Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Dirgahayu TNI ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Rusaknya Bangunan Keluarga, Tanggung Jawab Siapa?

243
×

Rusaknya Bangunan Keluarga, Tanggung Jawab Siapa?

Sebarkan artikel ini
Hamsina Halik
Hamsina Halik (Pegiiat Literasi)
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Berbagai masalah yang terjadi dalam keluarga masih saja terus terjadi, makin rumit dan sistemik. Kekerasan dalam rumah tangga kerap terjadi, hingga kejadian tragis pun menimpa keluarga.

Sebagaimana yang terjadi di Kecamatan Balikpapan Barat pada Jumat 23 Agustus 2024, seorang ibu bernama Hajjah RK meninggal secara tragis dibunuh oleh anak kandungnya sendiri bernama Ar. Kejadian itu seketika membuat warga geger dan ngeri. (balpos.com, 24/08/2024)

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Di Pontianak, kasus pembunuhan dalam keluarga juga terjadi. Korbannya seorang anak bernama Nizam Ahmad Al Fahri (6 tahun) dibunuh secara tragis oleh ibu tirinya IF 24 tahun, di sebuah rumah pada Sabtu siang 24 Agustus 2024.

Dari hasil penyelidikan polisi diketahui bahwa korban sudah sering mendapat kekerasan dari pelaku. Polisi mengungkap jika motif pelaku menghabisi nyawa korban lantaran cemburu terhadap ayah korban karena tidak perhatian kepada pelaku saat hamil. (daerah.sindonews.com, 24/08/2024)

Dan masih banyak lagi kasus serupa lainnya, kasus di atas hanya segelintir dari banyak kasus serupa. Sungguh kondisi keluarga muslim saat tidak baik-baik saja. Fungsi keluarga kian tergerus.

Orangtua yang sejatinya adalah pelindung bagi anak-anaknya, tapi justru anak sendirilah yang menghabisi nyawa orangtuanya. Begitu pula, seorang ibu yang seharusnya menyayangi anaknya, justru anak itu meregang nyawa di tangan ibunya.

Materi Menjadi Orientasi Hidup

Apa yang terjadi kepada orangtua atau bahkan anak dengan berbagai tindakan yang tidak manusiawi dan tidak beradab, tidak lain disebabkan oleh sistem yang diterapkan saat ini. Yaitu sistem kapitalisme dengan asas sekulerismenya yang menjauhkan agama dari kehidupan.

Dalam sistem ini, agama hanya dijadikan sebagai ibadah ritual semata. Sedangkan dalam tatanan kehidupan yang lain, seperti ekonomi, pendidikan, politik, dll., agama tidak boleh ada campur tangan didalamnya. Akhirnya, rakyat jauh dari ajaran agamanya sehingga menyebabkan banyak kerusakan di muka bumi ini, termasuk rusaknya tatanan keluarga.

Selain itu, sistem ini telah menjadikan orientasi kehidupan manusia adalah materi, baik dalam bentuk harta, kekuasaan, popularitas hingga kepuasan atas perilaku yang diinginkan dan disukainya.

Sementara agama disisihkan dalam mengatur kehidupan. Sehingga siapapun yang hidup di dalamnya tidak lagi memperhatikan apakah perbuatan yang dilakukannya sesuai dengan petunjuk Alquran atau tidak.

Sehingga dengan orientasi materi ini, menjadikan standar kebahagiaan dalam hidup manusia adalah materi semata, bukan karena ingin menggapai rida Allah Swt. Hal ini pun berdampak pada visi misi bangunan keluarga yang tidak lagi berlandaskan pada visi akhirat, melainkan hanya dunia saja.

Maka tak heran, jika seseorang menjadi memiliki emosi tidak stabil, mudah menggebu-gebu hingga berujung pada aktivitas menyimpang, berbuat nekat dan keji meski itu kepada anak atau orangtuanya sendiri.

Karena standar kebahagiaan adalah materi, maka ketika mengalami kegagalan dalam meraih materi, akan membuat hubungan keluarga diabaikan. Sehingga tega melakukan tindak kekerasan bahkan pembunuhan.

Ditambah dengan minimnya keimanan serta sifat sabar dan qana’ah, membuat mereka mudah digoyahkan. Sungguh sistem ini telah membuat hubungan keluarga kalah dengan materi.

Tanggung Jawab Negara

Disadari atau tidak negara yang memiliki wewenang mengatur rakyatnya berperan dalam menghilangkan segala hal yang mampu merusak hubungan antar anggota keluarga.

Sebab, negara lah yang memiliki tugas dalam melindungi akidah umatnya dan kewajiban mengurusi seluruh kebutuhannya. Dengan demikian, negaralah yang paling bertanggung jawab atas sekulerisasi yang kian massif di segala aspek kehidupan, termasuk pendidikan dan ekonomi.

Sistem pendidikan yang ada saat ini, kurikulumnya berbasis sekuler atau telah berkiblat kepada barat. Agama yang berperan besar dalam membentuk kepribadian generasi tidak menjadi point of view dalam menyusun kurikulum pendidikan ini. Pendidikan agama tidak mendapat porsi yang layak, bahkan diwacanakan akan dihilangkan.

Alhasil, pendidikan yang bercorak sekuler ini menjadikan anak didik tumbuh menjadi generasi yang lemah imannya. Anak-anak tumbuh tanpa ketakwaan. Ini menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan sekuler yang berlaku. Lebih dari itu, sistem pendidikan sekuler telah mengabaikan pentingnya membangun keluarga sesuai tuntunan syariat.

Adapun terkait ekonomi, akibat kebijakan politik ekonomi neoliberal yang merupakan buah dari penerapan ideologi kapitalisme berefek pada semakin beratnya beban hidup keluarga muslim. Sebab untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup yang layak dalam sebuah keluarga sangat sulit diwujudkan.

Sistem ekonomi kapitalisme telah menjadi penyebab utama tingginya harga bahan-bahan pokok dan mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan. Tentu saja, hal itu akan menjadi pemicu seseorang stress dan tidak mampu mengontrol emosinya. Hingga keluarga menjadi sasaran empuk pelampiasan emosi yang tak terkontrol itu.

Beda halnya dalam sistem Islam yang menetapkan bahwa kepentingan rakyat sebagai pelayanan utama bagi negara. Termasuk penyediaan lapangan pekerjaan yang layak bagi setiap kepala keluarga. Tidak hanya itu, negara dalam wadah sistem Islam akan memenuhi setiap kebutuhan rakyatnya.

Mulai dari sandang, pangan dan papan. Semuanya akan dijamin dengan adanya tata kelola sumber daya alam yang dimiliki oleh negara. Hasilnya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan korporasi sebagaimana yang kini terjadi.

Adapun pendidikan. Dalam sistem Islam, sistem pendidikan akan berbasis akidah Islam. Pemahaman agama adalah hal yang paling utama pada anak didik, agar mereka bisa menjalani kehidupan dengan benar.

Dengan begitu, akan timbul motivasi belajar yang berdasarkan ruhiah. Inilah yang akan menjadikannya kuat dari sisi syahsiah (kepribadian) Islam. Anak-anak pun akan termotivasi untuk terus belajar, sebab mereka ingin berkontribusi untuk kemaslahatan umat.

Hal ini pun akan menjadikan anak-anak penuh kasih sayang kepada kedua orang tuanya. Mereka akan menjadi anak yang berbakti dan berkontribusi besar bagi kemaslahatan keluarganya.

Demikian pula bagi orangtua, dengan keimanan yang kokoh, hidup berlandaskan pada aturan-Nya, akan membuat mereka menyadari dan memahami fungsi utamanya sebagai pendidik pertama dan pelindung bagi anak-anaknya.

Dengan demikian, hanya konsep Islam-lah yang mampu memelihara rakyat dengan sebaik-baiknya. Dan hanya dengannya-lah hidup menjadi berkah. Wallahualam. (*)

 

Penulis: Hamsina Halik

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!