Advertisement - Scroll ke atas
  • Pemkot Makassar
  • Dirgahayu TNI ke-79
  • Bapenda Makassar
  • Universitas Diponegoro
Opini

Cegah Kekerasan Seksual Tidak Cukup di Lingkup Keluarga

389
×

Cegah Kekerasan Seksual Tidak Cukup di Lingkup Keluarga

Sebarkan artikel ini
Cegah Kekerasan Seksual Tidak Cukup di Lingkup Keluarga
Sri Rahmayani, S.Kom (Aktivis Pemerhati Masyarakat)
  • Pemprov Sulsel
  • Ir. Andi Ihsan, ST, MM (Kepala Biro Umum Pemprov Sulsel)
  • PDAM Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Kekerasan Seksual akhir-akhir ini menjadi momok menakutkan bagi masyarakat, karena jumlah kasus yang terus melonjak, hal tersebut terjadi hampir pada semua kalangan. Baik di lingkungan keluarga, kampus, masyarakat, bahkan di penjara.

Kasus kekerasan seksual ini tak kunjung usai, yang ada bahkan terus bertambah di setiap waktunya. Melihat ini terus terjadi menjadi tanda tanya besar di benak kita. Bagaimana cara penyelesaian terkait masalah ini? Hingga tidak mampu meminimalisir jumlah terjadinya kekerasan seksual.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) melaporkan, sejak 1 Januari hingga 20 Juni 2023 tercatat ada 11.292 kasus kekerasan. Kasus itu dihitung secara real time, pada pembaruan data pukul 13.16 WIB. Data dihimpun melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni).

KemenPPA juga mencatat, jika pelaku kasus kekerasan banyak terjadi di lingkungan orang terdekat. Sebanyak 2.204 pelaku memiliki hubungan sebagai pacar atau teman dengan korban. Kemudian disusul oleh pelaku kekerasan yang berasal dari suami atau istri dan keluarga dengan jumlah masing-masing sebanyak 1.967 kasus dan 1.379 kasus (data boks. katadata. co. id).

Sejumlah siswi SMP di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi korban kekerasan seksual berbasis online. Pelaku menggunakan Facebook (FB) untuk meminta foto dan video bugil para korban (detikbali.com 39/08/23).

Kisah pilu dialami seorang mahasiswi yang sedang menjalani kuliah kerja nyata KKN di Desa Batukarang, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Ia justru menjadi korban pelecehan seksual oleh perangkat desa berinisial MK (47) di kantor desa (tribunjateng.com 31/08/23).

Menyisir dari jumlah kekerasan seksual ini bisa disinyalir banyak terjadi dari orang terdekat. Tentunya terjadi karena rentan kedekatan interaksi sehingga ada kesempatan untuk melakukan aksinya. Namun terlihat bertolak belakang ketika menyelesaikan pencegahan kekerasan seksual cukup dari lingkungan keluarga.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga meminta masyarakat berani bicara dan melaporkan kasus kekerasan seksual yang terjadi di sekitar. Dalam masyarakat ada keluarga, keluarga inilah harus menciptakan ruang aman untuk anak sehingga anak berani menceritakan jika terjadi kekerasan seksual dan berani melaporkannya.

Keluarga yang sehat memang benar akan menghindarkan diri dari terjadinya kekerasan terhadap anak. Namun untuk menyelesaikan permasalahan ini yang penting pertama kali untuk dilihat dan diselesaikan adalah sumber terjadinya kekerasan tersebut. Interaksi yang tidak seharusnya baik adanya kumpul kebo atau berdua-duan.

Selain itu sumbernya juga disediakannya tempat-tempat untuk berkumpul atau berpacaran. Pakaian yang terbuka dikenakan perempuan yang menjadi korban juga bisa jadi pemicu. Dan tentunya pihak laki-laki yang tidak menjaga pandangan. Pemicu yang lain dari ekonomi sehingga terkadang dalam lingkup keluarga juga terjadi antara suami istri bahkan anggota keluarga yang lain.

Berbagai sumber pemicu ketika diselesaikan tidak adakan terjadi kekerasan seksual. Selanjutnya untuk mencegah terjadinya pemicu tersebut tentunya yang berperan bukan hanya di lingkup keluarga namun ada tiga pilar ya g harus turut serta bermaksimal untuk berperan.

Pertama, Peran Individu tidak lain lingkungan keluarga itu sendiri. Keluarga sebagai langkah awal anak mendapatkan pendidikan diberikan pengayoman dengan ketaqwaan. Sehingga terbentuk sejak dini sosok anak yang memiliki ketaqwaan yang kuat untuk melindungi diri dari kekerasan seksual.

Kedua, Peran Masyarakat. Masyarakat sebagai kumpulan yang tidak disimpulkan sebagai kumpulan individu semata. Namun dikategorikan kumpulan individu yang memiliki pemikiran, perasaan, bahkan keinginan untuk diatur dengan aturan yang sama. Sehingga ketika ada masyarakat yang melihat kekerasan meskipun bukan dari keluarga atau yang dikenal harus mencegah atau melaporkannya.

Ketiga, Peran Negara. Peran ketiga inilah yang seharusnya menjadi akar dan awal dalam menyelesaikan dan mencegah terjadinya kekerasan seksual. Sebab peran negara untuk memberikan aturan yang tegas pada rakyatnya, baik dalam hal pendidikan, ekonomi, dan yang lainnya. Karena sangat jelas pemimpin dalam suatu negara memiliki tanggungjawab yang penuh untuk mengurusi kebutuhan rakyat.

Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya…” (HR. Bukhari).

Ketiga pilar ini yang harus ada berperan bersama dalam pencegahan kekerasan seksual bahkan sampai pada permasalahan lainnya. keterlibatan tiga peran ini pernah diadopsi oleh Rasulullah dan masa Khulafaur Rasyidin. Sungguh menjadi contoh yang patut untuk diteladani dengan sistem paripurnanya. Sistem Islam dalam naungan Khilafah. (*)

Wallahu a’lam bi shawab

Penulis
Sri Rahmayani, S.Kom
(Aktivis Pemerhati Masyarakat)

 

***

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

error: Content is protected !!