OPINI—Sungguh miris nasib rakyat di negeri ini, setelah dikecewakan dengan pertamax oplosan, kini rakyat harus menelan pil kekecewaan lagi dengan minyakita yang juga dioplos. Yang mana Minyakita ini merupakan bagian dari kebijakan subsidi pemerintah untuk menyediakan minyak goreng dengan harga terjangkau bagi masyarakat. Khususnya bagi kalangan menengah ke bawah.
Kasus oplosan minyakita ini terungkap dalam inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ke Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, sebagaimana yang dilansir dari asianpost.id pada 9 Maret 2025.
Tak hanya dioplos. Kemasan MinyaKita juga disunat volumenya. Dibungkus botol kemasan 1 liter, tapi isinya 750 mililiter. Selain itu, harga jualnya juga tidak sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Di kemasan tertera harga Rp15.700 per liter, namun di pasaran minyak ini dijual dengan harga Rp18.000 per liter.
Sungguh, kecurangan yang terjadi dipasaran membuat rakyat dirugikan, apalagi di bulan Ramadan ini disaat kebutuhan bahan pokok meningkat. Tingkat ekonomi rata-rata rakyat yang rendah, membuat mereka hanya mampu membeli minyakita yang terjangkau. Lantas, jika minyakita juga dioplos, dikurangi takarannya, rakyat harus bagaimana? Kemana mereka harus mengadukan kerugian yang dialaminya?
Negara Hanya Regulator
Dengan kasus ini, kembali negara menunjukkan kegagalannya dalam mengatasi kecurangan para korporat yang berorientasi keuntungan. Nampak aparat seringkali hanya memberikan gertakan berupa penutupan perusahaan terkait. Namun, gagal memberikan tindakan tegas hingga kasus serupa sering terulang kembali. Negara tampak lemah dihadapan korporat yang memproduksi kebutuhan pokok rakyat. Padahal seharusnya negara harus berpihak kepada rakyatnya, bukan kepada korporat-korporat itu.
Adalah keniscayaan, negara yang menjadikan sistem kapitalisme sebagai landasan dalam mengatur segala aspek kehidupan akan melahirkan penguasa yang abai terhadap kepentingan rakyat. Sudah rahasia umum, negara baru bertindak setelah adanya kejadian yang merugikan rakyat. Sistem ini pun menjadikan negara tidak lagi menjalankan peran utama sebagai pengurus dan pelindung pelindung bagi rakyatnya.
Hal ini akan terus terjadi selama sistem kapitalisme diterapkan di negeri ini. Sebab, sistem ini meniscayakan distribusi kebutuhan pangan ada di tangan korporasi bukan di tangan negara. Sedangkan negara hanya hadir untuk menjamin bisnis yang kondusif bagi para kapital, termasuk bisnis minyak goreng.
Selain itu, tak ada pemberian sanksi yang menjerakan jika mendapati perusahaan melakukan kecurangan. Ini sebagai akibat dari ketergantungan negara pada korporat, dalam hal penyediaan bahan pangan. Hal ini semakin menunjukkan bahwa negara begitu abai dalam mengurusi kepentingan rakyatnya.
Selain itu, penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberalisme telah memberikan kebebasan sebesar-besarnya bagi para korporat dalam menguasai rantai produksi hingga distribusi pangan, dari sektor hulu hingga hilir. Sementara negara hanya bertindak sebagai regulator dan fasilitator yang akan melancarkan aksi para korporat tersebut. Regulasi yang hanya menguntungkan para korporat, sementara rakyat menjadi korban yang diirugikan.
Tanggung Jawab Negara
Beda halnya ketika Islam dijadikan sebagai landasan hidup. Melalui penerapan Islam secara kaffah dalam institusi negara dengan politik ekonomi islamnya akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat seperti pangan, sandang dan papan bagi seluruh rakyat. Selain itu, negara akan memberikan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier rakyat. Dan salah satu pendekatan yang dilakukan adalah dengan memastikan kebutuhan pokok masyarakat tetap terjangkau.
Untuk itu, Islam menetapkan pengaturan hajat hidup rakyat berada di bawah kendali penguasa. Sebab pemimpin adalah raa’in atau pengurus umat. Paradigma dalam mengurus rakyat adalah pelayanan, bukan bisnis atau keuntungan. Karena itu, pengaturan hajat hidup rakyat termasuk pengelolaan pangan tidak boleh diserahkan kepada korporasi, hulu hingga hilir.
Bahkan dalam hal distribusi minyak goreng, negara tidak akan membiarkan dikuasai oleh pasar bebas yang hanya mengutamakan keuntungan. Karena itu, negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pangan termasuk minyak goreng, sampai ke tangan konsumen dengan harga yang wajar dan dengan kualitas yang terjamin.
Negara juga akan mengatur rantai distribusi untuk menghindari manipulasi harga oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan memastikan bahwa minyak goreng yang sampai ke konsumen adalah produk yang sah tanpa ada pengurangan takaran atau oplosan yang merugikan atau praktek penimbunan yang merugikan konsumen.
Selain itu, untuk mengatasi penyimpangan distribusi pangan, maka negara akan menugaskan Qadhi hisbah melakukan inspeksi pasar. Jika ditemui ada kecurangan, maka negara akan memberikan sanksi tegas bahkan pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi hingga perdagangan.
Alhasil, hal ini hanya dengan penerapan sistem Islam secara kaffah yang akan mampu mewujudkan akses setiap individu rakyat terhadap kebutuhan pokok mereka secara berkualitas. (*)
Wallahu a’lam
Penulis: Hamsina Halik
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.