OPINI—Tanggal 2 Mei lalu telah diperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS), sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Kali ini tema yang diusung adalah “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar” yang disesuaikan dengan bulan merdeka belajar.
Sebagaimana diketahui bahwa Kemendikbudristek No.12 tahun 2024 telah menetapkan kurikulum merdeka sebagai kurikulum nasional. Didalamnya memuat tentang kurikulum PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Menengah.
Dengan terbitnya Peraturan Mendikbudristek No. 12 Tahun 2024 ini. Kurikulum merdeka pun ditetapkan secara resmi menjadi kerangka dasar dan struktur kurikulum untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia. (kurikulum.kemendikbud.go.id)
Penetapan kurikulum merdeka menjadi kurikulum nasional tak serta merta mendapat sambutan hangat dari berbagai pihak, terutama bagi mereka yang bergelut dalam dunia pendidikan. Pasalnya, kurikulum tersebut dianggap masih belum jelas dan peserta didik hanya terfokus pada kompetensi/daya saing terhadap sesuatu yang bersifat materi, namun melupakan pembinaan pada agama maupun mental.
Kita tak bisa menutup mata terhadap fakta bobroknya dunia pendidikan saat ini. baik yang dilakukan oleh oknum guru maupun siswa. Di kalangan guru, fungsi mereka semakin tergerus, Guru seolah hanya penyampai pelajaran.
Namun, gagal menjadi penyampai teladan yang membentuk karakter mulia pada diri pelajar. Bahkan dalam beberapa kasus, guru malah terlibat aksi pencabulan dan perundungan terhadap siswanya. Mirisnya, kejadian itu tak hanya terjadi di sekolah umum. Bahkan dalam lingkup pesantren pun juga mencuat banyak kasus yang serupa.
Sementara di kalangan pelajar, kita bisa melihat betapa moralnya semakin terdegradasi, fakta-fakta seputar pergaulan bebas, narkoba, perundungan, menyontek, dan tawuran semakin mencuat ke permukaan, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.
Jika melihat kondisi seperti ini tentu memunculkan pertanyaan terhadap kurikulum pendidikan yang diterapkan saat ini. sekaligus mempertegas bahwa kurikulum yang diterapkan belum berhasil membentuk generasi yang gemilang.
Kurikulum merdeka yang diterapkan dalam sistem sekuler kapitalisme, nyatanya tak benar-benar memerdekakan generasi dari perilaku-perilaku buruk. Hal itu karena pendidikan hanya terfokus untuk menghasilkan manusia-manusia yang mahir dalam teknologi.
Namun, minim kepribadian Islamnya. Konsep inilah yang kita dapati dalam kurikulum Merdeka Belajar yang memandang bahwa ilmu sebagai sumber materi.
Padahal, ilmu seharusnya didedikasikan untuk membangun peradaban mulia. Namun dalam sistem pendidikan sekuler, Ilmu seolah hanya untuk meraih materi dan menjaga eksistensi peradaban Kapitalisme.
Maka tak heran jika potensi intelektual lebih banyak dibajak demi menguatkan sekularisme dan Kapitalisme dalam kehidupan ini.
Pendidikan dalam Sistem Islam
Pendidikan dalam sistem Kapitalisme tentu berbeda dalam sistem Islam. Dimana sistem kapitalisme menjadikan pendidikan sebagai bahan komersial yang diperjualbelikan. Biayanya juga terbilang mahal hingga banyak kalangan yang tak bisa menjangkaunya.
Ditambah lagi penerapan kurikulum merdeka belajar yang tak mampu mencetak generasi-generasi unggul dan berkualitas karena sasarannya hanya tercakup pada capaian materi.
Sementara dalam sistem Islam pendidikan adalah kebutuhan dasar publik yang wajib dipenuhi oleh negara secara gratis dan menyeluruh, karena hal tersebut menjadi penentu masa depan generasi dan bangsa.
Sistem pendidikan Islam dibangun di atas aqidah Islam memandang bahwa Allah Swt. adalah Al-Khalik sekaligus Al-Mudabbir (pencipta dan pengatur) kehidupan manusia. Dengan pandangan tersebut akan terbentuk generasi yang berkualitas, beriman, bertakwa, terampil, berjiwa pemimpin dan mampu menjadi problem solver.
Tentu generasi dengan kualifikasi demikian hanya akan didapatkan dalam sistem pendidikan Islam, yang didalamnya diterapkan kurikulum berasaskan aqidah Islam.
Oleh karena itu, negara akan bertanggung jawab penuh dalam menyusun kurikulum pendidikan, agar generasi tidak terfokus pada capaian materi sebagaimana dalam sistem kapitalisme.
Selain itu, negara akan mewajibkan pembelajaran ilmu (tsaqofah) Islam secara menyeluruh dan ilmu-ilmu saintek yang membawa kemaslahatan dalam kehidupan manusia.
Sistem Islam memandang bahwa Ilmu wajib disandingkan dengan iman. Ilmu dan iman adalah dua modal penting untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pendidikan, yakni terbentuknya manusia yang berkepribadian Islam.
Dengan ilmu, para pelajar atau intelektual akan hadir memberi solusi. Sementara dengan keimanannya, mereka akan paham bahwa ilmunya wajib berdimensi akhirat.
Allah Swt. berfirman, “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (TQS. Al-Mujadalah : 11).
Demikianlah posisi ilmu dan kurikulum yang luar biasa dalam sistem Islam, yang mampu membawa generasi pada cahaya bagi gelapnya kebodohan, sekaligus memberi solusi atas seluruh persoalan umat.
Kurikulum dalam sistem Islam akan menjadi wasilah lahirnya generasi yang berkualitas dan mampu menjadi pejuang-pejuang tangguh, hingga terwujud peradaban mulia, sebagaimana yang ada pada masa-masa kejayaan Islam sebelumnya. Wallahu A’lam Bi Ashawab. (*)
Penulis:
Munawwarah Rahman, S.Pd
(Praktisi Pendidikan)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.