Advertisement - Scroll ke atas
  • Ramadan Mubarak 1446H (Mediasulsel.com)
  • Pemkab Sidrap
  • Pemkab Sidrap
  • Pemkab Maros
  • Universitas Dipa Makassar
  • Media Sulsel
Opini

Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat?

449
×

Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat?

Sebarkan artikel ini
Kejar Pajak, Negara Pemalak Rakyat?
  • Pemprov Sulsel
  • Pascasarjana Undipa Makassar
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar

OPINI—Laporan dari Korlantas Polri menyebutkan bahwa sebanyak 96 juta unit kendaraan bermotor dari total 165 juta kendaraan terdaftar di Indonesia belum membayar pajak.

Kewajiban membayar pajak kendaraan bermotor telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan ini mewajibkan individu maupun badan yang memiliki kendaraan bermotor untuk membayar pajak.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Namun, di tengah upaya mengejar pajak dari rakyat, pemerintah memberikan berbagai kelonggaran pajak bagi kalangan tertentu. Contohnya, pembebasan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil listrik impor yang berlaku sejak Februari 2024, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 9 Tahun 2024.

Tak hanya itu, pemerintah juga memperpanjang fasilitas tax holiday hingga 2025 untuk menarik investasi asing, meski ini berpotensi mengurangi pemasukan pajak dari sektor korporasi.

Pajak: Beban Berat Rakyat

Pendapatan negara sebagian besar bersumber dari pajak. Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa hingga Oktober 2024, dari total pendapatan negara sebesar Rp2.247,5 triliun, sebesar Rp1.517,53 triliun berasal dari pajak.

Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa rakyat masih bergulat dengan kemiskinan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 25,22 juta jiwa pada Maret 2024.

Kebijakan kenaikan pajak juga terus menghantui. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) direncanakan naik menjadi 12% pada 2025. Peningkatan ini akan berdampak pada kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari dan layanan digital, yang menjadi kebutuhan vital masyarakat saat ini.

Di sisi lain, negara menghadapi beban utang yang terus membengkak, mencapai Rp8.353,02 triliun per Mei 2024. Untuk menutupi defisit anggaran, pemerintah sering kali mengorbankan rakyat melalui kenaikan pajak, pengurangan subsidi, dan privatisasi aset negara. Langkah ini justru memperparah kesenjangan sosial, karena rakyat kecil yang paling terdampak.

Akar Masalah: Kapitalisme yang Eksploitatif

Sistem kapitalisme yang diterapkan di Indonesia menempatkan rakyat sebagai objek eksploitasi. Sumber daya alam yang melimpah tidak dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan rakyat, tetapi dikuasai oleh korporasi besar. Ketika negara membutuhkan pendapatan, beban justru dialihkan kepada rakyat melalui pajak.

Ironisnya, alokasi anggaran dari pajak sering kali tidak memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Jalan rusak, fasilitas kesehatan dan pendidikan yang minim, hingga layanan publik yang terbatas menjadi pemandangan sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun rakyat terus membayar pajak, manfaatnya tidak kembali secara proporsional kepada mereka.

Alternatif: Kebijakan Pajak dalam Islam

Dalam sistem Islam, pajak (dharibah) memiliki konsep yang sangat berbeda. Pajak bukanlah sumber pemasukan utama negara, melainkan jalan terakhir yang diambil ketika baitul mal tidak mampu memenuhi kebutuhan rakyat.

Pengenaan pajak juga sangat selektif dan hanya diberlakukan pada kaum muslim yang kaya, dengan mempertimbangkan sisa nafkah setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi.

Selain itu, sumber utama pendapatan negara dalam sistem Islam berasal dari pengelolaan sumber daya alam, zakat, jizyah, dan kharaj. Negara bertanggung jawab untuk mengelola kekayaan alam demi kemakmuran rakyat, tanpa menyerahkannya kepada pihak asing atau korporasi. Dengan pendekatan ini, beban rakyat akan jauh lebih ringan, dan kesejahteraan dapat tercapai secara merata.

Penutup: Saatnya Berbenah

Fenomena pengejaran pajak yang membebani rakyat mencerminkan kelemahan sistem kapitalisme dalam mengelola negara. Dibutuhkan perubahan mendasar menuju sistem yang lebih adil dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Islam menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan sistem ekonomi berbasis syariah. Dengan pengelolaan kekayaan alam yang adil, penerapan pajak yang temporer, dan kebijakan yang berpihak pada rakyat, negara dapat memenuhi kebutuhannya tanpa memalak rakyatnya.

Sudah saatnya negeri ini berbenah menuju sistem yang membawa keberkahan dan keadilan. Wallahualam. (*)

 

Penulis: Rahmayani (Aktivis Muslimah)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!