Advertisement - Scroll ke atas
  • Media Sulsel
  • Universitas Dipa Makassar
Opini

Hedonisme Mengadang Di Balik Gemerlapnya F8

1000
×

Hedonisme Mengadang Di Balik Gemerlapnya F8

Sebarkan artikel ini
Hedonisme Mengadang Di Balik Gemerlapnya F8
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)
  • Pascasarjana Undipa Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Makassar Internasional Eight Festival & Forum (F8) baru saja usai. Pagelaran akbar yang berlangsung dari tanggal 24-28 Juli 2024, sukses membawa Makassar makin dikenal di jagat maya.

Mengangkat tema “The Unity’ sebagai lanjutan dari tema tahun sebelumnya yakni ‘The Next Gen Treasure’. Mampu menyedot pengunjung sebanyak 502.178 dalam tempo lima hari. Perputaran ekonomi pun diklaim lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Lalu, setelah ini bagaimana? Apa kabar generasi muda yang dominan menjadi penikmat event tahunan Makassar tersebut?

Mari sejenak menengok kondisi generasi hari ini. Laporan dari berbagai media bahwa generasi muda mengalami kerusakan hampir di semua lini kehidupan. Jika melihat generasi di Kota Daeng, setali tiga uang dengan kondisi di kota-kota lainnya. Merata hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Artinya, fenomena ini mengindikasikan ada kesalahan paradigma pembangunan. Satu sisi pembangunan fisik terlihat mewah yang ditandai dengan arsitektur bangunan yang indah dan menjulang tinggi. Sisi lain kerusakan generasi juga demikian wah.

Lihatlah kasus prostitusi online yang terus menganak, judi daring, narkoba, pembunuhan, dan segudang problem lainnya. Setiap saat kita disuguhi dengan beraneka jenis kemaksiatan. Belum tuntas kasus pinjol dan judol, kini masyarakat dibuat resah dengan prostitusi online yang sungguh sangat mengkhawatirkan. (Sumber: tribunnews.com)

Hedonisme Mengancam Generasi

Berbagai perhelatan bernuansa hiburan marak dilakukan. Sebut saja Sulsel Menari beberapa waktu lalu dan F8 yang baru saja ditutup, 28 Juli 2024. Kondisi ini berpotensi menyeret generasi dalam kubangan arus hedonisme. Generasi yang hanya ingin senang-senang dan hidup foya-foya, tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya. Miskin visi plus misi hidup yang tidak jelas.

Wajar jika majelis-majelis kajian agama terlihat sepi, walau tanpa bayaran alias gratis. Hal yang sangat berbeda terjadi pada acara-acara hiburan semisal konser dan atau festival. Walau harus merogoh kantong dan berdesak-desakan, tetap saja digandrungi. Euforia generasi muda dalam berbagai event yang menyajikan hiburan, tak dimungkiri menjadi celah timbulnya kemaksiatan.

Event F8 yang melibatkan 500 pelajar SD maupun SMP di Kota Makassar, membawakan tari kolosal dengan tema Bunga Rampai Makassar. Hal ini menegaskan bahwa sejak dini generasi sudah dikondisikan dengan hal-hal yang bernuansa hiburan berbalut budaya. Terlebih Makassar dengan revolusi pendidikan, “Satu Anak Satu Tari”. Tentu hal ini makin membuat generasi jauh dari cita-cita besarnya sebagai agen perubahan.

Saat yang sama, pemerintah seolah hanya sibuk mencari investor demi perputaran roda perekonomian. Namun, lupa akan bahaya yang mengintai akibat paradigma pembangunan yang rusak. Realitas kerusakan tidak bisa lagi disembunyikan dengan mengedepankan kesuksesan fisik pembangunan. Demoralisasi terjadi dengan sangat cepat, seperti yang kita saksikan dimana-mana. Kondisi ini akibat penerapan sistem Kapitalisme yang terkesan menggadaikan aspek moral generasi.

Seperti dikutip dari laman sulselprov.go.id, penjabat Gubernur Sulsel, Prof. Zudan Arif Fakrulloh dalam Opening Ceremony Festival F8 Makassar, 24 Juli 2024, mengajak seluruh investor untuk datang dan berinvestasi di Sulawesi Selatan (Sulsel), khususnya di Kota Makassar. Beliau mengungkapkan, ada 24 kabupaten/kota di Sulsel memiliki potensi yang sangat menjanjikan.

Senada hal tersebut, dilansir dari laman Kemenparekraf, event F8 akan menampilkan berbagai potensi ekonomi kreatif yang ada di Makassar. F8 sendiri terdiri dari festival food, fashion, fusion music, film, fine art, fiction writers, folks, dan flora fauna. Bagi pekerja seni budaya dan kuliner, inilah Lebaran Industri Kreatif. Meski diselenggarakan di Anjungan Pantai Losari, panggung utama F8 dipusatkan di Tugu Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) kawasan Center Point of Indonesia (CPI).

Magnet CPI

F8 sangat erat kaitannya dengan CPI. Jika ditelisik secara jernih sedari awal pembangunan CPI, akan ditemukan kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Penolakan dari berbagai elemen masyarakat, terutama warga terdampak, tidak membuat pembangunan surut. Bahkan makin massif. Seolah CPI adalah sebuah kota di dalam kota. Lengkapnya fasilitas dengan kemegahannya, membuat magnet tersendiri bagi masyarakat Sulsel dan daerah di luar Sulsel.

Berbagai event dilakukan di kawasan CPI, termasuk F8 ini. Padahal, jika merunut kisah pilu warga yang menjadi korban pembangunan CPI, sungguh sangat menyedihkan. Inilah paradigma pembangunan kapitalistik yang mengabaikan kepentingan rakyat kecil. Publik menduga kuat ada aroma kongkalikong antara penguasa dan pengusaha atau pemilik modal (kapitalis).

Dari sini pulalah bencana kerusakan generasi berpotensi terjadi. Bangunan-bangunan ikonik dan instagramable menjadi penyempurna keindahan kawasan CPI. Kawasan yang menjadi tempat favorit generasi muda untuk berkumpul. Gempuran gaya hidup hedonis, menjadikan generasi saat ini berani menabrak aturan agama. Sadar atau tidak, mereka menjadi subyek sekaligus obyek pembangunan kapitalistik. Pembangunan yang menegasikan aturan Ilahi, meniscayakan terjadinya bencana.

Generasi Emas Lahir dari Sistem Ilahi

Pembangunan adalah keniscayaan dalam sebuah peradaban. Meneropong sekitar 14 abad yang lalu, peradaban Islam dengan kemegahan dan kekokohan bangunannya masih bisa terindera hingga hari ini. Sebut saja, Istana Topkapi di Turki sebagai kekhilafahan terakhir Turki Utsmani. Adapula Benteng Alhambra di Granada, Spanyol. Kabah, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan masih banyak lainnya.

Islam telah menorehkan dengan tinta emas pembangunan berbasis akidah Islam. Selama 1300 tahun lamanya, pembangunan fisik sejalan dengan tercetaknya generasi yang cemerlang. Hal tersebut terwujud karena paripurnanya Islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok individu (pangan, sandang, dan papan/perumahan) hingga kebutuhan pokok publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan) dengan sangat layak.

Selain itu, sistem ekonomi Islam sangat detail dalam penerapannya. Dikenal ada tiga kategori kepemilikan, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Di mana pembangunan berbagai fasilitas umum yang dikategorikan dalam kepemilikan umum, di bawah kontrol negara. Tersebab negara (dalam hal ini penguasa), yang dalam literasi Islam disebut khalifah atau imam menjadi pihak yang diamanahi oleh syariat untuk mengurusinya. Inilah urgensi Islam sebagai sebuah mabda (ideologi). Menerapkan seluruh syariat dalam seluruh aspek kehidupan.

Beginilah sekelumit instrumen Islam dalam membangun. Tidak ada pembangunan yang melanggar syariat, termasuk di dalamnya menzalimi rakyat. Tersebab pembangunan dalam Islam memang ditujukan demi kemaslahatan rakyat, bukan yang lain. Oleh karena itu, jika menginginkan terlahir generasi emas yang se-frekuensi dengan pembangunan fisik, maka menerapkan Islam kaffah adalah solusi hakiki. Wallahualam bis Showab. (*)

 

 

Penulis:
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T.
(Dosen dan Pemerhati Sosial)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!