OPINI—Keberhasilan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan di wilayah paling timur Indonesia perlu diapresiasi. Papua sendiri meruakan wilayah yang dikenal dengan angka kemiskinan ekstrem, masalah kesehatan angka stunting masih meningkat.
Ditambah, keamanan yang beberapa tahun terakhir ini menjadi perbincangan hangat, adanya OPM yang masih terus menghatui warga Papua.
Tentunya angka penurunan ini, menjadi capaian penting bagi pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan.
Data penurunan angka kemiskinan Papua disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Theofransus Litaay, bahwa terjadi penurunan angka kemiskinan di Papua dalam kurun sepuluh tahun era pemerintahan Jokowi.
Memusatkan pembangunan Papua telah meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan harapan hidup dan menurunkan angka kemiskinan, pungkasnya.
Dikutip dari laman CNN Indonesia (11/6/2023), Tercatat angka penurunan kemiskinan di Papua menurut sejumlah data, yaitu beberapa Kabupaten/Kota telah melampaui IPM Nasional yang berada pada angka 72,29.
Yakni, Kota Jayapura 80,61; Kabupaten Mimika 75,08; Kabupaten Biak Numfor 72,85; dan Kota Sorong 78,98.
Adapun IPM Papua pada 2010 hanya 54,45 persen, kemudian naik menjadi 61,39 pada 2022. Sedangkan IPM Papua Barat pada 2010 hanya 59,60 persen, kemudian meningkat menjadi 65,89 pada 2022.
Pemerintah juga menilai tingkat kemiskinan di Papua mengalami penurunan signifikan, yaitu dari 28,17% pada Maret 2010 menjadi 26,56% pada 2022. Sementara itu, Papua Barat juga mengalami penurunan dari 25,82% pada 2010 menjadi 21,33% pada 2022.
Tak Sekedar Angka
Merujuk sejumlah data, memang telah terjadi penurunan angka kemiskinan, meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), peningkatan harapan hidup di Papua. Tetapi, tidak apa yang terjadi di lapangan. Pada fakta kemiskinan masih membayangi masyarakat Papua.
Tak hanya kemiskinan, masalah kesehatan dan keamananan juga menjadi PR besar. Kata ‘sejahtera’ nampaknya masih belum jauh dari harapan. Masalah stunting menjadi kekhawatiran dan PR besar bagi rakyat Papua. Sebelumnya,
Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroy memgungkapkan bahwa Papua Barat menjadi wilayah yang angka stuntingnya paling tinggi. Pelayanan kesehatan yang belum memadai disebabkan akses dan segala fasilitas yang masih minim.
Masalah kemananan pun selalu menjadi topik hangat. Adanya kelompok OPM yang masih bebas berkeliaran meneror masyarakat dan aparat semakin menambah ketidakamanan di tanah Papua.
Karenanya, data penurunan angka kemiskinan seyogianya berbanding lurus dengan fakta di lapangan dimana masyarakat betul-betul merasakan penurunan kemiskinan bukan hanya sekedar angka semata.
Menyelami Masalah
Penurunan angka kemiskinan beberapa persen di Papua dalam rentan 10 tahun tentunya cukup lama. Sebab SDA yang dimiliki Papua begitu besar, seperti Papua menyimpan banyak cadangan alam yang bisa menjadi sumber pendapatan bagi negara, di antaranya:
(1) tambang Grasberg Tembagapura, Mimika, Papua yang mampu menghasilkan 1,37 juta pon emas;
(2) komoditas hasil tembaga yang diproduksi Papua mencapai 1,34 miliar pon pada tahun 2022;
(3) cadangan gas alam mencapai lebih dari 500 miliar;
(4) pertambangan minyak yang potensinya sangat besar, bahkan kapasitasnya mencapai ratusan barel per hari;
(5) cadangan bijih nikel yang mencapai 0,06 miliar ton (Muslimahnews, 16/6/2023). Namun sayang, SDA yang melimpah ruah justru tak dapat dinikmati masyarakat secara nyata dan menyuluruh. Akhirnya SDA yang dimiliki Papua tak berdampak signifikan bagi kesejahteraan masyarakat secara nyata.
Justru, para pengusaha kapitalis yang berkalaborasi penguasa yang mengejar kepentingan-lah merasakan manfaatnya. Adanya regulasi yang dibuat memuluskan kepentingan pribadi.
Pengelolaan diberikan pada swasta asing secara terang-terangan menguasai SDA bebas tanpa batas. Negara hanya mendapatkan ‘ampas-ampas’ SDA hasil bumi Papua. Dengan pendapatan itulah negara membiayai sejumlah kebutuhan masyarakat Papua.
Tak kalah penting, semua itu disebabkan masih bercokolnya sistem kapitalis negeri ini. Maka lengkap-lah penderitaan dan kezaliman menimpa rakyat yang tak hanya dirasakan masyarakat Papua tetapi masyarakat di seluruh negeri.
Islam Mensejahterakan Umat
Islam telah memberi solusi setiap masalah kehidupan manusia. Apa yang menimpa rakyat Papua juga hampir dirasakan rakyat seluruh dunia. Oleh sebab itu, kepemimpinan harus sesuai dengan syariah yang berlandaskan akidah Islam.
Dengan akidah, para pemimpin akan menyadari penting-nya berlaku adil, amanah dan sekaligus mampu menjalankan tugasnya tanpa bermanis muka dengan para kapitalis. Sebab, ia paham konsekuesnsi bertanggungjawaban di akhirat kelak.
Dengan syariat Islam, Papua bahkan wilayah seluruh negeri baik muslim maupun nonmuslim akan dinaungi dengan keadilan, keamanan dan kesejahteraan. Kebutuhan dasar rakyat berupa sandang, pangan dan papan, kesehatan, pendidikan serta keamanan dapat diperoleh dengan mudah.
Kesejahteraan dapat diperoleh dengan mengembalikan segala problem rakyat diatur sesuai syariat Islam. Adapun Posisi SDA Papua dalam pandangan Islam yaitu termasuk milik umum, yang hasilnya diberikan untuk melayani kebutuhan rakyat.
Dengan status kepemilikan umum itu, maka SDA Papua dan wilayah lain tak boleh dikapitalisasi atau diberikan pada penguasa asing atau lokal separuh apalagi seluruhnya.
Dengan SDA Papua saja mampu memberikan kesejateraan rakyat secara menyeluruh. Apatah lagi SDA yang ada di wilayah-wilayah Indonesia tentunya tak kalah melimpah.
Oleh sebab itu, saatnya mengembalikan urusan umat pada syariat Islam secara kafah, dengan pemimpin yang memiliki ketaqwaan hanya kepada Allah Swt. sekaligus menyayangi rakyatnya dengan keadilan dan kasih sayang, seluruh negeri niscaya akan menemukan kesejahteraan. (*)
Penulis
Nurmia Yasin Limpo, S.S
(Pemerhati Sosial Masyarakat)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.