OPINI—Persentase stunting bayi di bawah lima tahun (balita) di Provinsi Sulawesi Selatan tercatat 27,2 menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Sedikit lebih tinggi dari persentase nasional yaitu 21,6. Untuk itu, Pemprov Sulsel mencanangkan program penurunan stunting dalam Aksi Stop Stunting.
Program ini, menempatkan tim pendamping gizi dan konselor gizi di 24 kabupaten kota dan 240 desa, yang awalnya hanya di 2 kabupaten yaitu Bone dan Enrekang. Memiliki tujuan yang sama, pemerintah Kota Makassar telah menganggarkan 50 juta per kelurahan untuk mencapai target Makassar zero stunting tahun 2024. Upaya pemerintah tidak tanggung-tanggung untuk menurunkan angka stunting.
Pada saat yang sama, angka kemiskinan di Indonesia naik menjadi 40%, menggunakan acuan dari Bank Dunia yang diukur melalui paritas daya beli (purchasing power parity).
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, acuan ini tidak bisa seketika digunakan karena setiap wilayah memiliki struktur harga yang berbeda satu sama lain (www.cnbcindonesia.com).
Bila pemerintah serius untuk menurunkan stunting, maka mengentaskan kemiskinan, seyogianya lebih serius lagi. Sebab, kemiskinan memberi pengaruh pada peningkatan kasus stunting.
Stunting dan Risikonya
Menurut definisi WHO, stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang diakibatkan oleh malnutrisi (gizi buruk), infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang inadekuat (tidak memadai).
Istilah stunting harus dibedakan dengan wasting (berat badan rendah menurut umur), underweight (berat badan rendah menurut tinggi badan).
Di sisi lain, kondisi stunting juga berbeda dengan anak perawakan pendek (stunted) yang dilatarbelakangi oleh etnis atau genetik. Dengan demikian, stunting yang menjadi momok bersama adalah perawakan pendek karena malnutisi kronik.
Penyebab masalah ini adalah kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang cukup lama, mulai sejak dalam kehamilan dan baru terlihat saat anak menginjak usia dua tahun.
Faktor risiko dari pihak ibu dapat berupa perawakan pendek, penambahan berat badan yang kurang pada masa kehamilan, kehamilan usia remaja, dan jarak antar kelahiran yang dekat yang dinilai berhubungan dengan berat bayi lahir rendah.