Advertisement - Scroll ke atas
Opini

Sengkarut Jalur Solusi PPDB

493
×

Sengkarut Jalur Solusi PPDB

Sebarkan artikel ini
Suryani Syahrir
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Generasi)

OPINI—Plh Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Nielma Palamba mengatakan ada banyak sekolah yang teridentifikasi kelebihan daya tampung. Hal ini terungkap setelah mencuatnya masalah 1.323 siswa yang tidak terdaftar dalam data pokok pendidikan (Dapodik). Kondisi ini berefek tidak keluarnya ijazah, karena tidak terdaftar dalam Dapodik kementerian. (makassar.tribunnews.com, 20/01/2025)

Siswa tersebut merupakan kelas VII yang diterima pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2024. Lulusan SD yang tidak lolos dalam PPDB jalur zonasi maupun non-zonasi diakomodir melalui jalur solusi. Di mana, aturannya satu rombongan belajar (rombel) diisi oleh 32 siswa.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Namun, jalur solusi memaksakan sekolah untuk tetap menerima peserta didik meskipun daya tampung sudah penuh. Akibatnya, anak-anak dalam satu kelas harus berhimpitan, bahkan satu rombel bisa mencapai 50 siswa.

Menurut data, ada 16 sekolah yang diidentifikasi kelebihan peserta didik. Ketimpangan jumlah sekolah dasar (SD) dan SMP menjadi salah satu faktor penyebab sengkarutnya problem PPDB ini.

Makassar sendiri memiliki 300 lebih SD sementara SMP hanya 55. Keinginan orang tua untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri yang baik adalah faktor lainnya. Artinya jaminan kualitas sekolah belum merata; baik dari segi biaya pendidikan, infrastruktur, SDM, maupun aspek akademik.

Kondisi ini menggambarkan bahwa masih banyak PR dalam dunia pendidikan saat ini. Berulangnya problem dalam mekanisme pendaftaran di jenjang pendidikan Sekolah Dasar hingga menengah, mengindikasikan ada yang keliru dalam sistem pendidikan di negeri ini.

Ini baru terkait satu hal. Belum berbicara kondisi generasi yang dihasilkan akibat sistem pendidikan yang berasaskan sekulerisme. Paham yang memisahkan agama dari kehidupan, membuat dikotomi antara sekolah umum dan pesantren. Plus support system yang hedon dan materialistik. Jadilah output generasi yang makin hari makin tidak menentu. Jika tidak ingin dikatakan gagal mencetak generasi unggul.

Gonta-Ganti Kebijakan

Problem PPDB kali ini bukan yang pertama. Awal pemberlakuan jalur zonasi pun tak kalah semrawutnya. Banyak orang tua dan anak didik yang harus menelan pil pahit akibat tidak diterima di sekolah yang mereka dambakan.

Jika pun dari segi jarak sudah memenuhi kriteria, tetapi ada kecurangan lain yang menyebabkan tidak diterimanya anak didik pada suatu sekolah. Artinya, bukan sekadar jarak rumah ke sekolah, tetapi birokrasi yang bisa dipermainkan menjadi problem ikutannya.

Inilah potret sistem pendidikan yang bersandar pada sistem pendidikan sekuler. Sistem pendidikan yang lahir dari penerapan sistem Kapitalisme. Ketidakjelasan visi dan misi membuat kebijakan yang ditempuh seolah menjadi ajang coba-coba.

Hal ini tercermin dari gonta-gantinya kebijakan. Setiap pergantian menteri, berganti pula kebijakannya. Selain pergantian proses PPDB, pergantian kurikulum juga tak kalah meresahkan. Bukan hanya anak didik dan orang tua yang susah. Namun, pendidik juga tak kalah lelahnya harus mendesain ulang pembelajarannya.

Jika problem di dunia pendidikan terus berulang dan bahkan makin kompleks, bagaimana mungkin mencetak generasi emas seperti yang diimpikan negeri ini? Realitasnya malah generasi makin hari makin rusak di hampir semua aspek kehidupan. Kasus bunuh diri makin marak akibat beraneka kemaksiatan yang terus dilakoni.

Misal judol, pinjol, prostitusi, mental illness, dan beragam kerusakan terus menghantui generasi. Lalu, akankah generasi hari ini terus dalam kubangan kemaksiatan yang berbanding lurus dengan lahirnya generasi amoral?

Kondisi ini harus dievaluasi dan menjadi tanggung jawab bersama. Negeri ini tidak boleh pasrah menerima kondisi yang abnormal di tengah potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang melimpah. Rakyat dan penguasa harus bersama-sama mencari solusi hakiki agar terlahir generasi emas sebagaimana generasi yang terlahir dari rahim peradaban Islam 1400 tahun yang lalu.

Solusi Hakiki Mencetak Generasi Emas

Sejarah mencatat dengan tinta emas kegemilangan peradaban Islam dalam mencetak generasi emas. Generasi yang terlahir dari sistem Islam. Sebuah sistem yang berasaskan akidah Islam dan diterapkan oleh negara dalam semua aspek kehidupan (kaffah). Selama 1300 tahun dan melingkupi 2/3 belahan dunia. MasyaAllah! Sebuah pencapaian yang luar biasa. Bahkan Barat pun mengakuinya. Kala itu Barat masih diselimuti kegelapan tiada tara.

Tak dimungkiri, sederet nama ilmuwan muslim yang hingga kini penemuannya masih digunakan. Penemuan ilmuwan modern bahkan merujuk dari penemuan-penemuan ilmuwan muslim. Tidak salah jika dikatakan bahwa ilmuwan muslim sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan.

Sebut saja Az-Zahrawi, orang pertama yang menemukan teori pembedahan. Maryam Al-Asturlabi, ahli astronomi. Lubna, ahli bahasa, matematika, dan kaligrafi. Abu Bakar Ar-Razi, ilmuwan paling besar di bidang kedokteran, dan sederet ilmuwan hebat lainnya.

Kesemua hal tersebut akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara komprehensif. Di mana negara menerapkan sistem pendidikan yang bervisi akhirat, yakni melahirkan generasi berkepribadian Islam.

Ditopang oleh sistem ekonomi Islam yang bebas dari transaksi ribawi dan akad-akad batil. Plus sistem politik dan sistem sosial yang berbasis akidah Islam, serta sistem-sistem lainnya yang saling bersinergi.

Adapun instrumen negara dalam mencetak generasi emas setidaknya bisa dilihat dalam empat hal. Pertama, kurikulum berbasis akidah Islam. Kedua, membangun infrastruktur yang merata. Ketiga, akses mudah dan layanan gratis. Keempat, negara menjamin biaya pendidikan menyeluruh. Inilah beberapa hal yang dilakukan negara. Tersebab pendidikan dalam Islam adalah salah satu hak dasar publik, selain kesehatan dan keamanan. Artinya, negara wajib memenuhinya secara adil.

Keunikan negara dalam sistem Islam adalah berfungsi sebagai junnah (perisai). Di pundak seorang pemimpin atau khalifah (dalam literasi Islam) seluruh urusan rakyat ditunaikan. Ini adalah amanah yang dibebankan oleh Sang Khaliq, Allah Swt. Oleh karena itu, jika negeri ini ingin terlahir generasi emas, maka menerapkan seluruh hukum Islam adalah sebuah kewajiban yang urgen dan mendesak.

Sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda, ”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya. (HR. Muttafaqun Alayh dll.)

 

Wallahualam bis Showab.

 

Penulis: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Generasi)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!