OPINI—Pergantian pemimpin dianggap oleh sebagian orang sebagai harapan baru adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam anggapannya, keberhasilan berada di dalam individu pemimpin.
Padahal selama sistem masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme tidak akan mengalami perubahan.
kalimat yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan para Menteri Kabinet Indonesia Maju saat rapat terakhir di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur “Saya ingin memohon maaf pada Bapak Ibu semua jika dalam 10 tahun ini ada hal-hal yang kurang berkenan dalam berinteraksi dan ada hal-hal yang kurang maksimal. Sekali lagi saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.” Demikian kalimat yang disampaikan Presiden Jokowi
Kalimat di atas bukan yang pertama ia sampaikan. Pada acara zikir dan doa kebangsaan di Istana Merdeka awal Agustus lalu, serta dalam pidato kenegaraannya pada Sidang Tahunan MPR, di gedung DPR/MPR Jakarta, Jumat (16-8-2024), ia pun menyampaikan kalimat yang sama dan ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia.
Apakah Cukup dengan Meminta Maaf, dalam Sistem Demokrasi ini?
Pergantian pemimpin dianggap oleh sebagian orang sebagai harapan baru adanya perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam anggapannya, keberhasilan berada di dalam individu pemimpin. Padahal selama sistem masih sama, yaitu demokrasi kapitalisme tidak akan mengalami perubahan.
Selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi dan berbagai fakta dilapangan tampak ada kesanjanjangan ada banyak kebijakan yang dinilai merugikan rakyat. Pasalnya sistem yang diterapkan ini adalah sistem yang cacat sejak lahir, sistem rusak dan merusak. Berbagai problem di dunia saat ini, adalah akibat buruk penerapan sistem ini.
Demokrasi telah berperan penting dalam memberikan kebebasan kepada manusia untuk menyampaikan pendapat, memperjuangkan kepentingannya, membentuk kelompok, dan menyuarakan keinginan politiknya. Semua ini dilakukan untuk mencegah satu kelompok menguasai atau menindas kelompok lain.
Tapi demokrasijuga memiliki cacat bawaan yang bisa menelikung cita-cita mulianya dalam sekejap. Dominasi ideologi liberal telah membuat demokrasi gagal menghapuskan kebebasan kekuasaan yang menindas.
Sebaliknya, demokrasi malah melahirkan pemerintahan yang dikuasai oleh elit, memperparah kesenjangan sosial, dan mengabaikan suara mayoritas.
Pada akhirnya, demokrasi dianggap mati karena pemerintahan nasional hanya melayani kepentingan korporasi, sementara kekuasaan berada di tangan segelintir elit dan pada golongan tertentu (dinasti politik).
Politik Dinasti dalam Demokrasi
Menyikapi munculnya politik dinasti dalam sistem Demokrasi di Indonesia. Perlu diketahui bahwa bukan politik dinastinya tetapi sistem Demokrasi yang membuat adanya dinasti politik. Faktanya di mana saja demokrasi berjalan, justru praktik pemusatan kekuasaan pada golongan tertentu, kelompok keluarga atau dinasti tertentu, terus terjadi.
Aktivis muslimah Iffah Ainur Rochmah buka suara. adanya praktik politik dinasti telah menyebabkan hilangnya kesempatan orang yang berkompeten untuk memberikan kontribusi terbaiknya dengan pemikirannya dan perannya. Bahkan mereka dijegal dengan politik dinasti sehingga orang berpikir harus menyelematkan demokrasi. Justru yang harus dikritisi lebih mendasar, yakni sistem demokrasi.
Kita harus buka mata lebar-lebar, memang praktik buruk demokrasi memang untuk memenangkan kepentingan kelompoknya sendiri dan mengabaikan rakyat.
Ia menjabarkan, mereka memiliki legitimasi untuk membenarkan tindakannya dengan mengeluarkan undang-undang atau merevisinya. Tidak ada undang-undang yang mereka langgar karena semuanya sudah direvisi sesuai kepentingan mereka.
Sistem Demokrasi Rusak dan Merusak
Banyaknya deretan persoalan pada beberapa bidang yaitu pertama pada bidang politik, dalam sistem demokrasi hanya mementingkan kepentingan para elit. Hari ini, tidak membawa rakyatnya pada kesejahteraan, persoalan umat kian makin rumit, pengangguran, kebodohan, kelaparan, kriminalitas, angkanya terus naik. Hal ini terjadi atas kebijakan yang ia terapkan, yang penting itu untung baginya ia mudah untuk mengubah aturan.
Sebagai contohnya saat Pilpres 2024, koalisi parpol bukan berdasarkan pada kesatuan visi dan misi melainkan hanya kesatuan kepentingan parpol dalam mendapatkan kursi jabatan. Buktinya, partai Islam malah berkoalisi dengan partai sekuler yang pemimpinnya kerap melecehkan ajaran Islam. Hal itu bukanlah kemunduran demokrasi melainkan kecacatan aturan yang diterapkan.
Kedua bidang ekonomi, kondisi negeri ini pun tidak juga beranjak baik. Penguasa nyata-nyata telah gagal menyejahterakan rakyatnya. Biaya hidup kian mahal, layanan publik pun malah dibisniskan seperti Kepemilikan umum Sumber daya alam seperti nikel, emas, batubara dll yang harganya melimpah itu harusnya milik umum, namun hal tersebut diserahkan/diizinkan oleh asing.
Sebagai contohnya UU Cipta Kerja yang dibangga-banggakan penguasa, alih-alih menyolusi problem ketenagakerjaan yang diwariskan dari zaman ke zaman, malah terbukti menjerumuskan negara dalam hegemoni oligarki atas nama investasi dan utang. Anehnya, para elite penguasa masih berani mengatakan bahwa investasi adalah penyelamat perekonomian, sedangkan kondisi utang yang sudah menembus angka 8.000 triliunan, masih saja disebut aman.
Ketiga, pada bidang Sosial, kondisinya juga sangat menyedihkan, banyaknya kasus yang terjadi, seperti kriminalitas, kekerasan, bunuh diri, narkoba, judi online, tawuran, seks bebas dikalangan remaja, perselingkuhan, korupsi, dan sejenisnya.
Hal ini menunjukkan individu kehilangan ketakwaannya. Keluarga dan masyarakat pun hilang ketakwaannya sehingga gagal menjadi benteng atau penjaga, serta negarapun gagal menerapkam aturan yang menyejahterahkan rakyatnya.
Permasalahan diatas seharusnya kita sebagai seorang muslim harus kritisi dan sudah saatnya berani untuk mengoreksi terhadap aturan yang diterapkan dan dijalankan selama ini yang terbukti bermasalah, baik terkait sistem politik, ekonomi, dan sosial serta sistem peradilan dan pemerintahan dll.
Dan kaum muslim harus berani berhijrah yakni meninggalkan sistem sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) menuju sistem kehidupan yang shahih yakni sistem kehidupan Islam.
Kaum muslim tidak berani untuk mengoreksi dan berhijrah yakni meninggalkan sistem sekuler maka nasib negeri ini tidak akan berubah, bakal tetap terjajah secara pemikiran. Sayangnya yang mau berhijrah masih sangat kurang.
Sistem Pemerintahan Islam
Keberhasilan dipengaruhi oleh individu dan juga sistem yang digunakan, diibaratkan ada sebuah mobil sebagai negara, individu sebagai orangnya dan aturannya itu mesin. meskipun orangnya profesional tetapi mesinnya rusak maka, mobilnya tidak berjalan, seperti itulah demokrasi.
Maka keberhasilan itu dipengaruhi oleh individu dan juga sistem atau aturan yang digunakan. Penerapan aturan tidak akan benar ketika itu buatan dari manusia yang berdasarkan hawa nafsunya yang hanya mementingkan kepentingannya tanpa berstandar pada halal dan haram.
Keberhasilan dan kebaikan hanya bisa terwujud dalam sistem yang shahih, yaitu sistem Islam yang datang dari pencipta yaitu Allah SWT. Penerapan aturan Allah Swt akan mendatangkan keberkahan dalam hidup, Seperti dalam firmannya:
وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ ٩٦
Artinya: “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan”.
Dalam Islam Seorang pemimpin (Khalifah) dalam naungan negara khilafah bahwa Islam menetapkan kriteria pemimpin, Dalam kitab Nidhzom Al-Islam oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani bahwa pengangkatan Kholifah sebagai sebagai kepala negara dianggap sah jika memenuhi tujuh syarat, yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakkal, adil, dan memiliki kemampuan.
Islam juga menetapkan tugas pemimpin negara adalah melaksanaan sistem islam secara kaffah yaitu menerapkan aturan sesuai syariat seperti dalam bidang politik yaitu dengan membuat aturan bukan berdasarkan kepentingan (dinasti politik) dll, tetapi harus sesuai hukum syara’.
Kedua dalam bidang ekonomi dengan mengatur sumber daya alam seperti tambang, nikel, emas dan batu bara diolah oleh negara dan hasilnya untuk seluruh rakyat karena hal tersebut merupakan kepemilikan umum, berbagai permasalahan salah satumya korupsi akan diselesaikan sesui dengan hukum syara’ dan akan membuat efek jera.
Ketiga, dalam bidang sosial seperti kondisi saat ini dengan banyaknya permasalahan seperti kriminalitas, pembunuhan, pelecehan seksual itu diselesaikan selesaikan sesuai aturan yang diterapkan oleh sang pencipta sehingga hal itu akan membuat jera kepada pelaku. Bukan menerapkan aturan yang dibuat oleh manusia berdasarkan hawa nafsunya.
Tugas sebagai pemimpin dengan jabatan/kekuasaanya adalah dengan menerapkan aturan-Nya Allah SWT berfirman:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS An-Nisa: 58).
Juga sabda Rasulullah Saw “Barang siapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam mekanisme sistem Islam inilah harapan kehidupan yang lebih baik dan juga keberkahan akan diwujudkan. Wallahualam Bissawab. (*/4dv)
Penulis: Safni Yunia (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.