Advertisement - Scroll ke atas
  • Bapenda Makassar
  • Pemkot Makassar
  • Pemkot Makassar
  • Stunting
  • Universitas Diponegoro
Opini

Dari Kondomisasi hingga Legalisasi Aborsi, PP Ini Penuh Kontroversi

489
×

Dari Kondomisasi hingga Legalisasi Aborsi, PP Ini Penuh Kontroversi

Sebarkan artikel ini
dr. Ratih Paradini (Dokter, Aktivis Dakwah)
dr. Ratih Paradini (Dokter, Aktivis Dakwah)
  • KPU Sulsel
  • Pemprov Sulsel
  • PDAM Makassar
  • Banner DPRD Makassar
  • Pilkada Sulsel (KPU Sulsel)

OPINI—Mau dibawa kemana generasi bila zina sudah merajai, menjadi racun yang membawa banyak masalah pada anak negeri, terlebih bila zina seolah dilegalisasi.

PP no 28 tahun 2024 menjadi kontroversi sebab dalam peraturan tersebut memuat pasal tentang pemberian alat kontrasepsi untuk kalangan remaja dan pelajar. Setelah viral hal ini kemudian mendapat tanggapan dari beberapa pihak.

Advertisement
Scroll untuk melanjutkan

Salah satunya Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani, beliau menyatakan pasal 103 ayat 4 itu aneh sebab anak usia remaja atau sekolah mau dibekali alat kontrasepsi.

“Apakah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan ” Ungkap Netty (fraksipks.id, 5 Agustus 2024)

Hasto Wardoyo Selaku ketua BKKBN juga angkat bicara soal ini, menurut beliau penyediaan alat kontrasepsi ditujukan pada remaja atau pelajar yang sudah menikah.

Faktanya usia pelajar atau remaja yang sudah menikah cukup banyak di Indonesia sudah hamil, sudah melahirkan di usia 15-19 tahun itu, sekitar 26 orang per seribu penduduk. (cnnindonesia.com 4 Agustus 2024)

Adanya tanggapan dari berbagai lembaga ini menjadi pertanyaan besar bagaimana prosedural pembuatan PP ini? Apakah tidak melibatkan berbagai pihak terkait ?. Mengapa setelah jadi malah banyak kontroversi ?.

Tak bisa dipungkiri, aktivitas seksual generasi makin ngeri, usia nikah semakin meninggi sedangkan usia zina semakin dini. Data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukan, hubungan seks luar nikah remaja 15-19 tahun mengalami peningkatan.

Pada perempuan usia 15-19 tahun sebanyak 59%, sedangkan pada laki-laki 74%. Di satu sisi usia pernikahan mengalami pergeseran rata-rata pernikahan perempuan dilaporkan mundur setiap tahun, kini rata-rata perempuan menikah saat berusia 22 tahun dari semula berada di bawah 20 tahun. (Cnbcindonesia.com 18 Agustus 2024)

Hal ini menjadi masalah serius sebab maraknya free sex menyebabkan penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan. Kehamilan yang tidak diinginkan dikalangan remaja menimbulkan promblem lainnya yakni meningkatkan resiko perdarahan pada ibu hamil usia muda, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), hingga stunting.

Menurut WHO pada tahun 2020 kematian Ibu terjadi setiap 2 menit dan 95% kasus terjadi pada negara berpenghasilan rendah dan menengah kebawah.

Banyaknya dampak negatif dari aktivitas free sex ini bukannya menjadikan pemerintah membuat aturan agar remaja tidak terjerumus ke dalam zina, malah memberikan solusi pragmatis berupa pemberian kondom kepada remaja.

Memang betul tidak bisa dipungkiri Kondom yang digunakan dengan benar bisa mencegah penyakit menular seksual dan kehamilan yang tidak diinginkan hingga 98% (Halodoc.com 26 Mei 2023).

Namun bila kondom tidak digunakan dengan benar maka penyakit menular seksual dan kehamilan tetap berpeluang terjadi. Sehingga solusi yang lebih baik adalah edukasi agar generasi muda tidak melakukan sex before marriage.

Bukan hanya masalah kondom, aturan PP no 28 tahun 2024 ini juga memuat pasal kontroversi tentang aborsi. Didalam pasal 116 aborsi merupakan tindakan yang dilarang dan tidak boleh dilakukan kecuali atas indikasi kedaruratan medis, korban tindak pidana pemerkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.

Masalahnya ukuran kekerasan seksual merujuk pada sexual consent artinya kekerasan seksual terjadi hanya pada hubungan tanpa kesepakatan. Jika dilakukan atas dasar suka sama suka maka itu tidak termasuk ke dalam kekerasan seksual. Selain itu makna konsensus atau persetujuan yang valid pada kekerasan seksual merujuk pada prinsip FRIES, yakni Freely Given, reversibel, informed, enthusiast and specifik.

Salah satu prinsip konsesus adalah reversibel atau bisa ditarik kembali artinya bila seseorang melakukan hubungan badan diluar nikah awalnya atas dasar suka sama suka kemudian hamil dan si lelaki tidak mau bertanggung jawab maka pihak perempuan bisa saja mengaku menarik kembali konsensusnya sehingga hubungan yang mereka lakukan dapat dikategorikan kekerasan seksual. Dampaknya si perempuan bisa melakukan aborsi secara legal dan dilindungi UU.

PP yang sarat dengan aroma liberalisme ini tidak bisa lepas dari pengaruh pandangan barat yang menjadi kiblat. CSE (Comprehensif Sexual Education) menjadi dasar pijakan sehingga perspektif tentang kekerasan seksual hanya merujuk pada persetujuan seks yang aman bukan arahan agar tidak melakukan hubungan seks sebelum pernikahan sebab kebebasan aktivitas seksual dianggap hak asasi manusia yang wajib dijaga.

Di Barat hal ini lumrah diterapkan karena nilai-nila liberalismenya namun bila diadopsi di Indonesia tentu bertentangan dengan nilai-nilai moral bangsa terlebih nilai-nilai agama yang dianut. Dalam kondisi dilarang saja zina dan aborsi marak apalagi bila dilegalkan oleh negara, mau jadi apa generasi bangsa ?.

Aktivitas seksual merupakan dorongan biologis yang tak bisa dihilangkan pada manusia. Maka Allah yang menciptakan potensi tersebut sekaligus memberikan batasan dan aturan agar manusia tidak terjerumus kedalam kehinaan dan keburukan yang bisa ditimbulkan. Dalam Islam bukan hanya Zina yang dilarang melainkan baru mendekati zina saja sudah tidak boleh dilakukan.

Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk” (Al-Isra:32)

Upaya preventif Islam mencegah terjadinya perzinahan mulai dari menanamkan ketakwaan individu, agar manusia takut berbuat maksiat kepada Allah. Allah juga memberikan batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan dengan larangan berduaan dan bercampur baur serta kewajiban menutup aurat dan menundukkan pandangan.

Dalam level negara, Islam akan mencegah tontonan-tontonan berbau syahwat dengan melarang dan memblokir media menampilkan hal-hal yang diharamkan. Di tahap terakhir Islam akan memberikan hukuman tegas bagi pelaku zina yakni cambuk 100 kali bagi yang belum menikah dan rajam sampai mati bagi yang sudah menikah.

Terdengar mengerikan memang namun dengan begitu orang akan berpikir ribuan kali sebelum melakukannya. Penerapan Islam secara totalitas dapat menjadi solusi ditengah maraknya zina generasi, ketimbang membuat aturan yang penuh Kontroversi mengapa tidak kita terapkan saja aturan ilahi?

 

Penulis: dr. Ratih Paradini (Dokter, Aktivis Dakwah)

 

 

***

 

 

Disclaimer: Setiap opini/artikel/informasi/ maupun berupa teks, gambar, suara, video dan segala bentuk grafis yang disampaikan pembaca ataupun pengguna adalah tanggung jawab setiap individu, dan bukan tanggungjawab Mediasulsel.com.

  • DPPKB Kota Makassar
error: Content is protected !!