OPINI—Ibnu Dwi Cahyo, Direktur Riset & Komunikasi Lembaga Survei KedaiKOPI, berpendapat bahwa pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang akan dilantik pada bulan Oktober mendatang, sebaiknya memiliki struktur kabinet yang besar.
Terdapat wacana bahwa jumlah kementerian dalam pemerintahan Prabowo-Gibran akan meningkat menjadi 44, dari sebelumnya yang hanya 34 kementerian.
Ibnu menekankan bahwa posisi menteri yang banyak ini perlu diisi oleh para profesional agar dapat menghasilkan kinerja yang nyata dalam pengelolaan kementerian. Di lansir dari Jakarta (ANTARA) (18/09/24)
Apakah penambahan kabinet ini memberikan efektivitas?
Kabinet yang gemuk tentu membawa konsekuensi langsung terhadap anggaran negara, terutama dalam hal gaji dan tunjangan bagi para pejabat tersebut. Dengan semakin banyaknya menteri, kebutuhan dana yang diperlukan pun meningkat, yang bisa berujung pada peningkatan utang negara.
Situasi ini pada gilirannya, mungkin mengharuskan pemerintah untuk menaikkan pajak guna menutupi defisit anggaran yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat secara umum.
Kenaikan anggaran ini juga berpotensi mengakibatkan peningkatan utang negara, terutama jika pemerintah tidak mampu mengelola pendapatan secara efektif. Dalam kondisi di mana utang meningkat, pemerintah sering kali terpaksa mencari cara untuk menutupi defisit anggaran, salah satunya dengan menaikkan pajak.
Kenaikan pajak menjadi isu krusial karena akan menambah beban hidup masyarakat. Di tengah realitas bahwa banyak orang masih hidup di bawah garis kemiskinan, peningkatan pajak dapat memperburuk kondisi ekonomi mereka. Banyak warga negara belum menikmati kehidupan yang layak dan tambahan beban pajak ini bisa membuat mereka semakin tertekan.
Misalnya, masyarakat yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan akan semakin sulit untuk bertahan jika pengeluaran mereka bertambah akibat kenaikan pajak.
Selain itu, penting untuk dicatat bahwa kondisi ini menciptakan siklus masalah yang lebih besar. Ketika pajak naik, daya beli masyarakat menurun yang dapat berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi.
Masyarakat yang tidak mampu membeli barang dan jasa dapat mempengaruhi bisnis lokal yang pada gilirannya dapat mengurangi lapangan kerja. Ini menciptakan lingkaran setan di mana pemerintah berusaha meningkatkan pendapatan melalui pajak, tetapi pada saat yang sama ia mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam konteks ini, keberadaan kementerian yang banyak seharusnya diimbangi dengan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan anggaran. Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur kementerian dan fungsi masing-masing untuk memastikan bahwa setiap kementerian benar-benar berkontribusi terhadap kesejahteraan rakyat.
Jika tidak, biaya yang dikeluarkan akan sia-sia dan masalah mendasar seperti kemiskinan dan ketidaklayakan hidup tidak akan teratasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk fokus pada kebijakan yang tidak hanya mengutamakan penambahan kementerian, tetapi juga memperhatikan dampak yang lebih luas terhadap masyarakat.
Lebih jauh lagi, kondisi ini juga menciptakan celah bagi praktik korupsi. Ketika tanggung jawab tidak terdefinisi dengan baik, ada peluang bagi oknum untuk menyalahgunakan kekuasaan dan melakukan tindakan koruptif tanpa pengawasan yang ketat. Dalam situasi di mana kepentingan rakyat tidak menjadi fokus utama, risiko penyalahgunaan wewenang akan semakin meningkat.
Bagaimana Islam memandang hal ini?
Ini menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini cenderung mendukung kepentingan para pemilik modal. Dalam hal ini, kebijakan yang diambil sering kali lebih menguntungkan elit ekonomi ketimbang masyarakat luas. Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, di mana pemimpin akan menjalankan amanah dengan bijaksana.
Dalam sistem ini, pemilihan pejabat dilakukan berdasarkan kriteria efektivitas dan efisiensi dengan penekanan pada pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pemerintahan dapat berfungsi dengan baik, baik dalam hal kekuasaan maupun dalam urusan lainnya yang berkaitan dengan masyarakat.
Dalam sistem Islam, khalifah (kepala negara) memiliki tanggung jawab besar sebagai pemimpin, di mana amanah kepemimpinan diemban secara penuh. Tugas utama khalifah adalah mengelola urusan umat dengan adil dan bijaksana. Untuk mendukung tugas ini, khalifah diperbolehkan mengangkat pembantu atau pejabat yang memiliki kompetensi untuk membantu pelaksanaan kebijakan dan program.
Pemilihan pejabat ini dilakukan dengan pendekatan yang efektif dan efisien, di mana setiap pejabat memiliki deskripsi pekerjaan (jobdesk) dan tanggung jawab yang jelas. Dengan demikian, setiap individu dalam pemerintahan memahami perannya, baik dalam urusan kekuasaan maupun non-kekuasaan, sehingga alur kerja dapat berjalan lancar dan terkoordinasi dengan baik.
Salah satu prinsip dasar dalam pemerintahan Islam adalah bahwa kebijakan yang diambil tidak akan membebani masyarakat. Pemerintah dalam sistem Islam berkomitmen untuk menciptakan peraturan yang adil dan merata, tanpa berpihak pada kepentingan pemilik modal yang cenderung mengabaikan kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
Ini berarti bahwa setiap keputusan dan kebijakan harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat dan harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat.
Dalam konteks ini, para pemimpin diharapkan untuk menghindari tindakan yang hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok tertentu, serta memastikan bahwa semua lapisan masyarakat mendapatkan perhatian yang sama.
Lebih jauh lagi, pembuatan kebijakan dalam sistem Islam tidak didasarkan pada hawa nafsu atau kepentingan pribadi para pemimpin. Sebaliknya, setiap aturan dan keputusan harus berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah dan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam.
Hal ini menciptakan kerangka kerja yang kuat dan bertanggung jawab, di mana setiap tindakan pemimpin dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah dan kepada rakyat yang mereka pimpin.
Dengan demikian, sistem ini tidak hanya menekankan pada kepemimpinan yang adil, tetapi juga pada transparansi dan akuntabilitas, di mana semua kebijakan dan keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan etis.
Sistem pemerintahan Islam akan menyeimbangkan antara kekuasaan dan tanggung jawab, serta memastikan bahwa setiap langkah yang diambil oleh pemerintah selalu selaras dengan prinsip keadilan dan kesejahteraan sosial. Ini menjadi landasan penting dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis, di mana setiap individu merasa dihargai dan diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. (*)
Penulis: Risnawati Ridwan
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.



















