JENEPONTO—Sekitar 1.976 guru honorer di Jeneponto diduga dimintai pungutan liar (Pungli) oleh oknum yang tak bertanggungjawab dan mengaku Ketua Guru Honorer Jeneponto. Hal ini terungkap setelah sejumlah guru honorer membeberkannya ke media pasca kejadian yang dialaminya.
Diketahui oknum tersebut bernama Amiruddin yang sampai sekarang belum ditahu mengajar di sekolah mana dan statusnya masih dipertanyakan keberadaanya.
Disinyalir Amiruddin memanfaatkan situasi dengan melakukan pungutan liar (Pungli) saat para guru honorer audiensi dengan Penjabat (Pj) Bupati Jeneponto, Junaedi Bakri, di Ruang Pola Panrannuangta Kantor Bupati Jeneponto, Senin (29/1/2024) kemarin.
Menanggapi adanya kejadian yang sempat heboh pemberitaannya di sejumlah media online, Plt Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jeneponto, Haeruddin, S.Pd, M.Pd, tidak membenarkan hal tersebut dan dianggap itu merugikan guru honorer.
“Itu adalah tindakan yang salah yang dilakukan oleh Amiruddin yang mengaku sebagai Ketua Guru Honorer di Jeneponto,” tegas Haeruddin Situru, kepada Mediasulsel.com, Selasa (30/1/2024).
“Forumnya tidak jelas karena kalau resmi itu ada SK kepengurusannya, diakui instansi yang berwenang. Yang jelas tidak resmi karena tidak ada diperlihatkan legalitasnya, tidak ada siapa-siapa pengurusnya,” bebernya.
Sehingga, Haeruddin sebagai Plt Ketua PGRI Jeneponto sangat tidak membenarkan ketika ada pungutan liar (Pungli) ke guru honorer yang mengatasnamakan forum baru tidak resmi, apakah nilainya banyak ataupun sedikit yang katanya untuk biaya kursi dan snack.
“Yang pastinya tidak dibenarkanlah, karena buktinya tidak dibenarkan bukan saja kita tapi elemennya (Forum Guru Honorer) saja tidak menerima itu. Pasalnya, ada biaya kursi, ada snack. Dan kursinya saja apakah kursi disewa atau kursinya Ruang Pola,” ungkapnya.
Untuk itu, dengan adanya kejadian seperti ini, Haeruddin mengharapkan, ketika ada permasalahan yang dihadapi oleh guru honorer agar berkoordinasi ke forum guru-guru yang resmi.
“Seharusnya forum ini, kita bicara dulu pada level, kan ini guru-guru sekalipun ini guru tidak masuk anggota PGRI karena salah satu bentuk dia anggota adalah membayar iuran. Akan tetapi, kalau gurunya mau anggota atau bukan , minimal koordinasi pada satu organisasi resmi apakah IGI atau PGRI untuk menanyakan itu,” tuturnya.
Lanjutnya, apa yang dilakukan oleh guru honorer adalah sebagai bentuk perjuangan, namun ketika sudah dimintai pungutan tidak jelas itu tidak benar.
“Tidak salah apa yang dilakukan oleh guru honorer untuk dipertanyakan dalam bentuk audiensi itu bentuk perjuangan. Tapi, kalau disuruh bayar Rp15.000 kalau saya baca di media dengan janji kursi dan kue ini jadi tanda tanya, apakah betul kursi dari luar atau kursi Pemda dipakai,” ungkapnya lagi.
“Nda tahu itu Amiruddin siapa, saya pernah telpon Amiruddin salah orang. Saya menelpon mencari tahu karena disuruh cari tahu pak Kadis Pendidikan, siapa itu Amiruddin?,” katanya.
Dari informasi yang beredar, bahwa Amiruddin ini guru SD. “Orang Bangkala katanya, saya nda tahu persisnya di Bangkala atau Bangkala Barat nda kutahu juga, ini orang saya tidak tahu apakah betul guru honor juga atau bukan, itu jadi tanda tanya,” ujarnya.
Plt Ketua PGRI Jeneponto, Haeruddin juga menganggap, lembaga yang mengatasnamakan guru honorer itu adalah ilegal keberadaannya.
“Saya anggap itu adalah ilegal dan saya sangat menyangkan tindakan itu dengan cara pungutan liar itu apapun alasannya tidak dibenarkan. Kasihan guru honorer disuruh bayar. Padahal sistem perwakilan bisaji,” terangnya.
“Mari sama-sama mencari tahu siapa orangnya ini, orang mana hebat kamma (hebat sekali),” tutup Haeruddin. (*)