OPINI—Sebuah vidio amatir yang memperlihatkan aksi kekerasan terhadap seorang anak perempuan beredar viral di media sosial. Vidio yang berdurasi 46 detik itu terlihat seorang pria dengan parang panjang dipinggangnya menganiaya secara brutal seorang anak perempuan tersebut. Insiden itu terjadi di Desa Bontomanai Kecamatan Rilau Ale Kabupaten Bulukumba Sulsel.
Dengan adanya kasus tersebut Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bulukumba Sulsel Irmayanti Asnawi menyerukan pentingnya untuk nenghentikan kekerasan terhadap anak. (makassar.antaranews.com, 11/09/2024).
Adanya rentetan kasus demi kasus kekerasan terhadap anak perempuan semakin menegaskan bahwa kekerasan terhadap anak perempuan merupakan masalah global yang memprihatinkan.
Menurut laporan UNICEF, sekitar 1 dari 5 perempuan di seluruh dunia mengalami kekerasan sebelum mencapai usia 18 tahun. Banyak anak perempuan mengalami kekerasan fisik dan emosional di berbagai sektor kehidupannya dengan prevalensi yang bervariasi.
Perilaku child abuse seperi di atas sudah semakin sering kita saksikan. Seolah tidak ada habisnya, kekerasan demi kekerasan terhadap anak khususnya anak perempuan terus saja terjadi. Mereka menjadi korban kekerasan di lingkungan masyarakat, sekolah, bahkan keluarganya sendiri.
Pelakunya bisa orang dewasa termasuk orangtua, guru, dan teman sebayanya. Mengapa kasus seperti ini sering terjadi? lalu bagaimana Islam memandang kekerasan dan menjamin perlindungan terhadap anak?.
Akar Masalah
Prevalensi kekerasan terhadap anak di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia berbagai macam bentuknya, mulai dari kekerasan seksual, kekerasan psikis, kekerasan fisik, kekerasan ekonomi, dan pembatasan perilaku.
Sejaitnya negara telah gagal memberi jaminan perlindungan terhadap anak perempuan, jika ditelisik negara menjadi sumber kekerasan yang sebenarnya, karena menerapkan aturan yang memberi celah lebar bagi terjadinya kekerasan terhadap anak. Bahkan sistem sanksi pun tak mampu mencegahnya. Data kekerasan terhadap anak pada 2024 hinggat saat ini terdapat 18.082 kasus, korban laki laki sebanyak 3.913 dan korban perempuan sebanyak 15.683 (kemenpppa.go.id).
Keberadaan Kemen PPPA dengan segala programnya, nyatanya belum mampu mewujudkan perlindungan terhadap anak. Semua karena dilandaskan pada paradigma sekuler kapitalisme yang menjadi pengatur dan standar dalam bersikap dan berperilaku masyarakat saat ini. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya menjadi sekuler dan liberal, merasa bebas berbuat tanpa terikat dengan aturan apa pun, termasuk aturan agama.
Titik kritis yang semestinya menjadi alarm bersama adalah bahwa kasus kekerasan terhadap anak tersebut sejatinya muncul akibat pola pikir liberal (serba bebas) yang memang dibiarkan tumbuh subur sebagai konsekuensi tegaknya sistem demokrasi dengan akidahnya, yakni sekularisme.
Oleh karena itu hal mendasar yang harus dilakukan untuk menangani kekerasan terhadap anak adalah memperbaiki asasnya. Asas ini menjadi penting, karena dengannya lahir berbagai pemikiran dan peraturan yang akan mengatur kehidupan manusia, baik dalam keluarga, bermasyarakat maupun bernegara.
Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak di Indonesia yang terus meningkat, tentu membutuhkan langkah yang menyeluruh, satu-satunya cara untuk memberantas tuntas kekerasan terhadap anak, yakni menjadikan akidah Islam sebagai asas kehidupan.
Akidah Islam menetapkan keimanan kepada Allah dan adanya pertanggungjawaban di akhirat kelak, dengan konsekuensi surga dan neraka. Keimanan ini akan membuat orang tidak bisa berbuat sesuka hatinya, termasuk menggunakan harta atau kekuasaannya untuk melindungi perbuatan jahatnya. Selain itu Islam juga jelas memiliki aturan yang menyeluruh untuk melindungi anak.
Sistem Islam Melindungi Anak
Anak adalah amanah dari Allah Swt. yang harus dijaga, dilindungi, dan dipenuhi kebutuhannya. Negara yang menjalankan sistem Islam secara kaffah akan menjalankan fungsi tersebut secara maksimal agar kasus kekerasan terhadap anak tidak terjadi. Islam juga memberikan solusi komprehensif untuk menanggulangi kekerasan, dalam hal ini terdiri atas tiga pilar.
Pertama, individu yang bertakwa. Kedua, masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan Islam sehingga aktivitas amar makruf nahi mungkar adalah bagian dari keseharian mereka. Ketiga, negara yang menerapkan sanksi tegas sehingga keadilan hukum akan tercapai
Dalam skala negara, Islam menerapkan sistem yang berpengaruh dalam perlindungan anak, seperti sistem pendidikan Islam, sistem ekonomi Islam, dan sistem sanksi sesuai syariat Islam secara komprehensif. Ada dua jenis upaya yang dilakukan oleh negara, yaitu preventif dan kuratif.
Upaya preventif yang dilakukan negara adalah dengan menerapkan sistem pendidikan dan ekonomi Islam secara kafah. Sistem pendidikan Islam akan mengajarkan anak tentang konsep keimanan yang kukuh sehingga anak bisa memilah dan memilih perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela sebagai konsekuensi keimanannya.
Anak juga diajarkan tentang melindungi diri dari kemungkinan orang jahat, menutup aurat secara sempurna, mengajarkan pergaulan dengan teman agar tidak terjadi bullying, mengajarkan cara berteman yang baik dan tidak memukul atau menzalimi orang lain, dan sejenisnya.
Begitu juga sistem ekonomi Islam memiliki konsep bahwa negara memenuhi semua kebutuhan tiap individu rakyat, mulai dari kebutuhan primer dan sekundernya. Para lelaki dewasa dibukakan lapangan pekerjaan yang layak sehingga fungsi nafkah dalam keluarga tetap berjalan.
Harapannya, dengan terpenuhi kebutuhan pokok rakyat akan bisa meminimalkan angka kriminalitas, termasuk kekerasan terhadap anak. Sistem ekonomi Islam akan menjamin keluarga hidup sejahtera, tata nilai Islam menjadikan interaksi dilandaskan kepada kemuliaan akhlak. Kemudian yang utama, keimanan kepada Allah menjadi landasan seluruh aktivitas.
Adapun upaya kuratif negara melalui sistem sanksi dalam Islam, maka negara akan menerapkan sanksi tegas kepada pelaku kejahatan dan kekerasan terhadap anak sehingga menimbulkan efek jera (zawajir). Hukum Islam yang diterapkan oleh negara Islam (khalifah) akan dapat menebus dosa manusia di akhirat (jawabir).
Kekerasan pada anak saat ini sudah mencapai tingkatan rantai setan hingga seolah begitu sulit memutusnya. Solusinya mustahil selain penerapan aturan Islam kaffah oleh negara yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Wallahualam. (*)
Penulis: Mansyuriah, S. S (Alumnus Prodi Sastra Arab UNHAS)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.