JAKARTA—Kekerasan seksual di lingkungan kampus menjadi perhatian serius berbagai pihak. Kasus demi kasus yang terungkap merusak rasa aman di ruang akademik, mendorong Komnas Perempuan dan sejumlah lembaga lainnya untuk mendesak pemerintah memperkuat upaya pencegahan dan penanganannya.
Kasus terbaru yang mencuat adalah pemberhentian seorang dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin (Unhas) pada 29 November lalu karena diduga melecehkan seorang mahasiswi. Merespons laporan tersebut, Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Unhas, Farida Patittingi, segera melakukan investigasi, mengumpulkan bukti, dan memastikan korban mendapat perlindungan.
Langkah Unhas ini diapresiasi Ketua Tim PPKS Kemendikbudristek, Shara Zakia Nissa. Ia menilai pembentukan Satgas PPKS di berbagai perguruan tinggi merupakan langkah maju untuk menangani persoalan yang sering menjadi fenomena gunung es.
“Permendikbudristek No.30/2021 adalah fondasi penting agar kekerasan seksual dapat dicegah dan ditangani dengan cepat. Kehadiran Satgas PPKS membuat korban lebih berani melapor,” katanya.
Aturan ini bahkan diperkuat dengan Permendikbudristek No.55/2024, yang mencakup enam bentuk kekerasan—dari fisik, psikis, hingga diskriminasi dan intoleransi.
Namun, stigma dan budaya patriarki masih menjadi penghalang besar. Banyak kampus enggan mengungkap kasus kekerasan seksual karena takut reputasi mereka tercoreng, terlebih jika pelaku adalah sosok yang berpengaruh. Komisioner Komnas Perempuan, Veryanto Sitohang, menyoroti hal ini. Menurutnya, korban sering enggan melapor karena takut dampaknya, baik secara pribadi maupun sosial.
“Ruang aman bagi korban sangat penting. Mereka perlu merasa terlindungi, tidak diintimidasi, dan diberi waktu untuk memulihkan diri,” ujarnya. Ia menambahkan, kehadiran Satgas PPKS sudah membuka jalan untuk menghapus alasan kampus menolak memproses kasus seperti ini.
Ruang aman tak hanya soal tempat, tetapi juga budaya di mana semua pihak sadar akan pentingnya melawan kekerasan seksual. Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Feronica, menegaskan, “Setelah ada Satgas PPKS, korban lebih tahu ke mana harus melapor, dan mereka yakin dilindungi. Kepastian itu yang dibutuhkan.”
Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menunjukkan hingga April 2024, terdapat 2.681 laporan kekerasan seksual di kampus. Jumlah ini menunjukkan perlunya tindakan lebih serius untuk menciptakan lingkungan akademik yang benar-benar aman bagi semua pihak. [fw/em/VoA/Ag4ys]