Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Media Sulsel
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Fenomena Anak Jalanan dan Problematika yang Dihadapi

317
×

Fenomena Anak Jalanan dan Problematika yang Dihadapi

Sebarkan artikel ini
Fenomena Anak Jalanan dan Problematika yang Dihadapi
Mansyuriah, S. S (Alumnus Prodi Sastra Arab UNHAS)
  • Pemprov Sulsel
  • HUT Sulsel ke-355
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Pasal 34 UUD 1945 mengatur tanggung jawab negara dalam memelihara fakir miskin dan anak terlantar. Salah satu bentuk implementasinya adalah melindungi dan memenuhi hak-hak anak-anak jalanan.

Adapun pihak yang paling berwenang mengurus masalah ini yaitu kementerian sosial yang bertanggung jawab untuk menangani anak terlantar di setiap daerah. Untuk melaksanakan program kerjanya, maka kementrian sosial dibantu oleh dinas sosial wilayah setempat.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Namun kenyataanya, masalah masyarakat jalanan, terlebih anak jalanan, gelandangan dan pengemis masih menjadi problem menahun dan menjadi tantangan serius hingga saat ini.

Misalnya saja Makassar, jumlah anak jalanan dan gelandangan di Makassar mengalami peningkatan. Berdasarkan survei Dinas Sosial Kota Makassar, 69% anak jalanan turun ke jalan karena masalah ekonomi. Faktor lingkungan dan keluarga yang tidak harmonis menjadi penyebab 31% anak jalanan turun ke jalan.

Walhasil, penanganan anak jalanan (Anjal) dan gelandangan pengemis (Gepeng) masih menjadi masalah sosial belum terselesaikan di Kota Makassar hingga sekarang ini, bahkan cenderung melemah.

Pjs Wali Kota Makassar, Andi Arwin Azis mengakui bahwa operasi anjal gepeng mengendor. (tribuntimur, 10/10/2024). Lalu apa sebenarnya yang menjadi penyebab Anjal dan Gepeng menjadi fenomena yang terus meningkat hingga hari ini?

Beberapa Penyebab

Nasib anak-anak hari ini berada dalam dunia serba gelap. Berbagai permasalahan melingkupi ruang hidupnya, seperti tekanan mental, sosial, psikologi, bahkan ekonomi, telah merampas dunia ceria mereka.

Jika ditelisk, maka maraknya Anjal dan Gepeng ini berkorelasi dengan:

(1) Jumlah kesmiskinan yang terus meningkat, anak-anak tidak punya pilihan selain tidak bersekolah karena tuntutan ekonomi dan kondisi keuangan keluarga yang minim. Akhirnya tidak jarang dari mereka memilih untuk hidup di jalanan untuk mengais “rejeki”, mulai dari mengemis, mengamen, jadi juru parkir liar, bahkan jadi manusia silver, uang yang mereka hasilkan jumlahnya bisa sampai jutaan rupiah per bulan.

(2) Pendidikan yang terbatas, akses yang terbatas terhadap pendidikan yang berkualitas, terutama di kalangan keluarga miskin, menyebabkan banyak anak-anak putus sekolah dan turun ke jalan.

(3) Hilangnya fungsi keluarga, masalah dalam keluarga seperti perceraian, kekerasan domestik, atau pengabaian juga menjadi faktor pendorong anak-anak keluar dari rumah dan mencari tempat di jalanan.

Sisi lain, erat kaitannya juga dengan keterbatasan program pemerintah untuk perlindungan anak dan kesejahteraan sosial dapat memperburuk situasi. Program yang ada mungkin tidak cukup menjangkau atau tidak tepat sasaran dalam membantu anak-anak yang berisiko menjadi anak jalanan.

Ditambah lagi faktor lingkungan sekitar yang kurang mendukung, termasuk rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan kesejahteraan anak, juga bisa mendorong anak-anak untuk bekerja di jalanan. Faktor-faktor ini saling berkaitan dan memperparah situasi anak jalanan.

Padahal, terdapat berbagai macam ancaman bahaya yang mengintai anak jalanan , mulai dari predator anak, kekerasan baik seksual maupun fisik, ancaman kelaparan, dan penculikan anak.

Masih lekat dalam ingatan kita kasus penculikan anak yang pelakunya remaja karena tergiur imbalan Rp1,2 miliar dari tawaran jual beli ginjal di media sosial. Pelaku menjalankan aksinya dengan mengajak korban yang tengah menjadi juru parkir di depan minimarket untuk membersihkan rumahnya dengan iming-iming Rp50 ribu.

Korban pun mau saja ikut pelaku setelah diiming-imingi bayaran Rp50 ribu itu. Andai ia bukan dari keluarga miskin, anak usia 11 tahun sepertinya akan mewarnai hidup dengan belajar di rumah dan sekolah, bukan di jalanan yang rawan terjadinya tindak kriminal.

Islam Memuliakan dan Menjaga Anak

Dalam ajaran Islam, anak-anak dianggap sebagai anugerah dan amanah dari Allah yang harus dijaga, dipelihara, dan dididik dengan baik. Islam sangat memuliakan anak-anak dan mengajarkan bahwa mereka memiliki hak-hak yang harus dipenuhi oleh orang tua, masyarakat (lingkungan) dan negara.

Maka Islam memandang bahwa secara fitrah, anak berhak memperoleh perlindungan dan kasih sayang. Oleh karena itu, keluarga berperan menciptakan kehangatan, mendampingi tumbuh kembang anak, dan mengenalkan konsep dasar keimanan sehingga anak tumbuh sebagai hamba Allah yang taat.

Di sisi lain, masyarakat berperan mendukung perkembangan anak dengan bekerja sama menciptakan sistem sosial yang sehat dan ramah anak. Islam mengajarkan bagaimana menjaga hak antara sesama muslim, tidak saling mengejek, saling menjaga hak, juga menumbuhkan karakter untuk saling membantu (ta’awun). Orang tua tentu berperan besar mengenalkan sistem sosial islami kepada anak.

Sementara itu, negara berkewajiban untuk mengadopsi berbagai kebijakan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan rakyat. Negara wajib memenuhi kebutuhan mendasar rakyat dan memastikan terpenuhinya kebutuhan mereka secara utuh dan menyeluruh, individu per individu.

Negara juga wajib memperhatikan aspek sosial masyarakat, ekonomi, pergaulan, pendidikan, dan seluruh aspek kehidupan lainnya. Negara bertugas memberi jaminan keamanan, perlindungan terhadap harta, serta memastikan keselamatan jiwa. Ini semua sebagai langkah nyata melindungi rakyatnya.

Negara secara langsung memberikan perlindungan pada institusi keluarga sehingga anak terlindungi dan haknya sebagai anak pun terpenuhi. Dengan demikian, cita-cita untuk melindungi anak harus bersifat sistemis. Sebagai aset bangsa, harus ada langkah strategis untuk melindungi anak agar kelak mampu menjadi generasi penerus peradaban. Wallahu a’lam. (*)

 

Penulis: Mansyuriah, S. S (Alumnus Prodi Sastra Arab UNHAS)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!