OPINI—Belakangan ini, warganet berbondong-bondong menyerukan tagar #KaburAjaDulu di sejumlah media sosial, termasuk X (Twitter). Bahkan sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia dalam media sosial X.
Jika Anda mencari kata kunci tagar tersebut di fitur pencari X, Anda akan menemukan beragam unggahan tentang ajakan pindah ke negara lain. Entah dalam bentuk beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, dan hal lainnya.
Meski terlihat sederhana, menguatnya tagar ini menjadi indikasi bahwa kenyataannya banyak masyarakat Indonesia yang sungguh-sungguh berniat meninggalkan negara kelahirannya untuk mendapatkan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dalam tren #KaburAjaDulu ini, banyak warganet merekomendasikan sejumlah negara seperti Jerman, Jepang, Amerika, hingga Australia sebagai negara yang tepat untuk pindah.
Masifnya penggunaan tren #KaburAjaDulu juga menjadi sinyal kekecewaan masyarakat yang begitu besar terhadap pemerintah Indonesia. Hal-hal seperti pendidikan yang layak, lapangan pekerjaan, dan jaminan kualitas hidup dipandang netizen X sebagai sesuatu yang tidak bisa diberikan oleh pemerintah Indonesia disbandingkan di negara lainnya.(cnnindonesia)
Munculnya fenomena ini tentu tidak lepas dari pengaruh digitalisasi terutama sosial media yang menggambarkan tentang kehidupan negara lain lebih menjanjikan, kualitas Pendidikan yang rendah dalam negeri bertemu dengan banyaknya tawaran beasiswa ke luar negeri di negara maju semakin memberikan peluang untuk kabur.
Demikian pula sulitnya mencari kerja bertemu dengan banyaknya tawaran kerja di luar negeri, baik pekerja terampil maupun kasar dengan gaji yang lebih tinggi di negara maju juga semakin membenarkan pihak untuk kabur.
Kemunculan tagar #KaburAjaDulu ini berkaitan dengan fenomena brain drain yang telah lama terjadi. Brain drain atau human capital flight adalah fenomena ketika orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri.
Brain drain seringkali terjadi di negara-negara berkembang. Fenomena brain drain menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi/liberalisasi ekonomi. Pasalnya arus brain drain yang semakin menguatmembuat kesenjangan antara negara maju dan berkembang semakin lebar. Menciptakan ketidak adilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Kondisi tersebut sejatinya menggambarkan kegagalan kebijakan politik ekonomi dalam negeri untuk menjamin kehidupan sejahtera. Kegagalan ini tidak lepas dari sistem yang digunakan penguasa untuk mengatur negara, jika dipikirkan secara mendalam kepemimpinan penguasa saat ini sangat nampak bercorak kapitalis. Mereka membuat hingga melegalkan banyak kebijakan yang pro terhadap para kapital, contohnya adalah Pendidikan .
Dalam sistem kapitalisme, Pendidikan menjadi sektor yang legal diliberalisasi akhirnya Pendidikan menjadi barang yang sah dikomersialkan oleh swasta dan yang bisa mengaksesnya hanya orang-orang yang memiliki harta.
Selanjutnya masalah lapangan pekerjaan dalam sistem kapitalise perusahaan atau industri menjadi pihak yang menyediakan lapangan pekerjaan mereka, tentu saja menggunakan prinsip untung rugi karena itu para pekerja dipandang sebagai faktor produksi yang sewaktu-waktu bisa terkena efisiensi, akhirnya para pekerja tidak mendapatkan jaminan gaji layak dan pekerjaan yang tetap.
Para pekerja dihantui PHK massal, gaji rendah, dan masalah pekerja lainnya. Alhasil kesenjangan ekonomi tidak saja terjadi di dalam negeri namun juga di tingkat dunia, antara negara berkembang dan negara maju.
Masalah ini sebenarnya bisa diselesaikan oleh islam, pasalnya islam memiliki syariat mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara individu perindividu kewajiban ini adalah tuntutan hadis Rasulullah SWA “imam/khalifah adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.”(HR. al-Bukhari)
Imam Al-Baghawi dalam syarh as-sunnah mengatakan makna ar-raa’in dalam hadis ini yaitu pemeliharaan yang dipercaya atas apa yang ada pada dirinya. Ar-ri’ayah adalah memelihara sesuatu dan baiknya pengurusan.
Diantara bentuknya adalah pemeliharaan atas urusan-urusan rakyat dan perlindungan atas mereka. Karena itu negara islam menjadi pihak yang bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan apalagi ada syariat bagi laki-laki balig wajib mencari nafkah. Tentu saja kewajiban ini perlu dukungan dari negara dalam bentuk lapangan pekerjaan.
Adapun kesempatan bekerja dalam negara islam terbuka sangat luas, semisal dari sektor ekonomi riil saja, ada bidang pertanian, perdagangan, industri, dan jasa. Belum lagi pengelolaan SDA secara syar’i oleh negara pasti membutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah yang banyak.
Negara islam juga bisa menerapkan syariat tanah iqtha’, ihyaul mawat dan sejenisnya. Adanya jaminan lapangan pekerjaan bagi warga negara islam membuat mereka tidak harus kabur ke negara lain hanya demi mendapatkan kesempatan bekerja lebih baik.
Selain itu strategi Pendidikan negara islam menjamin warga negara mendapat Pendidikan yang layak dan berkualitas. Pasalnya Pendidikan dalam islam dipandang sebagai kebutuhan dasar public yang wajib diberikan oleh negara secara mutlak, pendidikan harus diberikan secara gratis tanpa mengurangi kualitasnya.
Tujuan Pendidikan islam adalah mencetak generasi yang memiliki kepribadian islam dimana pola piker (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) mereka berdasarkan islam. Mereka juga dicetak menjadi orang-orang berilmu yang memiliki sense al-qadhiyah al-mashiriyah atau peka terhadap problmatika utama umat, sehingga orang pintar dan berbakat dalam negara islam menjadi garda terdepan yang siap membangun negara dan negara juga peduli dan menjamin kehidupan mereka sebagai warga negara.
Demikianlah solusi syar’i atas kemunculan tagar #Kabur AjaDulu yang berkaitan dengan fenomena brain drain. Tegaknya negara islam menjadi rahmat bagi seluruh alam dan mewujudkan dunia yang adil dan sejahtera. (*)
Wallahu a’alam bisyawab
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.