Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • HLN ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
  • HUT Sulsel ke-355 (Media Sulsel)
Opini

HSN 2024: Apa Kabar Santri Hari Ini?

252
×

HSN 2024: Apa Kabar Santri Hari Ini?

Sebarkan artikel ini
HSN 2024: Apa Kabar Santri Hari Ini?
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)
  • Pemprov Sulsel
  • HUT Sulsel ke-355
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Hari Santri Nasional (HSN) 2024 baru saja usai. Setiap 22 Oktober diperingati sebagai HSN sejak 2015. Tema HSN tahun ini adalah “Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan”. Tentu banyak harapan yang disematkan bagi para santri. Terlebih mereka adalah anak-anak usia belasan tahun yang secara fisik dan mental masih terus bertumbuh dan berproses dalam pencarian jati diri.

Secara nominal, santri di Indonesia lumayan banyak. Data yang dirilis Kementerian Agama pada tahun 2022 saja, mencatat jumlah pesantren di Indonesia mencapai 26.975. Bertambah terus dalam bilangan yang tidak sedikit.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Potensi generasi muda tersebut harusnya mampu dilejitkan agar dapat menjadi agen perubahan. Namun, melihat fakta hari ini dengan berbagai model kurikulum pendidikan yang ada plus beragam kebijakan, rasanya sulit terwujud.

Salah satu kegiatan dalam rangkaian peringatan HSN tahun ini di Sulsel adalah kolaborasi dengan IMMIM. Dalam kesempatan tersebut, Kakanwil Kemenag Sulsel, H. Muh Tonang, menyampaikan bahwa kegiatan tersebut diharapkan dapat menjadi momentum bagi para santri untuk terus berprestasi, meningkatkan kapasitas diri, dan berperan aktif dalam membangun masyarakat yang religius, toleran, dan berkeadilan. (makassar.tribunnews.com, 22-10-2024)

Selanjutnya, Ketua Umum DPP IMMIM, Dr. KH. M. Ishaq Samad, menyatakan bahwa kegiatan ini bukan sekadar perayaan biasa. Kegiatan ini juga memberi ruang bagi pondok pesantren untuk mempromosikan diri kepada calon santri, dengan fokus pada lima tema utama yakni: Kemandirian Pesantren dan Santripreneur, Pesantren Sehat, Eco-pesantren, Pesantren Digital dan Santri Millennial, serta Santri Toleran dan Cinta Damai.

Ada yang menarik untuk dikaji dalam setiap momen yaitu sikap toleran dan cinta damai. Menjadi salah satu bahasan yang tidak pernah luput dalam beraneka program saat ini. Terlebih jika program tersebut menyasar generasi muda, tak terkecuali para santri. Ada apa dengan santri hari ini? Mengapa seolah problem besar bangsa ini disebabkan karena sikap intoleran?

Rasanya penting untuk dianalisis akar masalahnya, sehingga solusi yang ditawarkan juga tepat sasaran. Pasalnya, beraneka program yang diaruskan di hampir semua lini, hanya melihat dampak di permukaan. Itupun jika dampak tersebut benar adanya. Tersebab realitas yang kita saksikan terkait diksi intoleran seolah by design. Peristiwa-peristiwa yang diduga akibat sikap intoleran atau kadang dicap radikal, seakan tidak pernah terbukti secara hukum. Wajar jika banyak pihak menilai bahwa drama intoleran yang berujung pada massifnya Program Moderasi Beragama patut dievaluasi.

Meneropong Goals Moderasi Beragama

Moderasi Beragama (MB) adalah program pemerintah yang diluncurkan di bawah kendali Kemenag dan diaruskan oleh seluruh kementrian. Dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah nasional (RPJMN) 2020-2024. Di mana Sulsel adalah salah satu provinsi sebagai pilot project MB dari delapan provinsi di Indonesia. Artinya, Sulsel dianggap provinsi yang masyarakatnya intoleran atau semisalnya. Benarkah demikian?

Coba ditelisik definisinya. MB adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama berlandaskan prinsip adil (itidal), berimbang (tawazun), dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Sepintas terlihat seolah berakar dari agama Islam, tetapi di akhir kalimat ada frasa yang rancu. Menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa adalah hal yang perlu untuk dianalisis secara jernih. Terlebih sebagai seorang muslim, standar baik buruknya seyogianya adalah aturan yang berasal dari Sang Pencipta.

Jika meneropong akar lahirnya MB ini, akan dijumpai catatan panjang yang tidak bisa dipisahkan dari agenda global. Pasca peristiwa WTC 11 September 2001, dunia internasional mengalami perubahan arah kebijakan politik yang sangat signifikan. Sejak saat itu “Global War on Terrorism” dikumandangkan. Walau akhirnya makar Barat yang digawangi Amerika Serikat tersebut terbongkar dengan sendirinya.

Selanjutnya mereka (Barat) merancang lagi design baru dengan nama “War on Radicalism”. Inilah jualan baru untuk menyasar umat Islam yang ingin kembali kepada pelaksanaan agama secara benar. Namun, jualan radikal radikul ini kurang laris di pasaran sehingga beralih ke jualan lain yang diberi nama Moderasi Beragama.

Nah, MB ini didesain soft agar umat mudah menerimanya. Tidak ada diksi yang mengadung diksi negatif. Bahkan didalilkan pada ayat-ayat dalam Al-Quran. Dengan demikian akan mudah diinjeksi ke negeri-negeri muslim yang tidak paham dengan Islam politik.

Tak dimungkiri, agenda global tersebut sejatinya ditujukan terhadap umat Islam. Hal ini bisa divalidasi dari dokumen-dokumen dari RAND Corporation, sebuah lembaga think tank Amerika Serikat.

Lembaga ini mengklasifikasikan Islam secara garis besar, yakni Islam radikal dan Islam moderat. Tertuang dalam dua dokumen penting yakni Civil Democratic Islam pada tahun 2003 dan Building Moderate Muslim Network pada tahun 2007.

Oleh karena itu, penting dipahamkan kepada umat akar dan goals dari program MB ini. Umat harus mengkritisi berbagai upaya Barat dalam merusak generasi muda. Pasalnya, berbagai program yang diaruskan di semua lini, termasuk di pesantren, menjadikan para santri sibuk dengan program-program tersebut. Antara lain pemberdayaan ekonomi santri, pendidikan karakter yang bersumber dari aturan manusia (konstitusi), dll.

Membuat para santri lupa akan tugas pokoknya untuk mengkaji kitab-kitab dan belajar secara serius. Lebih jauh lagi, goals dari MB ini adalah pengaburan identitas generasi muslim. Memahami bahwa semua agama itu sama. Endingnya adalah ide pluralisme menjadi hal yang lumrah. Astaghfirullah!

Peran Strategis Santri

Santri sebagai bagian dari masyarakat yang mewakili generasi muda, seyogianya mengambil peran dengan porsi yang lebih besar. Tersebab di pundak generasi mudalah harapan suatu bangsa disandarkan.

Jika menoleh ke masa kegemilangan peradaban Islam mencetak generasi tangguh, sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa. Kondisi tersebut terwujud karena di-support oleh sistem yang baik dan benar. Itulah sistem Khilafah yang dituliskan dalam tinta emas sejarah peradaban dunia.

Sekitar 14 abad yang lalu, diterapkan sebuah aturan yang diadopsi oleh negara. Selama 1300 tahun mampu melahirkan generasi-generasi cemerlang, baik dari sisi saintek maupun ruhiyah. Aturan tersebut berasal dari Sang Pencipta manusia dan seluruh isi semesta. Niscaya cocok untuk manusia dan seluruh makhluk hidup. Dibuktikan di hampir 2/3 belahan dunia mampu menyejahterakan manusia kala itu. MasyaAllah!

Lalu, bagaimana instrumen negara untuk mencapai kondisi tersebut? Inilah sekelumit gambaran negara dalam mengurusi rakyatnya. Dimulai dari keluarga; orangtua memegang peran strategis untuk menanamkan akidah yang kokoh di setiap anggota keluarga.

Pendidikan tersebut dilanjutkan dalam kehidupan umum melalui sekolah-sekolah, baik negeri maupun swasta. Pembiayaan yang timbul dari pendidikan adalah kewajiban negara untuk memenuhinya, baik melalui biaya pendidikan yang murah bahkan gratis.

Selanjutnya di masyarakat; berjalan fungsi kontrol sosial atau amar makruf nahi mungkar. Di mana Islam sangat peduli dengan kondisi sesama manusia. Sesama anggota masyarakat saling menjaga, saling menasihati. Agar tercipta lingkungan yang jauh dari kemaksiatan atau kerusakan. Tersebab, lingkungan berperan penting dalam menjadikan setiap individu tetap berjalan dalam koridor syariah.

Terakhir peran negara; peran paling urgen ada di tangan penguasa atau pemimpin. Negara (dalam hal ini khalifah) adalah pelaksana seluruh hukum syariat. Kewajibannya adalah memenuhi seluruh kebutuhan pokok individu (pangan, sandang, papan/perumahan) dan kebutuhan pokok publik (pendidikan, kesehatan, dan keamanan). Kesemua instrumen itu berjalan beriringan dan bersinergi dengan harmonis.

Inilah model pengelolaan dalam sistem Islam, agar terlahir generasi muda yang mampu melanjutkan estafet peradaban yang mulia. Oleh karena itu, jika ingin negeri ini terlahir santri-santri yang tangguh, maka menerapkan sistem Islam secara komprehensif adalah suatu kewajiban yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Dengannya akan terwujud kehidupan yang harmonis, tanpa diskriminasi. Wallahualam bis Showab. (*)

 

Penulis: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!