OPINI—Baru baru ini, kita dihebohkan dengan beredarnya video viral yang memperlihatkan aksi joget dugem yang dilakukan muda-mudi depan Masjid Agung Sengkang, Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan.
Terkait hal ini sekertaris MUI Sulsel Prof Muammar Bakry meberi respon, menurutnya sangat disayangkan jika pemandangan itu terjadi dekat pusat keislaman, apalagi Sengkang dikenal sebagai kota santri. (dailymakassar.id, 26-8-2024)
Sangat miris, kian banyak saja permasalahan remaja yang kita saksikan. Remaja sebagai generasi dengan segala kehebohannya selalu menarik untuk kita bahas.
Potret lainnya yang menjadi sorotan publik dalam beberapa pekan terakhir adalah keributan antar pelajar SMA di Kota Makassar yang sempat viral dan semakin meluas, banyak sekolah yang mendapat aksi teror dari sekelompok orang yang tidak dikenal sehingga banyak orang tua yang mengkhawatirkan keselamatan anaknya.
Menelisik lebih jauh kericuhan itu diawali dari acara bazar, lalu berkembang menjadi perselisihan dan kericuhan.
Masa remaja kerap dianggap sebagai fase pencarian jati diri, pada prosesnya banyak remaja hari ini memulai fase balignya lebih awal tapi tidak disertai dengan kematangan berfikirnya. Sehingga sering keliru dalam merespon kejadian yang ada disekitarnya.
Pada fase balig, remaja seperti memasuki dunia yang menstimulus dirinya untuk eksis dan menjadi pusat perhatian sehingga ada upaya pada dirinya untuk menjadi sosok yang berbeda dari remaja lainnya. Membangun sudut pandangnya pun kerap dipengaruhi oleh circle pertemanan, tren, media, serta berbagai hal yang menurut mereka fun dan tidak mengikat.
Berdasarkan fakta di atas, rasanya seluruh elemen masyarakat sepakat kalau remaja saat ini mengalami krisis jati diri. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sulawesi Selatan, Iqbal Nadjamuddin menegaskan untuk lebih memassifkan Program P5.
Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sebagai salah satu implementasi dari kurikulum merdeka merupakan upaya untuk mendorong tercapainya profil pelajar Pancasila dengan menggunakan paradigma baru melalui pembelajaran berbasis projek. (tribunnews.com, 23/8/2024)
Profil pelajar pancasila yang terdiri dari enam dimensi, yaitu: 1) beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2) mandiri, 3) bergotong-royong, 4) berkebinekaan global, 5) bernalar kritis, dan 6) kreatif.
Di tengah kompleksitas permasalahan yang di hadapi generasi saat ini, program P5 yang diharapkan mampu menyolusi remaja semuanya nyaris omong kosong belaka.
Dalam pelaksanaannya justru tidak mampu menyelesaikan masalah-masalah pada remaja, yang ada potret generasi muda kita kondisinya makin mengerikan.
Dunia remaja sedang tidak baik-baik saja. Berbagai kasus yang melingkupi kehidupan mereka, seperti tawuran, kekerasan, perundungan, pelecehan seksual, aborsi, pemerkosaan, pembunuhan, pencurian, perzinaan, dan bunuh diri, sudah lazim mereka lakukan. Lalu bagaimana sebenarnya solusi dan jati diri remaja Islam?
Paradigma Islam
Salah satu penyebab krisis jati diri pada remaja saat ini karena mereka tidak memiliki pandangan berfikir yang khas. Pemikiran menjadi khas karena dapat menyentuh tataran akhirat, bukan hanya dunia, dengan itu remaja akan menjalani hidup dengan prinsip yang khas. Mereka akan kuat dan tidak mudah terjerumus dalam menjalani kehidupan. Ini karena pemahaman bahwa tujuan hidup semata untuk beribadah kepada Allah.
Dengan prinsip ini, remaja tidak mudah silau terhadap dunia. Masa muda mereka akan diisi dengan berbagai amal ibadah, bukan hura-hura dengan alasan bahwa ini adalah sesuatu yang wajar untuk generasi muda, masa remaja bukan dalih untuk membiarkan diri larut dalam proses pencarian jati diri yang tidak jelas.
Ketika seorang remaja telah balig, tidak ada pilihan lain kecuali tunduk dan patuh terhadap aturan Allah, dengan prinsip ini generasi remaja akan menampilkan sisi terbaik generasi salih. Selain itu terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan untuk menciptakan jati diri remaja Islam, yaitu :
- Aspek Keluarga. Merevitalisasi fungsi keluarga sebagai madrasah pertama bagi anak, yakni orang tua wajib mendidik anak-anak mereka dengan menanamkan akidah Islam. Dengan demikian, akan terbentuk dalam diri mereka keimanan dan ketaatan menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan.
- Aspek Lingkungan. Peran masyarakat adalah melakukan amar makruf nahi mungkar dengan menerapkan sistem sosial sesuai aturan Islam, sebab fungsi masyarakat adalah sebagai kontrol sosial, dengan adanya budaya saling menasihati akan mencegah generasi berbuat kerusakan.
- Aspek Negara. Dengan menerapkan sistem pendidikan yang dibangun berdasarkan akidah Islam. Pelajaran dan metodologinya diselaraskan dengan asas Islam, bukan sistem pendidikan sekuler. Negara bertanggung jawab menyelenggarakan dan menyediakan sarana dan prasarana pendidikan demi terwujudnya generasi cemerlang. Negara juga menjalankan fungsi dan kontrol negara sebagai pengayom dan pelayan rakyat. Remaja berhak sehat fisiknya dan bahagia psikisnya. Semua ini dimulai dari kebijakan negara dalam mempermudah orang tua memenuhi kebutuhan keluarga serta menciptakan suasana aman, nyaman, iman, dan jauh dari tindak kriminal di lingkungan masyarakat.
Sudah saatnya kita mengubah paradigma dalam mendidik mereka. Memperkuat pondasi akidah, ajarkan nilai-nilai syariat dalam kehidupannya, ubah kurikulum pendidikan sekulernya, dan terapkan politik ekonomi Islam yang menyejahterakan.
Semua itu hanya akan terealisasi secara terpadu dengan mewujudkan sistem Islam secara kafah. Insyaallah remaja selamat, sehat, dan bahagia dunia akhirat. Wallahu a’lam. (*)
Penulis: Mansyuriah, S. S (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.