Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Gaji Guru PPPK Minim, Islam Punya Mekanisme Adil

1455
×

Gaji Guru PPPK Minim, Islam Punya Mekanisme Adil

Sebarkan artikel ini
Ika Rini Puspita (Guru & Penulis Buku ‘Negeri ½’)
Ika Rini Puspita (Guru & Penulis Buku ‘Negeri ½’)

OPINI—Setiap 5 Oktober, dunia memperingati Hari Guru Sedunia sebagai bentuk penghargaan kepada para pendidik. Peringatan ini juga menandai adopsi Rekomendasi ILO/UNESCO tahun 1966 tentang Status Guru. Namun, di balik seremoni penghormatan itu, realitas kesejahteraan guru di Indonesia masih jauh dari kata layak.

Pernyataan Menteri Agama Nasaruddin Umar yang sempat viral baru-baru ini, menjadi pemicu kemarahan banyak guru. Dalam video potongan yang beredar, ia menyebut jika ingin mencari uang, jangan jadi guru, tapi pedagang.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Pernyataan itu menuai gelombang protes hingga akhirnya Menag mengklarifikasi dan meminta maaf. Meski demikian, ucapannya menyentil luka lama: profesi guru kerap dipandang sebelah mata, padahal mereka memikul tanggung jawab besar.

Kondisi para guru, terutama PPPK, memang memprihatinkan. Di parlemen, perwakilan Ikatan Pendidik Nusantara mengungkapkan fakta pahit: guru PPPK tidak punya jenjang karier, tidak mendapatkan uang pensiun, dan gajinya minim—berbeda jauh dengan PNS (Liputan6.com, 26 September 2025).

Di Makassar, banyak guru honorer swasta bahkan hanya menerima Rp100 ribu hingga Rp300 ribu setiap tiga bulan (Tribun Timur, 17 Februari 2025). Penulis sendiri merasakan getirnya. Selama empat bulan mengajar di sebuah SMK swasta di Moncongloe, Maros, gaji tak kunjung dibayar meski sudah berkali-kali menagih. Ada pula rekan guru PPPK yang hanya menerima Rp10–18 ribu per jam. Bagaimana mungkin mereka yang mencetak generasi bangsa dibayar serendah itu?

Beban kerja tetap sama, tanggung jawab besar, tapi penghargaan terhadap profesi nyaris tak sepadan. Di sisi lain, biaya hidup kian menjerat—token listrik, bensin untuk ke sekolah, dan kebutuhan keluarga menumpuk. Banyak guru terpaksa berutang ke bank atau pinjol hanya untuk bertahan hidup. Ironisnya, mereka tidak mendapatkan jaminan pensiun, berbeda dengan pejabat yang hidup nyaman hingga akhir hayat.

Akar persoalan ini tak lepas dari sistem yang diterapkan. Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan guru bukan prioritas. Anggaran negara terbatas, sementara sumber daya alam diserahkan kepada swasta dan asing atas nama investasi.

Pendapatan negara bergantung pada pajak dan utang, sementara sektor pendidikan kerap dianaktirikan. Akibatnya, guru PPPK diperlakukan seperti faktor produksi, bukan pendidik mulia. Mereka dibiarkan bertahan hidup dengan penghasilan jauh di bawah standar.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, fokus guru dalam mendidik generasi akan terkikis oleh tekanan ekonomi. Kita tak hanya akan kehilangan guru-guru terbaik, tapi juga masa depan anak-anak bangsa.

Islam menawarkan mekanisme berbeda. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sarana, prasarana, dan kesejahteraan guru dijamin negara melalui pengelolaan keuangan Baitul Mal.

Sumber keuangan negara berasal dari pos fai dan kharaj, kepemilikan umum (seperti hasil tambang, minyak dan gas, perairan, dan hutan), serta zakat. Dana ini dikelola bukan untuk kepentingan segelintir pihak, melainkan untuk menjamin kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan.

Gaji guru diambil dari pos kepemilikan negara dan diberikan berdasarkan nilai jasa, bukan status ASN atau PPPK. Semua guru dipandang sebagai pegawai negara yang berperan mendidik generasi.

Lebih dari itu, pendidikan, kesehatan, dan keamanan disediakan gratis oleh negara dengan kualitas terbaik. Inilah yang membuat pendidikan dalam sistem Islam mampu melahirkan generasi unggul, beriman, dan berilmu yang siap memimpin peradaban. (*)

Wallahu a’lam.

 

Penulis: Ika Rini Puspita (Guru & Penulis Buku ‘Negeri ½’)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!