Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • HLN ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
  • HUT Sulsel ke-355 (Media Sulsel)
Opini

Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?

159
×

Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?

Sebarkan artikel ini
Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat?
Risnawati Ridwan (Penulis)
  • Pemprov Sulsel
  • HUT Sulsel ke-355
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR RI untuk masa jabatan 2024-2029 telah berlangsung pada 1 Oktober 2024 dalam sidang paripurna. Dari Managing Editor CNBC Indonesia, lebih dari 50% anggota dewan yang dilantik merupakan anggota lama. Hal ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian berbagai Undang-undang yang belum rampung pada periode sebelumnya.

Dari 580 anggota DPR RI yang baru dilantik, masyarakat berharap mereka dapat sungguh-sungguh mewakili dan memperjuangkan kepentingan rakyat selama lima tahun ke depan. Namun, harapan ini tampaknya akan membutuhkan usaha yang lebih besar dan pembuktian nyata dari para anggota dewan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Salah satu tantangan yang dihadapi adalah masih kuatnya indikasi politik dinasti dalam komposisi DPR periode 2024-2029. Berdasarkan penelitian terbaru dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), setidaknya 79 dari 580 anggota DPR terpilih memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan dengan pejabat publik, tokoh politik, atau sesama anggota DPR terpilih lainnya.

Menurut laporan tirto.id, relasi kekerabatan di antara anggota DPR 2024-2029 cukup beragam, meliputi hubungan suami-istri, orang tua-anak, paman/bibi-keponakan, dan lain sebagainya. Yang paling dominan adalah hubungan vertikal, di mana banyak calon legislatif terpilih merupakan anak dari pejabat.

Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran dan pesimisme terhadap kinerja DPR periode baru ke depan. Banyak pihak mempertanyakan apakah para anggota dewan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan elite politik akan mampu menjalankan fungsi perwakilan rakyat secara objektif dan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun sistem demokrasi telah berjalan, praktik politik dinasti masih menjadi tantangan serius dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang benar-benar mewakili aspirasi rakyat.

Diperlukan pengawasan ketat dari masyarakat dan reformasi sistem politik untuk memastikan bahwa anggota dewan yang terpilih benar-benar memprioritaskan kepentingan rakyat, terlepas dari latar belakang kekerabatan mereka.

Anggota DPR memiliki peran utama sebagai wakil rakyat dalam menyampaikan aspirasi serta menyusun undang-undang yang akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Namun, pada kenyataannya, hubungan erat antara anggota DPR dengan berbagai pihak, seperti kelompok ekonomi dan politik tertentu, menimbulkan potensi konflik kepentingan.

Ketika kepentingan pribadi atau kelompok elit lebih dominan, maka tujuan utama perwakilan rakyat tersebut menjadi tergeser.

Kondisi ini semakin diperparah dengan kurangnya oposisi yang efektif di parlemen, di mana hampir semua partai politik bergabung dalam satu koalisi pemerintahan.

Hal ini menyebabkan lemahnya pengawasan terhadap kebijakan pemerintah, yang seharusnya menjadi fungsi utama oposisi.

Situasi tersebut menimbulkan pertanyaan besar mengenai siapa yang sebenarnya berpihak kepada rakyat, jika semua kekuatan politik berada dalam satu barisan yang sama dan cenderung membela kepentingan oligarki.

Rakyat, yang diharapkan memperoleh perlindungan dan pembelaan dari para wakil mereka, justru sering kali terabaikan. Ketika oligarki memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan yang diambil, maka rakyat menjadi semakin tidak berdaya dalam memperjuangkan hak-hak mereka.

Akibatnya, ketimpangan sosial dan ekonomi semakin melebar, sementara suara rakyat menjadi kurang terdengar dalam proses politik yang seharusnya inklusif dan adil.

Dalam sistem politik saat ini, kita sering menyaksikan fenomena yang memprihatinkan di mana wakil rakyat dipilih bukan berdasarkan kemampuan atau kompetensi mereka, melainkan karena kekayaan atau jabatan yang mereka miliki.

Hal ini terjadi dalam konteks politik transaksional yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu daripada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.

Bagaimana Islam Menyelesaikan Problem Tersebut?

Situasi ini sangat berbeda dengan sistem dalam Islam, di mana terdapat konsep Majelis Ummah sebagai representasi rakyat yang sejati yang berperan sebagai perwakilan umat Muslim.

Fungsi utamanya adalah memberikan pendapat, nasihat, dan pengawasan terhadap pemerintah. Meski mirip, Majelis Ummah berbeda dari parlemen dalam demokrasi modern. Majelis Ummah tidak memiliki wewenang anggaran atau pembuatan undang-undang.

Konsep Majelis Ummah didasarkan pada praktik Nabi Muhammad yang sering berkonsultasi dengan perwakilan kaum Muhajirin dan Ansar. Tradisi ini berlanjut di masa Khulafaur Rasyidin dan khalifah berikutnya.

Anggota Majelis Ummah dipilih melalui pemilihan umum, bukan penunjukan, karena mereka mewakili masyarakat luas. Pemilihan ini penting untuk memastikan keterwakilan yang tepat, terutama di wilayah yang luas.

Nabi Muhammad memilih penasihatnya berdasarkan status kepemimpinan mereka dan keterwakilan mereka di komunitas masing-masing, bukan semata-mata berdasarkan kemampuan atau kapasitas pribadi.

Sistem ini mencerminkan hak umat Muslim untuk memiliki perwakilan dalam proses musyawarah (syura) dan pengawasan pemerintah (muhasabah). Dalam pandangan Islam, aturan dan hukum yang berlaku bersumber dari Allah SWT, bukan hasil pemikiran manusia yang terbatas.

Dengan ini tentu kita dapat menghindari bias dan kepentingan pribadi dalam pembuatan hukum, yang seringkali menjadi kelemahan dalam sistem yang berlaku saat ini.

Sistem hukum yang berasal dari manusia tentu saja memiliki banyak kelemahan karena keterbatasan dan kecenderungan manusia untuk mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompok.

Akibatnya, banyak aturan yang dibuat tidak mempertimbangkan kemaslahatan rakyat secara menyeluruh, yang pada gilirannya dapat memunculkan berbagai masalah sosial.

Beberapa contoh masalah sosial yang dapat kita temukan saat ini misalnya ketimpangan ekonomi yang semakin melebar, kerusakan lingkungan akibat regulasi yang longgar, diskriminasi terhadap kelompok minoritas, korupsi yang merajalela, serta konflik sosial yang timbul karena kebijakan yang tidak mempertimbangkan keberagaman masyarakat.

Kepemimpinan Ideal

Dalam sistem Islam, para pemimpin dan pejabat negara akan selalu mengutamakan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi. Hal ini didasarkan pada kesadaran akan tanggung jawab besar yang mereka emban dan keyakinan bahwa setiap tindakan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Sejarah Islam mencatat banyak contoh pemimpin yang menjalankan amanah kepemimpinan dengan penuh tanggung jawab, seperti Umar bin Khattab yang dikenal sangat berhati-hati dan takut dalam mengemban amanah sebagai khalifah.

Selain itu Salah satu contoh pemimpin Islam yang patut dijadikan teladan adalah Umar bin Abdul Aziz, yang memerintah pada awal abad ke-8 Masehi.

Kepemimpinannya dicirikan oleh kesederhanaan hidup, pemberantasan korupsi, reformasi sistem perpajakan, penegakan keadilan tanpa memandang latar belakang agama atau etnis, serta fokus pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Pada masa pemerintahannya, tingkat kemiskinan menurun drastis hingga sulit menemukan orang yang berhak menerima zakat.

Kepemimpinan Islam yang ideal ini menunjukkan bagaimana sistem yang didasarkan pada hukum yang berasal dari Allah SWT dan dipimpin oleh orang-orang yang memiliki kesadaran tinggi akan tanggung jawab mereka di hadapan Allah SWT dapat menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat.

Sistem islam menekankan pentingnya integritas pribadi pemimpin dan fokus pada kepentingan umat, bukan pada ambisi atau keuntungan pribadi. Dengan demikian, sistem Islam adalah satu-satunya sistem yang dapat mengatasi berbagai permasalahan yang sering muncul dalam sistem kufur yang di adopsi saat ini, seperti korupsi, ketidakadilan, dan pengabaian terhadap kesejahteraan rakyat. (*)

 

Penulis: Risnawati Ridwan

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!