OPINI—Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional diperingati setiap tanggal 17 Oktober 2024 dan sudah diperingati sejak tahun 1992. Namun, dunia tak mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat bahkan kesenjangan antara kaya dan miskin semakin lebar.
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, lebih dari satu miliar orang hidup dalam kemiskinan akut di seluruh dunia. Separuh dari jumlah tersebut mengalami kemiskinan ekstrem yaitu anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun. Angka tersebut mencapai 27,9% dari seluruh anak di dunia dan dua kali lipat jumlah yang dialami oleh orang dewasa yaitu 13,5%.
(UNDP) dan Oxford Poverty and Human Development Initiative (OPHI), menerbitkan indeks kemiskinan tahunan sejak tahun 2010 dengan mengumpulkan data dari 112 negara dengan populasi gabungan 6,3 miliar orang.
Indikatornya adalah kurangnya perumahan yang layak, sanitasi, listrik, bahan bakar memasak, nutrisi dan kebutuhan bersekolah. Indeks Kemiskinan Multidimensi (MPI) 2024 menyatakan, 1,1 miliar orang mengalami kemiskinan multidimensi. Sebanyak 455 juta diantaranya hidup dalam bayang-bayang konflik.
India merupakan negara yang paling banyak mengalami kemiskinan ekstrem hingga mencapai 244 juta orang dari 1,4 miliar populasi. Kemudian negara Pakistan, Ethiopia, Nigeria dan Republik Demokratik Kongo. Kelima negara tersebut mencakup hampir separuh dari jumlah penduduk miskin 1,1 miliar. Pada Maret 2024 penduduk miskin Indonesia sebesar 9,3% dari 25,22 juta jiwa.
Wakil ketua umum Partai Gerindra (Hashim Djojohadikusumo atau adik Presiden Prabowo Subianto) menyoroti masalah kemiskinan di Indonesia. Menurutnya, meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen, tetapi angka kelas menengah turun hingga 9%.
Hal lain yang cukup memprihatinkan adalah pertumbuhan orang kaya yang cukup pesat. Hal tersebut sangat disayangkan tidak selaras dengan jumlah orang miskin di tanah air. (finance detik.com/Rabu, 23-10-2024.
Jika dicermati, tingginya angka kemiskinan global juga ada di negeri sendiri, sedangkan pada saat yang sama ada orang-orang terkaya di dunia maupun Indonesia dengan jumlah kekayaan yang luar biasa, sesungguhnya itu merupakan ketimpangan besar.
Menurut laporan World Inequality Report (WIR), 1% penduduk terkaya di Indonesia menguasai 30,16% dari total aset rumah tangga secara nasional pada 2022. Sementara itu, kelompok 50% terbawah di Indonesia hanya memiliki 4,5% dari total kekayaan rumah tangga nasional.
Laporan WIR 2022 juga menunjukkan adanya ketimpangan pendapatan di antara masyarakat Indonesia. Berdasarkan realitas tersebut, ketimpangan ekonomi menunjukkan bahwa orang-orang miskin dikategorikan sebagai korban kemiskinan struktural.
Kemiskinan struktural terjadi jika orang- orang kaya dunia maupun negara-negara yang mengalami kemiskinan ekstrem hidup dalam naungan sistem yang sama yaitu kapitalisme.
Namun, buruknya distribusi kekayaan maupun konsep pengelolaan dan pengembangan harta membuat orang-orang yang menjadi penduduk di negara yang sama merasakan kesenjangan ekonomi yang amat lebar.
Sangat nyata, kapitalisme meniscayakan fenomena kemiskinan struktural. Akibatnya, yang kuat semakin kuat dan yang lemah semakin kalah. Kekuatan dan kelemahan dilandasi oleh kapital atau modal dalam sistem kapitalisme.
Penerapan sistem ini telah membuat negara tidak hadir mengurus urusan rakyat karena kesejahteraan ditetapkan secara kolektif dengan pendapatan perkapita. Hal ini merupakan ukuran semu dan tidak mungkin mampu menggambarkan kesejahteraan yang nyata.
Sesungguhnya penyebab utama kemiskinan adalah penerapan sistem kapitalisme yang membuat oligarki semakin kaya dan rakyat semakin menderita.
Solusi masalah kemiskinan bukan dengan pergantian pemimpin dan pemberdayaan perempuan, dengan menduduki jabatan sebagai pemimpin negara atau jabatan kepala daerah atau menteri.
Namun, dengan penerapan Islam secara menyeluruh (kafah), yang mampu mengentaskan kemiskinan.
Islam adalah sistem dari Allah Swt. yang mampu memberi solusi dari berbagai persoalan manusia, termasuk masalah kemiskinan. Penerapan Islam secara menyeluruh akan menjamin kesejahteraan rakyat.
Islam menetapkan pemimpin sebagai pengurus atau pelindung (raa’in) yang memenuhi kebutuhan rakyat dengan sistem Islam secara menyeluruh.
Secara fundamental, Islam telah menetapkan mekanisme distribusi kekayaan agar harta bisa dimiliki dan dinikmati oleh setiap individu, dalam rangka memenuhi kebutuhan asasinya.
Dengan begitu kepemilikan harta tidak hanya menumpuk pada orang-orang kaya saja seperti dalam sistem kapitalisme. Selain itu, cara memperoleh harta juga wajib terikat dengan aturan syariat.
Standar ekonomi sejahtera menurut Islam adalah menyangkut pemenuhan kebutuhan pokok individu per individu.
Firman Allah Swt. dalam QS. Al Hasyr ayat 7: “…. supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Ayat tersebut dapat diwujudkan dalam sistem ekonomi Islam yang meniscayakan distribusi kekayaan bagi setiap individu masyarakat. Konsep tersebut sangat mustahil diterapkan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Agar masyarakat tidak pragmatis dengan kemiskinan yang mereka alami.
Standar kemajuan suatu negara dalam sistem Islam dititikberatkan pada kebangkitan pemikiran. Kebangkitan pemikiran dalam rangka menjadikan ideologi Islam sebagai kepemimpinan berfikir yang akan disebarluaskan ke seluruh dunia melalui aktivitas dakwah dan jihad oleh negara.
Karakter dari sistem Islam adalah keberlangsungan sistem ekonomi berdasarkan syariat yang penerapannya dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah Swt. dan dilaksanakan oleh negara Islam (Khilafah).
Mekanisme distribusi kekayaan kepada setiap individu dilakukan berdasarkan sebab-sebab kepemilikan yang diatur oleh syariat Islam. Disinilah ketakwaan akan berperan sebagai parameter untuk menjamin kesempurnaan pendistribusian harta tersebut agar mampu meminimalisir berbagai kecurangan maupun buruknya sistem distribusi.
Sejarah telah mencatat jejak kegemilangan peradaban Islam melalui tegaknya sistem Islam (khilafah). Kita tentu masih ingat dalam kesejahteraan ekonomi, Khalifah Umar bin Abdul Aziz berhasil mengentaskan kemiskinan rakyatnya, semua rakyat mampu mencukupi kebutuhan hidupnya. Kesejahteraan dan kemakmuran warga Khilafah saat itu sangat merata di seluruh penjuru kekuasaan.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah meminta Gubernur Irak Abdul Hamid bin Abdurrahman agar membayar semua gaji dan hak rutin warga di provinsi itu, tetapi ternyata di Baitul Maal masih terdapat banyak uang.
Khalifah Umar lalu memerintahkan agar mencari orang yang terlilit hutang tetapi bukan karena boros (gaya hidup), Abdul Hamid kembali menjawab bahwa dirinya sudah membayarkan hutang mereka, tetapi di Baitul Maal masih banyak uang.
Khalifah lalu memerintahkan lagi, jika ada pemuda yang belum memiliki harta dan ingin menikah, hendaklah orang tersebut dinikahkan dan maharnya dibayarkan.
Abdul Hamid kembali menjawab bahwa ia telah menikahkan semua yang ingin menikah tetapi di Baitul Maal ternyata masih tersimpan banyak uang. Khalifah akhirnya memberi pengarahan agar mencari orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj.
Demikian halnya jika ada yang kekurangan modal, Khalifah memerintahkan agar mereka diberi pinjaman sehingga mampu mengelola tanahnya. Masyaallah, betapa sistem Islam mampu mewujudkan kesejahteraan. (*)
Wallahu a’ lam.
Penulis: Penulis: Sunarti (Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.