OPINI—Setiap tanggal 22 Desember, media sosial dipenuhi dengan berbagai ungkapan terkait Hari Ibu. Momentum ini dimanfaatkan banyak orang untuk menyampaikan rasa cinta dan penghargaan kepada ibu, mulai dari ucapan terima kasih hingga kerinduan kepada mereka yang telah tiada.
Sebagai orang tua, ibu memiliki peran yang sangat istimewa. Mulai dari mengandung selama sembilan bulan, mempertaruhkan nyawa saat melahirkan, hingga menyusui dan mengasuh anak-anaknya. Namun, pengorbanan seorang ibu tidak berhenti di situ. Sepanjang hidupnya, seorang ibu terus memberikan kasih sayang dan membentuk anak menjadi manusia berkarakter.
Menjadi ibu bukan sekadar melahirkan, tetapi juga mendidik anak dengan pemahaman yang benar. Ibu bukan hanya seorang penyayang, tetapi juga seorang pembimbing yang memastikan anak-anaknya tumbuh sesuai ketentuan Sang Pencipta. Oleh karena itu, peran ibu sangat krusial. Keberhasilan seorang anak—bahkan sebuah generasi—banyak bergantung pada pengasuhan yang ia terima dari ibunya.
Namun, kondisi saat ini belum sepenuhnya mendukung ibu untuk menjalankan perannya. Kekerasan terhadap perempuan, kondisi kerja yang memaksa ibu keluar rumah demi memenuhi kebutuhan, hingga tuntutan hidup yang kian berat, menjadi realitas yang dihadapi banyak perempuan. Bahkan, beberapa tahun terakhir, tema Hari Ibu kerap dikaitkan dengan pemberdayaan perempuan, seperti tema tahun ini: “Ibu Berdaya, Indonesia Bercahaya.”
Benarkah Pemberdayaan adalah Solusi?
Pemberdayaan seringkali diartikan sebagai upaya agar perempuan bisa bekerja di ruang publik, menanamkan nilai-nilai feminis, dan berdikari demi melawan budaya patriarki. Namun, apakah solusi ini tepat?
Sebagian perempuan akhirnya merasa bangga bekerja di luar rumah, tetapi di sisi lain pengasuhan anak menjadi terabaikan. Anak-anak kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan dan kasih sayang yang cukup. Akibatnya, muncul berbagai masalah sosial, seperti kenakalan remaja dan kerusakan moral generasi muda.
Fakta-fakta memilukan kerap menghiasi pemberitaan: seorang anak membunuh orang tua, seorang ibu tega menganiaya anaknya, atau ibu yang merelakan anaknya menjadi korban kejahatan. Semua ini menunjukkan betapa jauhnya masyarakat dari fitrah peran ibu sebagai pelindung dan pendidik generasi.
Kerusakan ini berakar pada sistem kehidupan kapitalisme sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Dalam sistem ini, peran ibu sering didefinisikan berdasarkan kepentingan materialistik, bukan berdasarkan tuntunan agama.
Ibu dalam Islam
Islam memberikan panduan yang jelas tentang peran ibu. Dalam Islam, perempuan memiliki amanah sebagai ibu sekaligus pengelola rumah tangga suaminya (ummu wa rabbatul bayti). Ini adalah kedudukan yang mulia dan wajib dijaga.
Pertama, seorang ibu adalah madrasah pertama bagi anaknya. Sebagaimana ungkapan Hafiz Ibrahim, “Al-ummu madrasatul ula, iza a’dadtaha a’dadta sya’ban thayyibal a’raq” (Ibu adalah sekolah pertama; jika engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan generasi yang baik).
Kedua, ibu juga berperan sebagai pembangun generasi (ummu ajyal). Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa bangun di pagi hari tanpa memikirkan urusan kaum muslimin, maka ia bukan bagian dari golonganku.” (HR Ath-Thabrani). Dengan demikian, seorang ibu tidak hanya peduli pada anaknya sendiri, tetapi juga pada generasi umat secara keseluruhan.
Siapkah Menjadi Ibu yang Sesungguhnya?
Menjadi ibu yang menjalankan peran sesuai syariat Islam membutuhkan bekal ilmu dan pemahaman agama yang kuat. Islam memandang pemberdayaan ibu bukan sebagai upaya menjadikan mereka alat ekonomi, tetapi sebagai pelaksana amanah yang mulia. Dengan sistem Islam yang benar, ibu tidak perlu terbebani tanggung jawab mencari nafkah sehingga dapat fokus mendidik generasi.
Penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah adalah solusi untuk memuliakan peran ibu. Hanya dengan kembali pada aturan Sang Pencipta, ibu akan mampu menjalankan peran istimewanya dan melahirkan generasi yang berkualitas. (*)
Wallahu a’lam.
Penulis: Musdalifah, S.Pd (Aktivis Muslimah)
***
Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.