OPINI—Pembahasan kenaikan upah minimum sedang panas-panasnya belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot mengungkapkan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional sudah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua bahas soal pengupahan.
Tahun ini jika mengikuti PP51/2023, Apindo ingin membuat skala upah. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan ada kenaikan gaji dengan skala tergantung kemampuan perusahaan, antara 1-3%. (cnbcindonesia.com, 7/11/2024)
Terkait hal ini, Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan, Budi Gunawan, meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam menetapkan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Menurutnya, penetapan upah itu rawan menjadi kebijakan populis pemerintah daerah.
Dia menyebut upah minimum provinsi yang terlalu tinggi atau tidak rasional berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Budi meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati dalam pembuatan Perda terkait upah minimum. Sebab, hal itu berkaitan dengan tiga pihak atau tripartit yaitu pemerintah, perusahaan dan buruh yang berpotensi menimbulkan gejolak di antara masyarakat. (tirto.id, 7/11/2024)
Persoalan yang Tak Kunjung Selesai
Persoalan buruh menjadi masalah tak pernah menemukan titik keadilan, terlebih ketika berbicara terkait upah yang mereka terima. Para buruh terus menuntut kenaikan upah, namun di satu sisi para pengusaha senantiasa membuat strategi bagaimana bisa mengubah buruh.
Adalah wajar hal ini terjadi dalam sebuah negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Sebuah sistem yang batil. Sistem yang berdiri di atas asas sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Alhasil aturan yang dilahirkan pun adalah aturan yang bersandar pada materi atau manfaat semata, bukan berasal dari pencipta.
Dengan prinsip di atas, dalam ekonomi kapitalisme, perusahaan akan berusaha meminimalisir biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, salah satunya adalah dengan menekan upah buruh. Sebab, buruh hanya dipandang sebagai faktor produksi semata.
Padahal konsep upah yang demikian membuat buruh hidup dalam keadaan minim atau pas-pasan. Karena gaji mereka disesuaikan dengan standar hidup minimum tempat mereka bekerja. Sehingga sekeras apapun para buruh ini bekerja, mereka tetap saja tidak bisa melampaui standar hidup masyarakat.
Sementara buruh harus menghadapi realita bahwa kebutuhan pokok dan publik yang terus merangkak naik, tak mampu mereka jangkau.
Dan di sisi lain, tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara atas seluruh rakyatnya. Dalam sistem kapitalisme ini, negara hanya berperan sebagai regulator dan penengah antara buruh dan perusahaan jika ada konflik terkait upah dan lainnya.
Kapitalisme membuat negara selalu berdiri di samping pengusaha, karena pengusaha dianggap pihak yang menumbuhkan perekonomian sementara rakyat hanyalah buruh. Tentu saja kondisi negara seperti ini menyengsarakan buruh.
Alhasil, buruh berada dalam kondisi ketidakberdayaan. Dengan bekerja, namun upah tidak mampu menyejahterakan sementara beban kerja mereka sangat berat. Karena itu logis jika buruh menuntut kenaikan gaji.
Meski dikabarkan adanya kenaikan upah belakang ini, tak juga menjadi solusi atas persoalan buruh. Sebab, faktanya kenaikan upah buruh tahun 2025 ternyata kecil, dan tidak sepadan dengan kenaikan pajak tahun 2025.
Upah buruh masih terhitung rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup saat ini yang serba mahal. Apalagi dengan adanya ketentuan upah minimum.
Pandangan Islam Tentang Buruh
Sangat berbeda nasib buruh atau pekerja dalam sistem Islam. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat yang harus di-riayah (diurusi) oleh negara dalam pemenuhan keperluan dasar semua rakyatnya dengan mudah, murah, hingga gratis.
“Sesungguhnya kepemimpinan merupakan sebuah amanah, di mana kelak di hari kiamat akan mengakibatkan kerugian dan penyesalan. Kecuali mereka yang melaksanakannya dengan cara baik, serta dapat menjalankan amanahnya sebagai pemimpin.” (HR Muslim).
Islam menetapkan hubungan antara pekerja dan pengusaha termasuk dalam transaski ijaarah. Ijaarah didefinisikan sebagai aqad/transaksi atas manfaat/jasa yang dikeluarkan pekerja dengan memperoleh imbalan berupa upah dari pengusaha.
Adapun, upah atau gaji sebenarnya merupakan nilai jasa atau manfaat yang diberikan oleh buruh/pekerja kepada pengusaha. Upah dalam pandangan Islam merupakan kesepakatan antara ajir dan mustajir. Sehingga tidak ada yang terzalimi karena ada keridhaan dan sesuai keahlian yang dimiliki pekerja atau buruh.
Sedangkan standar yang digunakan untuk menetapkan upah adalah manfaat tenaga yang diberikan oleh buruh. Karena itu, tidak akan terjadi eksploitasi buruh oleh para pengusaha. Buruh akan mendapatkan upahnya sesuai dengan ketentuan upah sepadan yang berlaku di tengah masyarakat.
Gaji tukang pencari batu tentu akan berbeda dengan ahli bangunan, gaji tukang sapu tidak akan sama dengan manager perusahaan, dan lainnya.
Jika terjadi sengketa antara buruh dan majikan dalam menentukan upah, maka pakar (khubara’)-lah yang menentukan upah sepadan. Pakar ini dipilih oleh kedua belah pihak. Jika keduanya tidak menemukan kata sepakat, maka negara akan menyeleseikannya dengan keputusan hakim atau qadhi.
Oleh karena itu, jika negara dapat melaksanakan seluruh kewajibannya dengan baik, kebutuhan hidup masing-masing warga negara begitu mudah didapat. Maka bekerja akan menjadi salah satu cara seorang muslim menaikkan derajatnya di mata Allah SWT., karena mencurahkan tenaga dan keringatnya untuk beribadah memenuhi kewajibannya dalam bekerja.
Dengan demikian, jika benar-benar ingin problem perburuhan ini selesai dan kesejahteraan buruh khususnya dan masyarakat secara umumnya terwujud, maka tidak ada jalan lain kecuali harus kembali kepada penyelesaian mulia. Yakni penyelesaian berdasarkan syariat-Nya dengan kembali berhukum kepada aturan-aturan-Nya. (*)
Wallahu a’lam
Penulis: Hamsina Halik
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.