Ulah Kapitalisme
Kolapsnya keuangan Sri Lanka harusnya menjadi pelajaran penting bagi seluruh negara di dunia yang mengadopsi sistem kapitalisme, sekaligus menjadi contoh konkret atas buruknya sistem tersebut. Yang mana sudah kita ketahui bersama, sistem kapitalisme ini legitimasinya adalah materi, untung dan rugi.
Negara-negara yang mengadopsi sistem kapitalisme ini (tak terkecuali Indonesia) akan dijadikan budak ekonomi oleh IMF (International Monetary Fund) yang berafiliasi dengan PBB besutan Amerika Serikat (yang juga merupakan negara pengusung sistem kapitalisme).
Sistem kapitalisme inilah yang menjadi pagar bagi negara pengusungnya agar tetap eksis dan kaya, padahal jika dipikir-pikir negara-negara barat tak memiliki sumber daya alam yang potensial dibanding negara-negara kecil dan berkembang, seperti Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah berupa tambang minyak, gas, emas, dan lainnya.
Lihat saja efek dari menumpuknya utang luar negeri, sudah berapa banyak korporasi asing yang menguasai sektor-sektor vital sumber daya alam di Indonesia? Tak terhitung. Bahkan BMUN sekalipun tak mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara mandiri, semua ada campur tangan dari ‘luar’.
Semakin sering dan banyak kita berutang maka semakin mudah negeri ini di intervensi oleh pihak luar. Hampir tak punya power untuk sekedar menolak apalagi melawan.
Jika saja Indonesia mau berkaca pada negara-negara yang bangkrut akibat pinjaman kepada IMF, maka barangkali sudah saatnya berhenti dan mulai melihat opsi lain yang lebih relevan, yakni sistem Islam.
Kenapa Tidak Dengan Islam?
Mungkin sebagian masyarakat masih bingung, mengapa Islam bisa dikatakan sebagai sebuah sistem. Itu karena Islam bukanlah sekedar agama ritual, melainkan Islam adalah sebuah ideologi. Dalam Islam, Allah telah menetapkan aturan hidup yang komprehensif namun relevan hingga akhir zaman.
Itu semua tertuang dalam Syariat Islam. Apabila Syariat Islam ini diterapkan dalam sebuah negara, maka negara tersebut disebut dengan Pemerintahan Islam (Khilafah Islmaiyah). Dalam Sistem Islam, tentu ada juga perbendaharaan negara atau saat ini disebut dengan APBN. Namun dalam Khilafah, APBN disebut dengan Baitul Mal.
Baitul Mal ini memiliki pos-pos pemasukan dan pengeluaran. Untuk pemasukan akan diperoleh dari zakat, kharaj, jizyah, fa’i, ghanimah, kafarat, dan wakaf. Sedangkan pengeluaran akan diperuntukkan bagi seluruh kaum muslimin dan warga negara dalam pemerintahan Islam sekalipun ia non-muslim.
Sehingga, utang bukanlah menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan kas negara. Bahkan, dalam pemerintahan Islam tak ada namanya utang kepada negara luar apalagi dengan menggunakan syarat ribawi. Jelas ini suatu perkara yang haram.
















