OPINI—Pemerintah memutuskan untuk memberikan diskon listrik sebesar 50% selama dua bulan kepada kelompok menengah ke bawah dengan daya 450 volt ampere (VA) hingga 2.200 VA. Kebijakan ini bertujuan meredam dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Langkah pemerintah ini disertai upaya mematangkan data dan skema penerima bantuan sosial (bansos). Menteri Sosial Saefullah Yusuf menjelaskan bahwa tujuan penyempurnaan data adalah memastikan bansos tepat sasaran kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Menurut Muhaimin Iskandar, kelompok menengah memiliki kerentanan untuk jatuh ke jurang kemiskinan, sehingga pemerintah harus memberikan perlindungan agar kondisi mereka tidak semakin memburuk.
Namun, kritik keras muncul dari Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudistira, yang menyebut bahwa kondisi ekonomi Indonesia sangat buruk. Ia menilai berbagai paket kebijakan ekonomi pemerintah tidak efektif mengurangi beban masyarakat dan pelaku usaha. Belanja negara dinilai terlalu fokus pada hal-hal yang kurang produktif bagi kesejahteraan publik.
Misalnya, alokasi anggaran untuk pembayaran utang pada tahun 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, ditambah bunga sebesar Rp 552,8 triliun. Selain itu, proyek pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur menyerap anggaran hingga Rp 72 triliun hingga akhir 2024.
Masalah lain adalah korupsi yang semakin masif, menyebabkan anggaran negara bocor ke kantong-kantong pejabat dan pengusaha yang terlibat dalam proyek pemerintah. Data dari Kepala PPATK menyebutkan bahwa 36,67% dana Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak digunakan sebagaimana mestinya, melainkan untuk kepentingan pribadi.
Di tengah kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, Indonesia justru terlalu mengandalkan pungutan pajak. Hal ini memperberat beban masyarakat yang baru pulih dari pandemi. Harga bahan pokok yang kian mahal, sulitnya akses bahan bakar, serta potongan PPN di setiap transaksi semakin memperburuk keadaan. Kenaikan ini juga bertentangan dengan konsep syariah dalam Islam, yang menekankan keadilan dalam transaksi jual beli.
Dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, pemerintah juga merencanakan penerapan asuransi kendaraan wajib mulai Januari 2025. Kebijakan ini menambah beban masyarakat yang sudah harus membayar berbagai pajak dan iuran, seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Pajak Kendaraan Bermotor, dan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ).
Bansos dan subsidi yang diberikan pemerintah hanya menjadi “angin segar” sementara di tengah badai masalah ekonomi. Diskon listrik yang hanya berlaku dua bulan dan bansos yang sifatnya temporer tidak cukup untuk menanggulangi dampak jangka panjang dari kenaikan PPN. Beban ekonomi rakyat semakin berat, terutama menjelang Ramadan dan hari raya, ketika harga kebutuhan pokok biasanya melonjak.
Kebijakan menaikkan PPN dan menawarkan solusi berupa bansos maupun subsidi lebih terlihat sebagai langkah populis otoriter. Kebijakan ini tampak berpihak pada rakyat, tetapi sejatinya hanya tambal sulam dalam sistem kapitalis yang tidak menyentuh akar persoalan. Justru, kebijakan semacam ini kerap mengakomodasi kepentingan para elite dan kapitalis.
Dalam Islam, pajak bukan sumber utama pendapatan negara. Pajak hanya diberlakukan dalam kondisi darurat ketika kas negara kosong dan ada kebutuhan mendesak. Itu pun hanya dikenakan kepada rakyat yang mampu. Islam menempatkan penguasa sebagai pelayan rakyat, yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pokok mereka.
Rasulullah SAW bersabda, “Imam itu adalah laksana penggembala, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya (yang digembalakannya)” (HR Bukhari dan Ahmad).
Mengurus rakyat memang tidak sesederhana menggembala domba. Pemerintah harus memastikan seluruh kebutuhan primer dan sekunder rakyat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, terpenuhi secara adil dan merata. Tanpa kebijakan yang berpihak kepada rakyat, segala bentuk subsidi dan bansos hanya menjadi solusi sementara yang tidak menyelesaikan inti persoalan. (*)
Penulis: Ma’wah (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
















