OPINI—Zionis kembali membombardir jalur Gaza 18 Maret 2025 setelah gencatan senjata yang berlaku pada 19 Januari 2025. Agresi militer Zionis makin brutal terhadap warga Palestina. Anak-anak pun menjadi sasarannya.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) membeberkan bahwa setiap hari sekitar 100 anak telah terbunuh atau terluka di Gaza sejak serangan dimulai kembali.
Parahnya meski kondisinya sudah sedemikian parah, Amerika Serikat tetap saja memberikan dukungan penuh terhadap Zionis Yahudi.
Gaza Sedang Menghadapi Krisis Yatim Terbesar dalam Sejarah Modern
Di perayaan Hari Anak Palestina tanggal 5 April mereka mendapatkan kado kehilangan orang tua, keluarga, dan nyawa. Sebanyak 39.384 orang anak-anak Gaza yang menjadi yatim. Berdasarkan Biro Statistik Palestina yang dilansir oleh Al Mayadeen mencatat bahwa inilah krisis terbesar yang dialami oleh Gaza.
Ambisi Zionis untuk menguasai tanah Palestina telah merampas semua milik mereka. Hal ini terjadi di tengah gencarnya Barat teriak Hancur (Hak Asasi Manusia), hancurnya perangkat hukum perlindungan, hancurnya berbagai aturan internasional, dan Konvensi PBB tentang Hak Anak (United Nations Convention on the Rights of the Child/UNCRC).
Faktanya, Zionis merampas semua hal yang menjadi hak anak-anak Gaza.
Padahal setiap anak seharusnya memperoleh hak-hak sebagai berikut: 1. Kehidupan, kelangsungan hidup, dan perkembangan. 2. Perlindungan dari kekerasan, pelecehan, atau pengabaian. 3. Pendidikan yang memungkinkan anak-anak untuk memenuhi potensinya. 4. Dibesarkan oleh orang tua atau memiliki hubungan dengan mereka. 5. Mengungkapkan pendapat mereka dan didengarkan pendapatnya.
Namun, semua itu tak juga didapatkan oleh kaum muslimin. Yang ada kesulitan demi kesulitan terus dirasakan seperti sulitnya bantuan kemanusiaan ke wilayah Gaza. Hal ini termasuk pembunuhan secara tidak langsung, sekaligus sebagai senjata perang di Jalur Gaza, sebagaimana diungkapkan oleh Philippe Lazzarini, Kepala Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Dari sini tampak jelas pelanggaran Zionis Yahudi terhadap produk hukum internasional. Meski demikian, penguasa muslim tak juga bergerak memberikan bantuan, terlebih memberikan perlawanan. Seolah warga Gaza baik-baik saja. Parahnya, sebagian besar penguasa muslim telah menormalisasi hubungan diplomatik dengan Zionis.
PBB maupun organisasi negeri-negeri Islam seperti OKI dan Liga Arab tak juga serius menghentikan langkah Zionis. Pupus sudah harapan pada lembaga-lembaga internasional dan semua kebijakannya. Karena sejatinya lembaga itu bukan untuk menolong kaum muslim Palestina, tetapi semakin mengokohkan eksistensi Amerika Serikat di dunia, khususnya Timur Tengah demi memperoleh keuntungan materi.
Ini membuktikan masalah Palestina adalah masalah Islam dan seluruh kaum muslim. Tanah Palestina (tanah kharajiyah) milik kaum muslim di seluruh dunia. Statusnya tidak akan berubah hingga kiamat nanti. Kaum muslim saat ini seharusnya meneladani sosok Sultan Abdul Hamid II yang secara tegas menolak berbagai bentuk penyerahan tanah Palestina kepada kaum kafir, meskipun hanya sejengkal.
Palestine Butuh Solusi Menyeluruh
Persoalan Palestina membutuhkan solusi tuntas yang bisa mengakhiri segala bentuk penjajahan. Namun, solusi yang dimaksud bukan saja dengan memboikot produk-produk Zionis Yahudi, bukan pula dengan two–nation state (solusi dua negara), meminta PBB untuk memberikan sanksi, atau bahkan dengan memindahkan anak-anak Palestina ke tempat yang aman, melainkan dengan mewujudkan persatuan hakiki dibawah institusi Khilafah yang akan menghilangkan sekat-sekat wilayah.
Itulah negeri Islam yang mengikuti metode kenabian, sekaligus menjadi pelindung umat yang mampu melancarkan jihad terhadap siapa saja yang memusuhi Islam dan kaum muslim. Dengan kekuatan jihad pula, Zionis Yahudi akan terusir dari Tanah Palestina. Semestinya umat sungguh-sungguh memperjuangkan kehadiran kepemimpinan Islam. Sabda Rasulullah saw,
“Sesungguhnya al-imam (Khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’alaih dan lain-lain.)
Sejarah membuktikan selama belasan abad negara Islam berhasil menjadi benteng pelindung yang memberikan penjagaan luar biasa agar tanah Palestina tetap menjadi milik kaum muslimin dan memberikan support system terbaik bagi anak-anak. Sebab dalam sistem Islam merekalah penerus perjuangan. Untuk itu, agar terbentuk generasi cemerlang yang mampu menaklukkan peradaban, maka seluruh kebutuhan mereka harus dipenuhi oleh negara.
Negara Islam senantiasa melindungi Palestina, bahkan ketika dalam posisi lemah sekalipun.
Islam tidak akan membiarkan bencana generasi terjadi. Jika tegak negara Islam penjajahan Zionis terhadap Gaza/Palestina tidak akan berlarut-larut karena jihad akan segera diperintahkan untuk mengakhiri penjajahan bahkan sebelum penjajahan terjadi Khilafah akan memastikan wilayah tersebut tetap aman.
Sudah seharusnya setiap muslim terlibat dalam upaya tegaknya kembali negara Islam agar mereka memiliki hujjah dihadapan Allah bahwa mereka tidak diam menyaksikan kebiadaban Zionis dan sekutu-sekutunya.
Perjuangan ini tentu tidak bisa sendiri, Rasul saw. telah mencontohkan perjuangan menegakkan negara Islam di Madinah melalui dakwah pemikiran bersama partai ideologi.
Dahulu Rasul melakukan bersama para sahabatnya yang terhimpun dalam Hizbun Rasul, maka saat ini umat Islam juga harus berjuang bersama partai Islam ideologis yang mengikuti metode dakwah Rasul demi menegakkan kembali perisai umat Islam. Caranya melalui persatuan umat di bawah panji Rasulullah dan kepemimpinan negara Islam.
Dengan begitu, pertolongan terhadap Gaza khususnya anak-anak Palestina bisa dilakukan sehingga mereka tak lagi meminta tanggung jawab kita di akhirat kelak. (*)
Wallahu’alam
Penulis: Marwana S, S.Kep.Ns (Praktisi Kesehatan)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.