OPINI—Menurut keterangan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza, warga Gaza telah dilaporkan meninggal dunia dalam konflik Israel-Palestina sudah mencapai 10.022 jiwa.
Puncak eskalasi yang meletus pada 7 Oktober 2023 telah melahirkan seruan boikot produk-produk pendukung Zionis dan produk global yang terafiliasi dengan penjajahan Israel terhadap Palestina menyebar luas di berbagai negara negara Muslim dan Eropa.
Upaya ini dinilai dapat menghentikan serangan militer Israel ke rakyat sipil Palestina. Bahkan baru baru ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan fatwa haram membeli produk pendukung zionis.
Dari laman (cnbcindonesia 11/11/2023) Fatwa Nomor 83 Tahun 2023, berisi tentang hukum dukungan terhadap Palestina. Dalam fatwa ini tertuang bahwa mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas agresi Israel hukumnya wajib. Sebaliknya, mendukung Israel dan mendukung produk yang dukung Israel hukumnya haram.
Selain fatwa tersebut, MUI juga merekomendasikan agar pemerintah mengambil langkah langkah tegas membantu perjuangan Palestina.
“Mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel, baik langsung maupun tidak langsung, seperti dengan membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram,” kata Niam Sholeh sebagai Ketua MUI bidang fatwa.
Di samping itu, MUI juga menegaskan bahwa zakat dari masyarakat muslim di Indonesia dapat didistribusikan untuk kepentingan jihad kemerdekaan Palestina, meskipun pada dasarnya dana zakat harus didistribusikan kepada para mustahik, tapi dalam keadaan darurat atau kebuthan mendesak, maka dana zakat boleh didistribusikan ke mustahik yang berada ditempat yang jauh.
Gerakan boikot produk pendukung Zionis sejatinya adalah tindakan yang bisa diambil oleh individu atau kelompok sebagai bentuk protes atau solidaritas terhadap kebijakan atau tindakan yang dianggap mendukung Zionis.
Efektifkah?
Gerakan boikot produk pendukung Zionis menjadi salah satu instrumen kekuatan sipil yang dapat mempengaruhi perubahan dan menciptakan kesadaran masyarakat terhadap isu-isu tertentu.
Namun, keefektifan boikot tergantung pada bagaimana tindakan tersebut dirancang dan diimplementasikan. Agar boikot bisa menjadi efektif ini harus menjadi komitmen negara. Negaralah yang harus menyerukan, karena negara pemilik kuasa yang memiliki pengaruh kuat.
Pengamat politik dari Geopolitical Institute Adi Victoria mengapresiasi seruan boikot ini sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan Yahudi. Namun demikian, menurutnya, boikot ini tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian Zionis Yahudi.
Dari sisi perdagangan, ekonomi zionis Yahudi lebih banyak bergantung kepada negara-negara nonmuslim. Kalaupun seluruh negeri muslim memboikot produk Yahudi, tidak akan signifikan untuk bisa menghentikan penjajahan Yahudi.
Meskipun tidak signifikan, gerakan boikot ini diharapkan sedikit berdampak terhadap aliran modal ke Israel. Upaya boikot produk perusahaan Israel atau perusahaan global yang terafiliasi dengan Israel dinilai bisa berhasil jika perusahaan Israel atau terkait dengan kepentingan Israel merasakan dampak pemboikotan, sehingga kemungkinan akan menekan Israel untuk menghentikan serangannya ke Gaza.
Setelah boikot, lalu apa ? Tentu tidak cukup dan tidak berhenti di situ saja, untuk mengakhiri penjajahan Yahudi tidak bisa ditempuh melalui jalur politik karena Yahudi didukung oleh negara-negara besar yang mustahil negara-negara itu mau melakukan pemutusan hubungan diplomatik dengan Yahudi.
Melalui jalur PBB sekalipun, Amerika selalu menggunakan hak vetonya ketika PBB mengeluarkan resolusi untuk Israel, dimana faktanya pada 18 Oktober lalu Brazil menyerukan resolusi terkait dengan kemanusiaan yang terjadi di Palestina.
Dua belas dari lima belas negara memberikan dukungan agar Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi. Dua negara (Inggris dan Rusia) abstain, sementara Amerika menveto, sehingga resolusipun batal.
Islam Solusi Tuntas Masalah Palestina
Kaum Muslim itu bersaudara. Mereka dipersaudarakan karena kesamaan akidah. Karena itu persaudaraan mereka melampaui batas-batas negara. Allah SWT berfirman: Sungguh kaum Mukmin itu bersaudara (QS al-Hujurat [49]: 10).
Karena bersaudara, maka kaum Muslim tak boleh saling membiarkan saudaranya terzalimi. Mereka harus saling membela. Rasulullah saw. bersabda, “Muslim itu saudara bagi Muslim lainnya. Dia tidak layak menzalimi dan menyerahkan saudaranya kepada musuh.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Wujud pembelaan terhadap sesama kaum Muslim di antaranya dengan melancarkan jihad manakala saudara mereka atau negeri mereka di mana pun diserang oleh orang-orang atau negara kafir.
Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kalian (TQS al-Baqarah 190).
Faktanya, para pemimpin Dunia Islam masih membatu. Mereka hanya menjadi macan podium. Menggertak di mimbar dengan omong besar, tetapi tidak melakukan tindakan nyata menghentikan agresi kaum Zionis. Sejatinya solusi terhadap masalah palestina, ada dua hal terkait fakta Palestina sebagai tanah kharajiyah (tanah yang ditaklukkan oleh kaum muslimin melalui peperangan).
Pertama adanya korban dari rakyat Gaza Palestina. Untuk korban, kita sudah memberikan solusi jangka pendek dengan mengirimkan bantuan dana, obat-obatan, pakaian, dan membangun rumah sakit.
Kedua adanya pelaku, yaitu Zionis Yahudi, sedangkan solusi untuk pelaku, tidak pernah ada. Sudah berapa banyak kejahatan perang dan pelanggaran Internasional yang dilakukan oleh Zionis Yahudi tapi tidak pernah ada satupun “hukuman” yang berlaku.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengirim tentara untuk berjihad demi membebaskan Palesina, sebab tidak ada perang dalam Islam, kecuali dengan lillahi kalimatillah yang disebut sebagai jihad. Umat Islam sekarang ini ada di berbagai negara dan negara-negara itu punya tentara.
Jika tentara itu dipersiapkan untuk perang, maka sebenarnya ada perang yang sangat penting, yaitu perang untuk melindungi tanah Palestina atau bahkan membebaskan tanah Palestina.
Jadi, di situlah kenapa solusi tuntas Palestina adalah Khilafah dan jihad. Persatuan umat di bawah institusi Negara Islamiah adalah jawaban logis atas tidak terselesaikannya konflik Palestina. Wallahu a’lam bish Showab. (*)
Penulis:
Mansyuriah, S.S.
(Pemerhati Sosial)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.