OPINI—Ibarat wabah, paham kebebasan telah menjerat berbagai lini kehidupan, mulai dari orang tua, anak-anak, hingga remaja. Dilansir dari Merdeka.com (5/8/2023), Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkapkan bahwa 60% remaja usia 16-17 tahun telah melakukan hubungan seksual. Data tersebut bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017.
“Usia hubungan seksual semakin muda, sementara usia pernikahan semakin mundur. Dengan kata lain, semakin banyak hubungan seks di luar nikah,” ujar Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, kepada Merdeka.com (5/8/2023).
Fenomena ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan asas liberal dalam suatu negara. Paham kebebasan atau liberalisme melahirkan budaya permisif, di mana setiap individu merasa berhak menentukan arah hidupnya sendiri, termasuk dalam hal pergaulan dan hubungan seksual. Kebebasan ini memungkinkan masyarakat bertindak sesuai kehendaknya tanpa batasan norma dan agama.
Paham ini berkembang dalam empat aspek utama: kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berperilaku. Semua aspek ini, jika tidak dikendalikan, dapat merusak tatanan sosial masyarakat.
Paham Liberal Masuk ke Rumah Kaum Muslimin
Liberalisasi perilaku telah menjadi tren global, menyusup ke negeri-negeri Muslim hingga ke dalam rumah-rumah mereka. Mirisnya, ide ini dijadikan alat untuk menjauhkan kaum Muslim dari ajaran agamanya sendiri, tanpa mereka sadari.
Berbagai pemikiran sesat pun semakin marak di tengah masyarakat, seperti:
- “Jangan bawa-bawa agama dalam kehidupan sosial!”
- “Tubuhku, hakku!”
- “Jangan terlalu dalam mempelajari agama!”
Semua ini merupakan wajah-wajah liberalisme yang terus dipropagandakan di berbagai media dan platform sosial. Jika dibiarkan, paham ini akan menjadi racun bagi generasi Muslim masa depan.
Kaum Muslim tidak akan lagi memiliki generasi yang mampu mengulang sejarah kejayaan Islam. Jika akidah remaja dilemahkan, pola pikirnya disesatkan, dan perilakunya dibiarkan bebas tanpa aturan, maka mereka akan kehilangan arah dan tidak akan mampu membangun peradaban yang mulia.
Negara Justru Memfasilitasi Liberalisasi Pergaulan
Ironisnya, di satu sisi pemerintah mengaku prihatin terhadap maraknya seks bebas di kalangan remaja, tetapi di sisi lain justru memberikan fasilitas bagi budaya liberal.
Misalnya, konser-konser yang menampilkan gaya hidup hedonis dan mempertontonkan aurat, seperti konser girlband atau konser Coldplay yang akan diadakan pada November mendatang. Selain itu, kurikulum pendidikan yang semakin jauh dari nilai-nilai agama juga didukung atas nama kepentingan ekonomi.
Paradigma kapitalistik seperti ini semakin membuat remaja terjebak dalam cengkeraman liberalisasi pergaulan. Lantas, bagaimana solusi agar remaja terhindar dari pengaruh paham liberal ini?
Islam Kaffah sebagai Solusi
Pemahaman Islam secara kaffah (menyeluruh) harus ditanamkan kepada remaja. Islam bukan hanya tentang fikih taharah atau fikih pergaulan, tetapi lebih dari itu, Islam harus menjadi way of life—pandangan hidup yang menentukan arah kehidupan seorang Muslim.
Dengan memahami Islam secara utuh, remaja Muslim akan memiliki jati diri yang kuat dan tidak mudah terombang-ambing oleh pengaruh liberalisme. Mereka akan memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak didapat dari kebebasan tanpa batas, tetapi dari ketaatan kepada Allah.
Satu-satunya cara untuk membangun imunitas terhadap paham liberal adalah dengan pembinaan Islam kaffah yang berkelanjutan. Ini mencakup:
- Penanaman dan penguatan akidah Islam agar remaja memahami tujuan hidup mereka sesuai dengan syariat.
- Kesadaran untuk terikat dengan hukum syara’ dalam setiap sikap dan perilaku.
- Dukungan penuh dari keluarga dan lingkungan dalam membentuk karakter islami pada remaja.
Pembinaan Intensif dan Berkesinambungan
Paham liberal terus disebarluaskan setiap hari melalui media, hiburan, dan sistem pendidikan. Oleh karena itu, pembinaan Islam kaffah harus dilakukan secara intensif dan berkelanjutan.
Orang tua harus bersungguh-sungguh mencari dan mendukung wadah pembinaan Islam yang tepat bagi anak-anak mereka. Keluarga harus menjadi benteng pertama yang menjaga anak-anak dari pengaruh buruk lingkungan.
Pembinaan tidak cukup hanya dilakukan di majelis pengajian, tetapi harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama di rumah.
Peran Negara dalam Menjaga Remaja
Remaja adalah elemen penting dalam tatanan sosial. Menjaga mereka agar tidak terjerumus dalam liberalisasi pergaulan bukan sekadar memberikan imbauan atau menunda usia pernikahan, tetapi membutuhkan penjagaan dari individu, keluarga, masyarakat, dan negara.
Sayangnya, dalam sistem kapitalistik, di mana standar finansial menjadi tolak ukur utama kebijakan, remaja justru dibiarkan terperosok ke dalam pergaulan bebas.
Berbeda jika negara menerapkan sistem yang berasal dari Sang Pencipta. Aturan yang diberlakukan akan sesuai dengan fitrah manusia dan mampu menyelesaikan problematika sosial secara menyeluruh. (*)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis: Ummu Hafidzah (Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.