OPINI—Sepanjang Januari hingga Juli 2025, tercatat 43 kasus pernikahan di bawah umur. Angka ini memang menurun dibandingkan tahun 2024 yang mencapai 79 kasus, namun tetap menunjukkan persoalan serius. Sebab, sebagian besar kasus tersebut dipicu oleh kehamilan tidak diinginkan akibat pergaulan bebas.
Tak hanya itu, gelombang kekerasan dan kriminalitas juga kian mengkhawatirkan. Banyak kasus belakangan ini dipicu oleh kecanduan judi online. Tak jarang, pelaku nekat melakukan kekerasan ekstrem terhadap pasangannya, bahkan hingga percobaan pembunuhan dan bunuh diri karena terlilit hutang judi.
Serentetan peristiwa tersebut menjadi potret rusaknya ketahanan keluarga. Keluarga Muslim kini menjadi sasaran empuk sistem sekuler-liberal yang mengguncang pondasi kehidupan dari dalam. Sistem sekuler-kapitalis yang membelenggu masyarakat kita menjadikan hidup serba sempit, penuh tekanan, dan diliputi krisis multidimensi, mulai dari ekonomi hingga moral.
Akar Lemahnya Ketahanan Keluarga Muslim
Kelemahan ketahanan keluarga Muslim tidak muncul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting.
Pertama, beban ekonomi yang kian berat sering memicu ketidakharmonisan rumah tangga, bahkan berujung pada perceraian. Banyak keluarga tercerai-berai karena tekanan hidup yang tak sanggup mereka tanggung.
Kedua, media massa menjadi pintu utama generasi muda mengenal dunia — sayangnya, bukan dengan nilai-nilai Islam, melainkan dengan budaya liberal yang menormalisasi pergaulan bebas, kekerasan, hingga gaya hidup hedonis. Tayangan semacam ini perlahan mengikis nilai moral dan menggantikan panutan agama dengan figur-figur dunia hiburan.
Ketiga, rendahnya kualitas pendidikan turut memperparah kondisi ini. Sistem pendidikan sekuler di negeri ini menjauhkan generasi dari nilai-nilai agama. Akibatnya, tumbuh generasi yang cerdas secara akademis, tetapi miskin spiritual dan moral.
Keempat, lemahnya sistem hukum dan penegakan sanksi membuat pelanggaran terus berulang. Tanpa efek jera yang tegas, pelaku akan terus mengulangi perbuatannya, sementara masyarakat menanggung akibat sosialnya.
Pendidikan dan Pembinaan Islam Sejak Dini
Islam mengajarkan agar akidah menjadi benteng keluarga dari ideologi kufur seperti kapitalisme dan sosialisme-komunisme. Karena itu, pembinaan Islam dalam keluarga mutlak dilakukan sejak dini — bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk seluruh anggota keluarga.
Langkah pertama adalah menanamkan akidah Islam sejak dini. Orang tua bertanggung jawab memastikan anak-anak memiliki keimanan yang kokoh, sehingga memahami bahwa tujuan hidupnya adalah beribadah kepada Allah SWT.
Kedua, menanamkan keyakinan bahwa ideologi Islam adalah satu-satunya jalan hidup yang benar. Anak perlu diajarkan bahwa Islam adalah sistem sempurna yang dijamin langsung oleh Sang Pencipta.
Ketiga, menjelaskan kerusakan ideologi kapitalisme dan sosialisme. Keduanya bertentangan dengan Islam karena mengabaikan nilai-nilai ketuhanan dan menjadikan materi sebagai pusat kehidupan.
Keempat, membiasakan anak hidup sesuai syariah Islam, mulai dari salat, menutup aurat, jujur, hingga menjauhi perbuatan yang merugikan orang lain.
Kelima, mendorong anak menghadiri majelis ilmu. Dengan pemahaman Islam yang mendalam, mereka akan memiliki filter moral yang kuat dan tidak mudah terpengaruh arus pemikiran liberal.
Negara sebagai Penopang Ketahanan Keluarga
Islam memuliakan lembaga pernikahan dan menata kehidupan keluarga dengan hukum-hukum yang adil. Namun, ketahanan keluarga tidak akan kokoh tanpa dukungan sistem negara yang menjalankan syariah Islam secara menyeluruh.
Dalam sistem Islam, ekonomi dijalankan tanpa riba dan monopoli kekayaan. Negara menolak model kapitalistik yang menindas dan memastikan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan sumber daya alam secara adil. Dengan demikian, kemiskinan dan pengangguran — yang menjadi sumber masalah rumah tangga — dapat ditekan.
Di bidang pendidikan, Islam menjamin akses pendidikan gratis dan berkualitas agar lahir generasi ulama, ilmuwan, dan pemimpin berkepribadian Islam.
Di bidang media dan informasi, negara mengarahkan media untuk menjadi sarana edukasi dan dakwah, bukan sekadar hiburan yang merusak moral publik.
Di bidang politik-ekonomi, negara memastikan kebutuhan pokok rakyat terpenuhi: sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan, hingga layanan publik lainnya, semua dengan biaya murah atau bahkan gratis.
Semua ini hanya bisa terwujud dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), yang menjadi pelindung sekaligus penjaga ketahanan keluarga Muslim di tengah badai liberalisme dan materialisme global.
Karena itu, harapan membangun keluarga yang kokoh, harmonis, dan penuh rahmat tidak akan lahir dari sistem kapitalis-sekuler, melainkan hanya dari penerapan sistem Islam yang menyeluruh. (*)
Penulis: Ifah Rasyidah (Pegiat Literasi Islam/Tim Pena Ideologis Maros)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.




















