OPINI—Banjir besar melanda tiga provinsi di pulau Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Diperkirakan korban meninggal sudah mencapai lebih dari 600 jiwa. Ratusan korban lainnya masih dalam pencarian.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir dan longsor ini dipicu Siklon Tropis KOTO di Laut Sulu dan Bibit Siklon 95B di Selat Malaka. Dua siklon itu mereka sebut menyebabkan hujan lebat dan angin kencang di kawasan Sumut.
kelompok advokasi lingkungan WALHI meyakini banjir dan longsor ini tak bisa dilepaskan dari “kerusakan hutan” akibat penebangan kayu yang masif dan pertambangan emas yang dioperasikan PT Agincourt Resources.
Sehingga kita bisa lihat bencana ini bukan hanya sekedar takdir akan tetapi, ada ulah yang menyebabkan hal tersebut terjadi
Fenomena Alam dan Kerusakan Ulah Manusia
Deforestasi di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat mencapai 1,4 juta hektar juga banyaknya izin usaha, penebangan pohon yang menjadikan perubahan suhu di permukaan laut, sehingga terjadi siklon tropis yang menyebabkan hujan lebat ekstrim dan berdampak pada nyawa, tempat tinggal manusia.
Banjir bandang yang terjadi di Sumatera dipengaruhi oleh ulah tangan manusia sejumlah video yang memperlihatkan batang-batang pohon hanyut bersama terjangan banjir bandang, lalu mengucapkan:
“Banjir bandang boleh datang dari langit. Tapi gelondongan kayu tidak pernah jatuh dari awan. Hujan deras bisa membawa air, tapi tidak mungkin membawa batang kayu sebesar tiang listrik kalau tidak ada yang memotongnya.”
Inilah video yang viral di media sosial yang menandakan bahwa adanya jejak lama yang ditebang dan dikeruk.
Kita bisa lihat, PT Agincourt Resources yang tidak lain adalah anak usaha PT Danusa Tambang Nusantara, yang mayoritas sahamnya dipegang oleh PT United Tractors Tbk, mengeluarkan press release.
Pihak perusahaan mengatakan bahwa lokasi banjir bandang di Desa Garoga berada pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga/Aek Ngadol, tidak terhubung dengan DAS Aek Pahu, tempat PT Agincourt Resources beroperasi.
Kerakusan manusia dalam mengeksploitasi alam seperti penambangan yang jelas merusak ekosistem, seperti siklon tropis yang mengakibatkan hujan sangat lebat, hal ini sangat nyata diabaikan oleh kapitalis
Aktivitas penambangan berkontribusi terhadap perubahan iklim global dengan menghasilkan emisi gas rumah kaca. Perubahan iklim, pada gilirannya, menyebabkan pemanasan suhu muka laut dan atmosfer, yang dapat membuat siklon tropis menjadi lebih kuat. Sehingga terjadi hujan lebat dan tanah tidak mampu lagi menahan air yang mengakibatkan kebanjiran.
Padahal hal ini bisa diminimalisir dengan pengelolaan alam yang baik dan benar, namun standar kebenaran hari ini tidak dipergunakan, yang penting untung pasti mereka lakukan inilah standar sistem kapitalisme sekularisme yang digaungkan hari ini dan sangat berbeda dengan sistem Islam, Islam memiliki aturan dalam pengelolaan alam yang baik dan benar.
Islam adalah solusi permasalahan
Dalam memandang masalah ini, semuanya Qadarullah akan tetapi ada yang harus kita diperhatikan pertama kita sabar menghadapi nya dan disisi lain kita bermuhasabah kenapa hal ini bisa terjadi, kalau kita lihat secara cemerlang bahwa ini ulah tangan manusia melalui kebijakan-kebijakan yang ditetapkan bahwa izin tambang, penebangan pohon yang berhektar tanpa ada pertimbangan yang matang.
Kita tidak heran karena sistem hari ini adalah kapitalisme sekularisme jadi dalam mengambil kebijakan pasti menggunakan standarnya yakni keuntungan.
Jikalau mereka itu berstandar pada Islam maka pertambangan dan gutan itu merupakan kepemilikan umum yang harus dikelola oleh negara sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal; air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Islam mempunyai aturan untuk mengatur tata kelola Alam dan hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam yaitu negara Khilafah dalam naungan khilafah yang akan mengurus umat, sebagaimana sabda Rasulullah:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ
“Amir (Khalifah) yang mengurus banyak orang adalah pemimpin dan akan ditanya tentang mereka” (HR al-Bukhari).
Dalam negara Khilafah, khalifah akan mengurusi urusan rakyatnya termasuk bencana banjir, sebagai pemimpin bukan hanya sekedar memberikan bantuan akan tetapi melakukan pencegahan terhadap keselamatan nyawa masyarakat untuk mencegah banjir yaitu
Pertama, menjaga ekosistem yakni tetap berada di titik ketahanan membatasi ekstraksi penambangan, penebangan hutan, pengolahan limbah tambang dan membuat kanal-kanal sebagai aliran air untuk mencegah banjir.
Kedua, negara akan mengatur tata kelola alam dengan memastikan setiap pembangunan sesuai dengan aturan, tidak mengurangi kapasitas serapan tanah, khilafah akan mengelola tambang secara mandiri. Sehingga bencana akibat fenomena alam seperti terjadinya angin siklon dapat diminimalisir.
Maka kita butuh aturan yang bebar yakni Islam, dan ini hanya diterapkan dalam negara Khilafah sebagaimana pernah tegak selama 13 abad lamanya, saatnya kita menyuarakan kebatilan yg terjadi dan menyampaikan kebenaran untuk kembali menerapkan aturan yang benar. (*)
Penulis:
Safni Yunia
(Aktivis Muslimah)
Disclaimer:
Setiap opini, artikel, informasi, maupun berupa teks, gambar, suara, video, dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab masing-masing individu, dan bukan tanggung jawab Mediasulsel.com.
















