Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Dirgahayu TNI ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Peringatan Darurat: Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW

300
×

Peringatan Darurat: Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW

Sebarkan artikel ini
Peringatan Darurat: Meneladani Kepemimpinan Rasulullah SAW
Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)
  • Pemprov Sulsel
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Ramai aksi demonstrasi dari berbagai kalangan memprotes revisi UU Pilkada yang dilakukan wakil rakyat di Senayan beberapa waktu lalu. Aksi tersebut dalam rangka mengawal putusan MK terkait ambang batas parlemen dan syarat batas minimal usia calon kepala daerah. Publik menduga kuat revisi UU Pilkada tersebut dalam rangka mengakomodir putra bungsu orang nomor wahid di negeri ini.

Seperti dikutip dari nasional.kompas.com (22-08-2024), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam revisi UU Pilkada, terutama terkait ambang batas pencalonan dan syarat batas usia calon kepala daerah adalah tindakan yang sangat meresahkan dan menodai integritas demokrasi di Indonesia.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Ketika hukum dan konstitusi dengan sengaja dimanipulasi untuk keuntungan segelintir orang, kita tidak hanya berbicara tentang masalah hukum semata, tetapi juga tentang krisis moral dan politik yang serius.

Pernyataan di atas seolah mengatakan bahwa hukum dan konstitusi sedang dinodai oleh segelintir orang. Tepatnya, segelintir elite politik. Benarkah demikian? Rasanya perlu membedah lebih tajam dari terbitnya berbagai hukum di negeri ini.

Sudah masyhur dipahami bahwa lahirnya berbagai produk hukum dalam sistem demokrasi diduga kuat untuk kepentingan para kapitalis. Kongkalikong antara penguasa dan pengusaha (kapitalis) tidak bisa dielakkan karena sistem ini meniscayakan politik transaksional. Lebih jauh melahirkan politik dinasti.

Walau akhirnya revisi UU Pilkada dibatalkan, tetapi peristiwa tersebut menegaskan tabiat asli pemimpin yang lahir dalam sistem politik demokrasi. Terlebih selama beberapa tahun belakangan, kecurangan politik terus dipertontonkan dengan sangat vulgar. Manuver yang terus dimainkan para politisi, seolah hanya menyanyikan lagu lama dengan kaset rusak.

Publik pun geram dengan beraneka intrik politik yag terjadi. Aroma politik dinasti tercium dalam radius yang sangat dekat. Belum sembuh luka akibat kecurangan Pemilu yang baru saja berlalu, kini rakyat harus menyaksikan hal serupa. Sungguh sebuah tontonan yang membuka wajah asli demokrasi.

Sejarah Demokrasi

Sepanjang abad pertengahan (abad V-XV M), terjadi dominasi gereja yang otoriter dan absolut. Titik ekstremnya adalah ketika dominasi gereja dan raja Eropa menghendaki tunduknya seluruh urusan kehidupan (politik, ekonomi, sains, dll.) pada dogma gereja. Titik ekstrem lainnya adalah dominasi gereja ditentang para filosof dan pemikir yang menolak secara mutlak peran agama Katolik dalam kehidupan.

Selanjutnya terjadi peristiwa reformasi gereja dan Renaissance yang merupakan titik tolak untuk meruntuhkan dominasi otoriter gereja. Pasca revolusi perancis (1789) terwujudlah jalan tengah (sekularisme). Agama tidak diingkari secara total, tetapi masih diakui walaupun terbatas, yakni dalam urusan ibadah ritual semata. Bagi sekularisme, agama adalah sumber persoalan, sehingga agama harus dipisahkan dari kehidupan.

Pertanyaannya, jika agama dipisahkan dari kehidupan, lalu dengan aturan apa kehidupan akan berjalan? Jawabannya adalah dengan aturan yang dibuat oleh manusia. Dari sinilah peran demokrasi mulai tampak. Demokrasi meyakini manusia sebagai pembuat hukum, bukan Tuhan. Inilah titik kritis dari rusaknya sistem demokrasi.

Demokrasi, Sistem Rusak dan Merusak

Prinsip dasar demokrasi adalah kedaulatan ada di tangan rakyat. Di mana rakyat sepenuhnya berdaulat. Berdaulat dalam memilih pemimpin, berdaulat dalam memilih aturan yang mereka inginkan.

Jika ditelisik, rakyat dalam sistem demokrasi sejatinya adalah para pemilik modal (kapitalis). Realitasnya, kapitalis atau pengusaha berkelindan dengan penguasa. Inilah peluang kecurangan atau penyimpangan terbuka lebar seperti yang kita saksikan hari ini.

Diperparah dengan empat pilar kebebasan yang diagungkan dan digaungkan ke seluruh negara penganutnya, yakni kebebasan beragama, berperilaku/berekpresi, berpendapat, dan kepemilikan. Keempat kebebasan tersebut makin menegaskan kerusakan sistem demokrasi.

Lihatlah dampak dari kebebasan ala demokrasi. Kerusakan di hampir semua lini kehidupan. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, laki-laki dan perempuan. Tidak mengenal lagi strata sosial, kaya maupun miskin semua terdampak.

Misal dalam kebebasan berperilaku. Kasus aborsi akibat hamil di luar nikah atau hamil akibat pergaulan bebas terus meningkat. Kasus perkosaan yang berakhir dengan pembunuhan juga tak kalah banyaknya.

Seperti yang beberapa pekan lalu terjadi pada seorang anak perempuan usia 13 tahun di Palembang yang di rudapaksa empat laki-laki yang juga masih sangat belia. Dua orang usia 12 tahun, satu orang 13 tahun, dan seorang lagi berusia 16 tahun.

Hal serupa terjadi pada gadis 18 tahun di Pariaman yang ditemukan terkubur dalam kondisi tanpa busana. Banyak lagi kasus-kasus yang sangat mengerikan dilakukan generasi saat ini. Bagaikan fenomena gunung es. Sungguh sebuah kondisi yang menggambarkan rusaknya tatanan kehidupan akibat penerapan sistem rusak ini. Artinya, demokrasi yang memang sudah rusak dari lahirnya akan terus memproduksi berbagai macam kerusakan.

Jika demikian, layakkah demokrasi terus diperjuangkan? Satu abad lebih, sistem ini hanya memproduksi beragam jenis kerusakan. Oleh karena itu, sistem demokrasi tidak layak dijadikan aturan dalam mengatur kehidupan. Saatnya mengalihkan pandangan ke sistem yang telah terbukti menyejahterakan semua manusia dalam kurun 13 abad lamanya. Masyaallah!

Sistem yang Layak dan Menyejahterakan

Secara historis dan empiris, sistem Islam kaffah telah terbukti mampu menyejahterakan setiap individu tanpa batas. Selama 1300 tahun dalam cakupan wilayah 2/3 belahan dunia merasakan kegemilangannya. Hal ini karena seluruh tata kelola dalam semua aspek kehidupan berdasar aturan Sang Pencipta. Aturan yang lahir dari Dzat Yang Maha Sempurna, Allah ‘Azza wa Jalla.

Instrumen negara dalam menerapkan sistem Islam secara total (kaffah) adalah menjadikan hukum syarak sebagai asas dalam semua aktivitas. Pemimpin dalam Islam hanya menggunakan syariat Islam dalam pengambilan kebijakan. Tidak boleh ada satu pun aturan yang melenceng dari koridor syariat. Rakyat dan penguasa berjalan secara harmonis dalam rangka untuk menggapai rida-Nya. Visi akhirat menjadi nafas yang mengiringi setiap aktivitas.

Pemimpin dalam Islam menjalankan fungsinya sebagai raain (pengurus umat) dan junnah (pelindung). Rasulullah saw. bersabda: Imam adalah raain (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya. (HR. Bukhari)

Tanggung jawab dalam Islam berarti amanah yang wajib dilakukan. Hal tersebut tercermin dari pemenuhan kebutuhan pokok individu dan publik secara adil. Negara memaksimalkan seluruh potensi sumber daya alam yang dikaruniakan oleh Allah Swt. Dikelola secara mandiri dan independen dengan melibatkan para ahli dalam negara Islam.

Ditopang oleh sistem ekonomi dengan pengaturan yang sangat detail, jauh dari transaksi ribawi dan batil. Kesemua hal tersebut demi memenuhi kebutuhan kewajiban di atas.

Secuil gambaran pengelolaan sistem Islam dalam naungan negara dan bukti sejarah dalam banyak literatur, membuktikan bahwa sistem ini layak dan mampu menyejahterakan setiap individu rakyat. Sebaliknya, mengambil demokrasi sebagai sistem politik untuk mengatur kehidupan adalah sebuah kemungkaran. Hal tersebut sama saja dengan mencampakkan peran Allah Swt. sebagai pembuat hukum.

Sebagaimana dalam QS. Al-Anam: 57, yang artinya: “Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al Quran) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”

Oleh karena itu, jika penduduk negeri ini ingin mendapatkan keberkahan hidup, maka menerapkan sistem Islam kaffah adalah solusi satu-satunya. Karena sistem inilah yang dicontohkan oleh manusia mulia Rasullullah saw. dan para sahabat sepeninggal Beliau. Sekaligus momen Maulid Nabi yakni menelusuri jejak sejarah kepemimpinan Muhammad saw. sebagai teladan terbaik sepanjang masa. Wallahualam bis Showab. (*)

 

Penulis: Dr. Suryani Syahrir, S.T., M.T. (Dosen dan Pemerhati Sosial)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!