JENEPONTO—Ketua tim hukum pasangan calon Paris Yasir-Islam Iskandar (PASMI), Saiful, mempertanyakan keputusan Bawaslu Jeneponto terkait Pemungutan Suara Ulang (PSU) di TPS 2 Desa Boronglamu, Kecamatan Arungkeke. PSU tersebut dijadwalkan berlangsung pada 5 Desember 2024 oleh KPU Jeneponto.
Saiful menyoroti tiga rekomendasi yang dikeluarkan Panwascam Arungkeke, masing-masing pada 16 November, 1 Desember, dan 2 Desember 2024. Ia mendesak Bawaslu Jeneponto untuk menjaga netralitas serta menghindari keputusan gegabah tanpa kajian mendalam.
“Bawaslu harus cermat dan mempertimbangkan dengan matang sebelum memutuskan PSU. Jangan sampai ada indikasi keberpihakan,” tegas Saiful, Rabu (4/12/2024).
Mantan Ketua Bawaslu Jeneponto itu juga mengungkapkan kecurigaan adanya kolusi antara Bawaslu Jeneponto dan Panwascam Arungkeke. Keberadaan Ketua Bawaslu Sulsel di Jeneponto selama tiga hari pun memunculkan pertanyaan besar.
“Ironisnya, Komisioner Bawaslu Sulsel sudah tiga hari di sini. Ada apa sebenarnya?” ujarnya.
Masalah lain yang mencuat adalah pernyataan tidak konsisten dari Ketua Panwascam Arungkeke, M. Hasan, terkait tanda tangan pada rekomendasi PSU.
Hasan sempat mengaku tanda tangannya discan untuk surat pertama, namun kemudian berubah pernyataannya setelah keluar dari klarifikasi di Bawaslu Jeneponto.
“Tanda tangan pada surat tanggal 16 memang discan, tapi surat kedua sudah saya tanda tangan basah. Soal surat pertama, saya tidak tahu siapa yang melakukan scan,” kata Hasan, Senin (2/12/2024).
Hasan juga tidak bisa menjelaskan siapa yang mengirimkan surat rekomendasi pertama ke KPU Jeneponto.
“Mekanismenya kan dari Panwascam ke Bawaslu. Saya tidak tahu siapa yang bawakan,” tambahnya dengan nada terbata-bata sebelum meninggalkan media.
Ketua Bawaslu Jeneponto, Muhammad Alwi, memilih tidak memberikan tanggapan mendalam terkait polemik tersebut. “Tadi saya hanya meminta konfirmasi soal mekanisme surat-menyurat di Panwascam Arungkeke,” kata Alwi singkat melalui WhatsApp, Senin malam (2/12/2024).
Polemik ini menambah dinamika Pilkada Jeneponto, dengan sorotan terhadap integritas penyelenggara pemilu di tengah upaya menjaga kepercayaan publik. (*)