OPINI—Akhir-akhir ini banyak bencana alam yang terjadi di berbagai pelosok negeri contohnya banjir bandang dan lahar dingin gunung merapi yang terjadi di Sumatera Barat, menimpah 3 wilayah sekaligus yaitu kabupaten Agam, kabupaten tanah datar dan kota padang panjang yang mengakibatkan 67 orang meninggal dunia dan masih ada puluhan orang yang tidak ditemukan. Jumat (17-Mei-2024) BBC News
Banyak sekali kerusakan yang diakibatkan oleh bencana tersebut baik dari infrastruktur maupun pemukiman warga, seperti yang ada di kabupaten Agam terdapat 193 rumah dan di Tanah datar 84 rumah yang mengalami kerusakan. (BBC Indonesia,13-5-2024). Serta terdapat 400 hektar sawah yang rusak akibat banjir lahar di Tanah datar (KompasTV Pontianak, 21-5-2024).
Papua Nugini (provinsi Enga) sendiri pun mengalami bencana besar yang mengakibatkan lebih dari 670 orang dan lebih dari 150 rumah yang terkubur akibat tanah longsor pada hari jumat (Metro Tv, 27-5-2024).Data baru menunjukkan bahwa ada 2000 jiwa yang tertimbun longsor tak terselamatkan, dan baru 5 orang korban yang ditemukan. (Metro Tv, 30-5-2024).
Sering terjadinya bencana bukan hanya pada faktor alam contohnya tingginya curah hujan. Waktu kejadian diera modern sekarang pun sudah bisa perkirakan waktu kapan terjadinya hujan dengan curah yang tinggi sehingga masyarakat dan pemerintah bisa berjaga-jaga. Namun, apa yang terjadi ? banjir masih tidak bisa di antisipasi sehingga berdampak besar.
Sesuai dengan pernyataan Doni Monardo pada tahun 2021 sebagai kepala BNPB bahwa “untuk mengurangi dampak bencana dapat di mulai dari mitigasi bencana” dan beliau juga menegasakan bahwa bencana alam menjadi urusan bersama semua pihak mulai dari pemerintah, swasta, masyarakat, media dan akademisi.
Contoh yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yaitu dengan melakukan simulasi Destana (desa tangguh bencana) di setiap daerah, melakukan tips untuk menanggulangi bencana seperti tas siaga bencana, kemudian memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tetap siaga karena siaga adalah kunci keselamatan dalam menghadapi bencana dan sebagainya.
Mitigasi yang diberikan atapun yang sudah dilakuan seharusnya bisa mengurangi dampak yang di timbulkan oleh bencana alam . Namun, nyatanya masih saja menimbulkan dampak besar bagi masyarakat, mulai dari kehilangan harta benda, aktivitas warga jadi terbatas hingga mempengaruhi perekonomian mereka. Bahkan sangat prihatin mereka sendiri yang harus mengeluarkan dana yang cukup besar untuk memperbaiki rumah, perabot, dan alat elektronoik mereka yang terkena banjir.
Dapat disimpulkan bahwa mitigasi yang ada di Indonesia masing sangat lemah, tidakkah Negara mengetahui, bahwa Indonesia dapat dikatakan sangat bisa berpotensi untuk dapat terjadi bencana alam karena berada di tiga lempeng benua yaitu Eurasia, Pasifik dan Hindia-Australia yang rentang akan bencana geologis seperti gempa bumi dan juga tsunami dan juga berada di garis katulistiwa, ketika musim penghujan rentang akan banjir dan tanah longsor, sementara ketika musim kemarau berpotensi menyebabakan kekeringan dan kebakaran hutan.
Ketika terjadi bencana, negara menjadikan alasan karena keterbatasan dana. Apakah benar negara memang kekurangan dana ? ataukah sebenarnya ada dana tapi tidak dialokasikan untuk menanggulangi bencana? Disini tampak bahwa tidak ada upaya serius dari negara untuk memberdayakan sumber daya yang ada demi mengoptimalkan penanggulangan bencana banjir.
Dan sangat disayangkan masih banyak penebangan hutan secara terus menerus, contohnya yang ada di kawasan TNKS (Taman Nasional Kawasan Kerinci Seblat) pembalakan hutan dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
Data Auriga nusantara menunjukkan bahwa tutupan sawit dalam kawasan hutan di bentang alam seblat meningkat dari 2.657 hektar menjadi 9.884 hektar pada periode 2000-2020.
Meskipun sudah terlaporkan pada pemerintah, akan tetapi tidak efektif, karena konon penebagan liar ini melibatkan orang dalam di jajaran pemerintah daerah dan aparat hukum hingga memeperoleh dokumen palsu dan bebas menebang pohon secara bebas.
Biaya mitigasi memang di akui mahal, tapi lebih mahal merekrontruksi kerusakan dan mengganti kerugian yang di timbulkan dari bencana. Tercatat pada tahun 2012 oleh PBB biaya mitigasi sebesar 1 dollar Amerika setara dengan 7 dollar biaya kedaruratan dan pemulihan. Lebih parahnya lagi ketika ada korban jiwa, yang tak ternilai harganya.
Seharusnya negara adalah raa’in (pengurus) rakyat yang bertanggung jawab terhadap nasib rakyat, apalagi ketika terjadi bencana.
Sesuai dengan sabda Rasulullah, yang beliau berkata “Imam/ Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang di urusnya” (HR. Imam dan Ahmad)
Kenyataan itu hanya terdapat di dalam islam. Negara akan secara sungguh-sungguh mengurusi rakyat dengan memberikan mitigasi secara disiplin sehingga meminimalkan resiko akibat bencana yang ada.
Negara juga akan mengerahkan segala sumber daya yang ada untuk segera menyelesaikan bencana banjir, meskipun dana yang keluar terhitung tidak kecil.
Penyelesaian masalah untuk rakyat tidak akan lagi di tanggung sendiri karna negara ada untuk menjamin ketersediaan dana dalam menanggulangi bencana banjir, berapapun biayanya. Hal ini mudah dilakukan karena Negara punya pemasukan yang beragam, bukan di dominasi dari pajak dan utang.
Syeh Abdul Qadim Zallum menjelaskan dalam kitab Al-Amwal fi daulah al-khilafah bahwa pada bagian belanja Negara terdapat seksi urusan darurat/bencana alam (ath-thawaari) yang memberikan bantuan kepada kaum muslim atas setiap kondisi darurat/bencana yang menimpa mereka.
Biaya yang di keluarkan diperoleh dari pendapatan fai dan kharaj serta dari harta kepemilikan umum, dan apabila tidak mencukupi, kebutuhannya di biayai dari harta kaum muslim secara sukarela.
Rakyat tidak perlu khawatir ketersediaan dana untuk bencana akan terwujud karena dalam islam Negara akan menyediakan secara langsung dari berbagai pos penerimaan yang ada. Itulah keunggulan sistem islam dalam menanggulangi bencana. Wallahualam bissawab. (*)
Penulis: Nurmadinah, S.Pd (Pengajar)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.