jalan terakhir yang diambil apabila baitul mal dalam kondisi betul-betul kosong dan sudah tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dan dalam kondisi ini pajak diberlakukan hanya untuk kaum muslim saja. Pengambilan pajak dilakukan dari sisa nafkah (setelah dikurangi kebutuhan hidup), dan harta orang-orang kaya yaitu dari sisa pemenuhan kebutuhan primer dan sekundernya yang makruf.

Pajak dipungut berdasarkan kebutuhan baitul mal dalam memenuhi kewajibannya. Pajak tidak boleh dipungut melebihi kebutuhan sebagaimana mestinya. Apabila Kebutuhan baitul mal sudah terpenuhi dan sudah mampu memenuhi kewajiban-kewajibannya dari sumber penerimaan rutin, pungutan pajak harus dihentikan. Pajak dalam islam diterapkan secara temporal, bukan menjadi penerimaan rutin sebagaimana yang kita rasakan hari ini.

Sumber pendapatan dari kepemilikan umum yang berpotensi besar memberikan pendapatan terbesar bagi negara. Negara mengelola kepemilikan umum secara mandiri dan sistem keuangan seperti ini hanya ada pada Negara islam sebagai landasan aturannya.

Negara islam akan menjamin kesehjateraan rakyat dengan pengelolaan sumber pemasukan sesuai syariat islam dan Sudah saatnya negeri ini untuk berbenah secara sistemis, dengan penerapan sistem islam secara kaffah, kebijakan Negara akan mengacu pada hukum-hukum syariat sehingga negara tidak akan bingung mencari sumber pendapatan Negara. Wallahu a’lam bish shawwab. (*)

 

 

Penulis: Sri Dewi Kusuma, S.Si

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!