Advertisement - Scroll ke atas
News

AJI dan LBH Pers Kecam Pencabutan Kartu Pers Jurnalis CNN oleh Istana

878
×

AJI dan LBH Pers Kecam Pencabutan Kartu Pers Jurnalis CNN oleh Istana

Sebarkan artikel ini
Aliansi Jurnalis Independen
Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

JAKARTA—Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam langkah Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden yang mencabut kartu identitas liputan (ID pers) Istana milik jurnalis CNN Indonesia berinisial DV.

Pencabutan itu terjadi setelah Presiden Prabowo Subianto tiba di Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Sabtu (27/9/2025), usai melakukan kunjungan ke empat negara. Dalam kesempatan tersebut, DV menanyakan soal program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah disorot publik karena kasus keracunan.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Berdasarkan informasi yang dihimpun AJI dan LBH Pers, Biro Pers Istana mengambil langsung ID Istana DV di kantor CNN Indonesia pada malam hari sekitar pukul 20.00. Biro Pers menilai pertanyaan DV dianggap di luar konteks agenda Presiden, lalu memutuskan mencabut kartu persnya.

AJI dan LBH Pers menegaskan tindakan itu bertentangan dengan Undang-Undang Pers. Pasal 3 Ayat 1 menyebut pers nasional berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, sekaligus kontrol sosial. Pertanyaan yang diajukan DV, menurut mereka, jelas bagian dari kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Ayat D, yakni melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang menyangkut kepentingan umum.

Lebih jauh, Pasal 18 UU Pers juga menegaskan, siapa pun yang secara melawan hukum menghambat kerja jurnalistik dapat dipidana hingga dua tahun penjara atau dikenai denda Rp500 juta. Pasal 4 UU Pers menekankan bahwa pers nasional tidak boleh dikenai sensor, pelarangan, ataupun pembredelan, serta berhak mencari dan menyebarkan informasi.

AJI dan LBH Pers mengingatkan, jurnalis berkewajiban menampilkan informasi berimbang, termasuk pernyataan Presiden Prabowo terkait program MBG yang menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Apalagi, Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No.14/2008) menjamin akses masyarakat terhadap informasi yang dibiayai oleh anggaran negara.

Prabowo sendiri sebelumnya menyatakan akan memanggil pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengevaluasi program MBG, sebagai bentuk transparansi kepada publik. Sikap seperti ini, kata AJI dan LBH Pers, justru sejalan dengan semangat keterbukaan dan bisa meredam keresahan masyarakat.

“Kasus ini bukan sekadar serangan terhadap jurnalis, tapi juga terhadap hak publik untuk mendapatkan informasi. Negara tidak boleh membiarkan praktik semacam ini terulang,” tegas keduanya dalam pernyataan bersama.

Mereka menuntut tiga hal: pertama, Biro Pers Istana diminta meminta maaf sekaligus mengembalikan ID pers DV. Kedua, Presiden Prabowo diminta mengevaluasi pejabat Biro Pers yang mengambil keputusan itu. Ketiga, mengingatkan semua pihak bahwa kerja jurnalis dilindungi Undang-Undang Pers, dan setiap upaya menghalangi liputan adalah pelanggaran hukum sekaligus kemunduran demokrasi. (*)

error: Content is protected !!