OPINI—Dalam beberapa kesempatan, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan tegas menempatkan konsep ekonomi biru sebagai arah pembangunan jangka panjang di Sulawesi Selatan. Tentu konsep ekonomi biru dewasa ini kembali menjadi isu penting karena menitikberatkan pada aspek berkelanjutan yang pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Arah pembangunan jangka panjang Sulawesi Selatan yang mengusung konsep ekonomi biru dirasa cukup beralasan mengingat berbagai potensi terkait perikanan dan kelautan yang besar.
Berdasarkan catatan BPS, pada tahun 2023 subkategori Perikanan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi sebesar 56,24 triliun rupiah atau berkontribusi sebesar 8,62 persen dari total ekonomi Sulawesi Selatan.
Dari sisi SDM, terdapat sekitar 117,9 ribu Usaha Pertanian Perorangan (UTP) yang bergerak dibidang perikanan berdasarkan data Sensus Pertanian tahun 2023. Lebih jauh lagi, komoditas seperti Ikan dan Udang telah lama menjadi salah satu komoditas unggulan ekspor Sulawesi Selatan.
Nilai ekonomi ini belum termasuk kontribusi kegiatan yang lainnya seperti transportasi laut hingga pariwisata yang juga memiliki nilai ekonomi tinggi. Dengan kondisi tersebut tidak mengherankan jika pembangunan ekonomi biru menjadi arah pembangunan jangka panjang di Sulawesi Selatan.
Pemerintah sendiri melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki lima program yang mendukung pembangunan ekonomi biru. Lima program tersebut yaitu perluasan kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pembangunan perikanan budidaya laut, pesisir dan darat secara berkelanjutan.
Kemudian, pengawasan dan pengendalian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pembersihan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.
Namun pada praktiknya, kegiatan di sektor perikanan nampak masih dihadapkan pada beberapa masalah seperti penggunaan alat tangkap terlarang yang merusak lingkungan laut, ilegal Fishing, penangkapan ikan secara berlebihan, degradasi mangrove, degradasi terumbu karang, dan lain-lain. Kondisi ini merupakan tantangan nyata dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi biru di Sulawesi Selatan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Sulawesi Selatan sebenarnya memiliki faktor penting yang seharusnya menjadi ruh dalam setiap kebijakan pemerintah yaitu Modal Sosial (Social Capital).
Penduduk Sulawesi Selatan sejatinya adalah penduduk yang sangat berbudaya dan memegang erat nilai kearifan lokal dalam setiap sendi-sendi kehidupan. Modal sosial secara sederhana dapat dipahami sebagai kekuatan yang berasal dari norma-norma sosial yang berada dalam masyarakat.
Jousairi (2006) menyatakan bahwa pada modal sosial, lebih menekankan pada potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan modal sosial, norma, nilai, dan kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma kelompok.
Lantas bagaimana peran modal sosial ini sehingga dapat menjadi kekuatan dalam implementasi ekonomi biru?
Peran Agama dan Pendidikan sebagai kekuatan pembangunan berkelanjutan
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa titik terpenting pembangunan ekonomi biru adalah berkelanjutan. Dalam praktiknya, pembangunan berkelanjutan dapat dicapai jika masyarakat bisa menjaga dan melestarikan lingkungan perairan dan laut dengan baik, misalnya contoh sederhana adalah melakukan penangkapan ikan di laut dengan menggunakan alat yang tidak merusak ekosistem laut, tidak membuang sampah rumah tangga ke laut, dan lain-lain.
Dalam menjaga kelestarian lingkungan tentu tidak bisa hanya bergantung pada peran aktif pemerintah saja, namun masyarakat lah yang menjadi aktor utama. Untuk itu, peran modal sosial menjadi kunci, misalnya dengan memperkuat peran agama dan pendidikan. Mengapa peran agama menjadi yang utama ? karena agama memiliki peran sentral dalam memperkuat dimensi modal sosial.
Ajaran-ajaran agama seperti mencintai alam ciptaan tuhan, ajaran untuk tidak serakah dalam eksploitasi alam, ajaran untuk menjaga kebersihan, dan lain-lain adalah nilai yang sudah melekat di dalam kehidupan bermasyarakat.
Lalu pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah bagaimana menghidupkan peran modal sosial ini dalam konteks pembangunan ekonomi biru, misalnya dalam setiap program kebijakan, pemerintah dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan dalam pelestarian lingkungan perairan.
Selain itu, sosialisasi terhadap nilai-nilai pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan juga dapat dilakukan pada entitas-entitas kecil kelompok agama di dalam masyarakat. Sehingga informasi kebijakan akan lebih inklusif diterima oleh semua masyarakat.
Selain agama, peran selanjutnya adalah pendidikan, yang juga berperan penting dalam upaya pembangunan ekonomi biru. Pendidikan berperan dalam penguatan budaya unggul di dalam kehidupan masyarakat.
Hal ini dapat mempercepat proses transfer ilmu pengetahuan dan nilai-nilai baru seperti profesionalitas, kejujuran, integritas, kebebasan dan keadaban sehingga masyarakat mampu menyerap inti dari tujuan pembangunan berkelanjutan ekonomi biru.
Lebih jauh lagi, pendidikan tentu tidak hanya dapat meningkatkan modal sosial, namun secara bersamaan juga dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Spektrum Trust dan Semangat Kemanusiaan (Altruism)
Dapat dikatakan bahwa Trust dapat menjadi energi utama pembangunan ekonomi biru berkelanjutan. Hal ini dikarenakan rasa kepercayaan masyarakat yang memiliki peran sangat vital dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi tersebut.
Pemerintah wajib memberikan rasa percaya kepada masyarakat bahwa pembangunan berkelanjutan adalah hal yang baik bagi kehidupan sekarang dan dimasa mendatang. Pemerintah tidak boleh menghancurkan kepercayaan masyarakat misalnya dengan korupsi yang pada akhirnya hanya menyebabkan kerugian bagi masyarakat.
Sebagaimana kita ketahui, masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan dan masyarakat pesisir pada umumnya masih bergelut dengan masalah ekonomi seperti kemiskinan dan ketimpangan.
Artinya hadirnya pemerintah yang teladan dan mengayomi masyarakat pesisir adalah sebuah kewajiban sehingga dapat memperkuat modal sosial yang ada didalam kehidupan masyarakat.
Rasa percaya tersebut pada akhirnya akan berdampak positif pada kehidupan antar masyarakat sendiri dan selanjutnya dapat meningkatkan semangat kemanusiaan atau Altruism. Pembangunan ekonomi biru membutuhkan semangat kemanusiaan yang tinggi karena ini akan menciptakan pemerataan ekonomi.
Dengan ini, masyarakat dapat dengan mudah memiliki energi positif untuk saling membantu, saling mempercayai, saling mengingatkan, dan saling bertanggung-jawab untuk membangun ekonomi biru yang berkelanjutan dengan kebersamaan.
Sebagai kesimpulan, pembangunan ekonomi biru sejatinya tidak hanya soal pembangunan ekonomi melalui peningkatan produksi saja tetapi sudah menitikberatkan pada aspek pembangunan berkelanjutan.
Dalam hal ini, peran masyarakat menjadi sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi tersebut. Salah satu kekuatan yang ada di dalam masyarakat adalah modal sosial yang harus menjadi ruh dalam setiap pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Modal sosial yang kuat dapat berimplikasi pada energi yang kuat di dalam masyarakat sehingga dapat berperan aktif menjaga kelestarian lingkungan dan menciptakan pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan. (*)
Penulis:
Ikhsan Margo (ASN BPS Jeneponto/Pengamat Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.
Simak Juga: